1

1.5K 112 3
                                    

Sepuluh bulan sudah hubungan sepasang kekasih ini berjalan. Ini cukup disebut sebuah pencapaian yang apik bagi keduanya.

Seokmin dan Mingyu maksudnya. Perayaan 10 bulan bagi keduanya, sedikit kekanakan memang merayakan hari jadi setiap bulan. Tak apalah, berani beda itu tak buruk, 'kan?

Sebenarnya, bukan karena bukan tampil beda, tapi karena keduanya memang tak pernah bisa menjalin hubungan yang lama. Terlebih Mingyu, sebelum dengan Seokmin, paling lama ia menjalin hubungan adalah dua bulan. Mengerikan memang pria satu ini.

Sudah, lupakan masa lalu mereka. Sekarang, kisah mereka lah terpenting. Kisah yang sengaja Tuhan tulis bagi keduanya.

.

.

*****

.

.

Hubungan yang berlangsung selama sepuluh bulan ini benar-benar merubah seorang Mingyu. Tak pernah ia merasa seserius ini menjalani sebuah hubungan. Entah apa yang Seokmin lakukan hingga bisa merubah sosok keras seperti Kim Mingyu ini.

Penutup mata sedari tadi melilit di kepala Seokmin. Ini permintaan Dominannya. Jelas kalau Mingyu ingin membuat sebuah kejutan dengan ini. Perjalanan yang berlalu selama tiga puluh menit itu usai.

Mata yang terpejam nampak takjub dengan apa yang tersuguh di hadapannya. Nampak seluruh kota dari bukit tempatnya berdiri sekarang. Sungguh indah.

"Kau suka?" satu pertanyaan terbisik manis tepat di telinga Seokmin; Kim Mingyu pelakunya.

"Sangat suka, terima kasih," Senyuman yang selalu tampil manis, Mingyu suka itu. Kalau boleh dan kalau bisa, Mingyu ingin melarang orang selain dirinya untuk lihat senyuman itu. Jujur, Mingyu itu bukanlah tipe yang suka berbagi apa yang menjadi miliknya.

"Maaf kalau aku hanya bisa memberimu ini. Sungguh aku bingung harus memberi kekasihku ini apa pada perayaan yang ke sepuluh ini," Oh ayolah, Kim. Apa kau pernah melihat kekasihmu ini meminta banyak hal padamu? Tidak, 'kan?

Seokmin menggeleng, "Ini lebih dari cukup, Tuan Kim. Aku bahkan sangat bersyukur kau masih mau bersamaku sampai detik ini."

Tentu Mingyu akan selalu bersama denganmu, Seok. Kau bagian dari diri seorang Mingyu sekarang. Kau jantung dan hatinya. Sungguh tak terbayang kalau semua ini harus berakhir dengan sedih. Namun, siapa tahu masa depan? Semua itu rahasia Tuhan.

"Kemarilah!" Mingyu menarik tangan Seokmin tiba-tiba, mengajaknya duduk di bawah sebuah pohon besar.

Kertas lipat dan spidol mingyu keluarkan dari saku jaketnya, "Tulis harapanmu pada lembar ini," Spidol dan satu kertas berwarna biru Seokmin pegang sekarang.

Alisnya mengkerut, tak paham maksudnya Seokmin, "Lakukan saja, sayang."

Seokmin menghela napas. Satu harapan tertulis di atas kertas. Kata demi kata yang tercurah dari lubuk hati terdalam; harapan untuk dapat terus bersama seorang Kim Mingyu. Selamanya.

"Lalu, lipat menjadi pesawat kertas," Lanjut Mingyu. Ini memang bukan sesuatu yang mahal, tapi setidaknya mampu membuat sebuah kenangan yang merangkap menjadi harapan.

"Kau curang!" Celetuk Seokmin.

"Apa?" kening Mingyu mengkerut, tampang bodohnya yang nampak sekarang

"Kau menyuruhku ini itu tapi kau sendiri melakukannya. Curang!"

Mingyu terkekeh. Oh, apa kekasihnya ini ngambek? Memang, kadar keimutan Seokmin saat ngambek itu naik jadi berkali-kali lipat.

"Baiklah, aku juga buat. Jangan cemberut begitu, aku jadi ingin 'memakanmu' lho,"

Oh, Shit.

Bolehkah Seokmin menghujat kekasihnya sendiri dengan kata-kata kasar? Mesumnya tak terkira, sungguh.

Seokmin kembali melihat pada kertas miliknya, bermaksud mengalihkan wajahnya yang semerah tomat agar tak terlihat Mingyu.

Mingyu berdiri, pesawat kertas miliknya sudah jadi. Tangannya terulur ke arah Seokmin, "Ayo terbangkan. Aku ingin segera sampaikan harapanku pada Tuhan."

"Bagaimana seandainya Tuhan tak menerima harapanmu?" Pertanyaan janggal.

Kening Mingyu mengkerut, "Kenapa bertanya seperti itu?"

"Kita tak tahu apa yang akan terjadi di masa depan," Seokmin menghela napas, "Terkadang awal saja bisa menjadi akhir. Harapan pun memungkin bersanding dengan kata tak terkabul, 'kan?"

Mingyu diam. Tak ada kata-kata yang melintas di otaknya sekarang. Kalimat tadi benar adanya. Bagaimana kalau semua harus berakhir? Mingyu tak siap.

"Sudah, jangan pikirkan ucapanku tadi. Kau seperti wanita yang baru diputusi pacarnya, Gyu."

"Tapi di posisi kita kau wanitanya, Seok."

Kim, kau cari mati?

"Eh, maaf-maaf. Bagaimana kalau kita terbangkan sekarang?" Mengalihkan perbincangan akhirnya.

Seokmin yang sedari tadi melotot tak suka kini bersiap dengan pesawat kertasnya. "Satu..dua...tiga!"

Angin membawa keduanya. Mingyu harap, Tuhan tak mengecap kata tak terkabul itu pada harapannya. Mingyu mencintai pria di sebelahnya ini.

Tuhan, bisakah kau mengabulkan yang satu ini? Aku hanya minta, jangan pernah jauhkan pria yang ada di sampingku ini dariku.

Aku mencintainya.

-tbc- 

ThanksUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum