"Aku lagi belajar hidup sehat. Ya, salah satunya dengan makan-makanan sehat dan olahraga."

"Kurangin rokok sama minum itu yang lebih penting deh, kayaknya," sindir Kara.

Sirly mengangkat kedua bahunya. "Iya itu salah satunya."

"Tapi tadi pagi kamu bawain roti buat kita-kita, kamu bilang diet?" Selain cantik Sirly juga pintar bereksperimen di dapur, dia sering membuat kue-kue yang enak untuk rekan kerjanya. Kadang Kara ingin berteriak di telinga Sirly. "Hey you! What a perfect life!"

"Aku masak doang, nggak ikut makan."

"Buat pacar kamu?"

Sirly tidak menjawab dan memilih menghabiskan makanannya. Kara juga tidak mau bertanya lebih jauh, karena walaupun cukup dekat dia tahu batasannya sebagai teman.

"Teteh, pulang nanti temenin makan steak, ya," kata Airin yang datang mendekati keduanya.

"Di mana?"

"Bukit Dago."

"Aku nggak ikutan ya, kamu aja sama Kara," kata Sirly.

Airin melirik mangkok Sirly dan dia langsung mengerti. "Kalau gitu Mbak Kara yang temenin. Ngidam nih," kata Airin sambil memegangi perutnya.

Kara mengangguk, dia juga tidak ada kegiatan apapun saat pulang kantor nanti.

******

Pukul tujuh malam mereka sampai di restoran, Kara tersenyum lebar sambil memandang kota Bandung dari ketinggian, malam hari seperti ini di sugguhi keindahan city light, seharusnya dia makan bersama dengan orang yang istimewa juga. Mungkin dia bisa memasukkan tempat ini sebagai salah satu tempat untuk kencan saat dia punya kekasih nanti.

Kara menoleh ke sekelilingnya, banyak pasangan yang juga makan di sini, bahkan banyak turis asing. Kata Airin tempat ini menyediakan menu western dan juga masakan nusantara.

"Menu western-nya rekomen banget, Teh," kata Airin. Kata orang kalau mau melihat enak tidaknya sebuah restoran lihat dari pengunjungnya, seperti di sini banyak turis yang datang, sepertinya ucapan Airin itu benar, pikir Kara.

"Aku baru sekali ke sini, kamu tahu aja ada tempat bagus kayak gini," katanya pada Airin.

Airin tersenyum puas. "Kita itu harus sering-sering ke tempat kayak gini Teh, biar dapet jodoh yang kece."

"Oh ya?"

Airin mengangguk. "Selain makanannya enak dan lengkap, juga banyak orang kece di sini. Eh, tapi ralat deh, jangan keseringan. Gaji kita nggak cukup kalau tiap hari mau makan di sini."

Kara tertawa, "Kita minta naik gaji nanti. Bilang aja sama Vio itu tunjangan biar kita cepet dapet jodoh."

Mereka berdua tertawa, lalu pramusaji membawakan pesanan mereka. Airin memesan steak medium well sedangkan Kara memesan yang well done. "Gila, ini sih parah enaknya," kata Kara saat mencicipi steak pesanannya.

"Harusnya lebih enak lagi, kalau pemilik restonya juga keluar, Teh."

Kara mengerutkan kening. "Maksudnya?"

Airin mengecilkan suaranya sambil memandang Kara. "Pemilik restonya ganteng banget. Sering keluar buat nyapa tamu-tamu. Aku juga pernah lihat di portal berita gitu, dia diwawancara, ada fotonya emang ganteng abis."

Kara langsung memandang ke sekelilingnya mencari pria tampan yang dimaksud. "Mana?"

"Nggak tahu, mungkin hari ini lagi nggak ada."

Di Penghujung 31 (SUDAH TERBIT)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ