14 - Broken Crayons Still Color

19.2K 3.7K 36
                                    

Ada yang berbeda di antara mereka. Banyak yang mengira hal itu berasal dari tingkah Yusra akhir-akhir ini. Pria itu masih kalem, masih bercanda dengan semua karyawannya. Namun dia juga lebih menjaga jarak. Terutama terhadap Arum. Tidak lagi terlihat mereka makan bersama di ruang Arum. Keduanya juga tidak pernah terlihat jalan bersama lagi. Dan yang paling mencolok adalah mereka tak pernah berbantahan lagi. Percakapan semakin jarang terjadi. Ketika mereka terpaksa berbicara, itu juga seperlunya. Apalagi ketika di tengah perbincangan HP Yusra berbunyi. Arum tahu diri dan segera pergi untuk memberi Yusra privacy. Sementara Yusra akan membuka teleponnya dan masuk ke ruangannya sendiri serta menutup pintunya rapat-rapat.

Mungkin Hetty sedang menghubungi. Mungkin mereka sedang mengahadapi tahapan paling berat yaitu bersatu lagi. Entahlah. Arum tak tahu dan juga tak mau tahu. Sudah cukup sakit hatinya untuk sebuah cinta tak tersampai, terpenjara berada dalam tempat yang sama bersama pria yang dia kagumi. Bisa melihat setiap hari, tetapi tidak bisa memiliki.

Pagi ini ada hal yang tak biasa. Karena Arum datang lebih awal. Tepat saat Yusra berjalan gontai menuju toko setelah dari parkiran.

"Tumben Rum," sapanya canggung.

"Iya. Bangun pagi banget, nggak tau musti ngapain. Akhirnya ya mending ke tempat kerja aja," Arum beralasan yang memang seratus persen benar.

"Tahu gitu tadi aku samperin kamu. Coba kalau kamu telepon aku," kata Yusra menyesalkan.

"Nggak kepikiran," jawab Arum enteng. Setelah beberapa minggu perang dingin, rasanya memang aneh terpaksa bertemu seperti ini.

Setelah berada di dalam toko, Arum pun menuju ke ruangannya seperti biasa untuk meletakkan barang bawaannya. Sebelum dia menuju ke dapur untuk mencari kopi dan cemilan yang ada.

"Kamu sudah sarapan belum, Rum?" tanya Yusra yang tahu-tahu muncul di ambang pintu ruangannya.

Arum mendongak dengan terkejut. Setelah sekian lama mereka tidak menikmati rutinitas ini, ditanya tentang sarapan membuat Arum benar-benar surprise. "Ehm, belum sih. Rencananya habis ini mau ambil di belakang," jawab Arum.

"Aku pengen bikin sesuatu nih," kata Yusra tiba-tiba. "Aku dapet kiriman dari temenku yang jadi sous chef itu bahan dasar mushroom sauce yang lumayan banyak."

Kata 'teman' sudah cukup sensitif di telinga Arum. Karena Arum menduga Hetty ini seorang chef juga. Dan bisa jadi yang memberi mushroom sauce adalah Hetty.

"Temenku kebetulan sedang mempertimbangkan untuk pindah ke kota ini. Dia sedang melamar pekerjaan di hotel yang ada di jalan Adi Sucipto itu," Yusra melanjutkan.

Jangan Hetty! Jangan Hetty! Jangan ngomongin Hetty!

"Temenku kan memang berencana juga memboyong anak istrinya ke sini, karena hidup di Surabaya sudah terlalu berat. Lebih nyaman di kota kecil, asal ada pekerjaan."

Alhamdulillah! Rasanya Arum ingin segera sujud syukur karena Yusra tidak sedang membicarakan Hetty. "Trus saus jamurnya mau dibikin apa Mas?" tanya Arum.

Yusra merengut sebal. Salah satu kebiasaan Arum adalah mengindonesiakan semua istilah yang diucapkan Yusra dalam Bahasa asing dengan susah payah. Namun dengan entengnya Arum langsung menyebutkan terjemahannya. Alasannya sih sederhana. Kalau ada padanan kata dalam Bahasa lokal, ngapain capek-capek menyebutnya dalam istilah asing? Sedangkan bagi Yusra, sudah menjadi kebiasaan untuk menyebutnya sesuai bahasa asli, untuk mengingat dari mana berasal.

"Mushrom sauce, Rum," koreksi Yusra. "Enaknya sih buat steak."

"Jiah, pagi-pagi makan panggang-panggangan. Ogah!" tolak Arum. "Bikin apa kek gitu. Mumpung masih setengah tujuh," kata Arum. Kemudian dia seperti teringat sesuatu. "Oh ya Mas, kemarin tuh aku nyicipin produk barumu enak banget deh. Roti yang dari multi grain kemarin tuh."

Patissier & Chocolatier (TAMAT)Where stories live. Discover now