#4 A day with You

Start from the beginning
                                    

"Eh, Adam! Kamu apa kabar?" tanya seorang wanita paruh baya pada Adam. Ia adalah Ibuku.

"Alhamdulillah, Tante. Kabar Adam baik. Kalo tante gimana?" ucap Adam seraya tersenyum tulus.

"Kabar tante juga baik kok, alhamdulillah."

Obrolan antara Adam dan Ibuku pun terus berlanjut hingga terdengar gelak tawa.

"Apa yang tengah mereka bicarakan?" batinku bertanya-tanya.

Aku mengintip dari balik dinding seraya mengamati Adam dan Ibuku. Ya, aku sudah selesai mandi dan sedikit bersolek. Aku tak begitu suka berdandan, tapi bagaimanapun juga aku harus belajar untuk suamiku kelak. Meskipun sederhana, tapi insyaa Allah dapat bahagia karena membahagiakan hati si dia yang masih jadi rahasia Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

"Bu, aku mau keluar dulu, ya sama Adam?" tuturku seraya menghampiri sahabat kecilku dan bidadari tak bersayapku.

"Ya udah, hati-hati ya. Ibu titip Haura sama kamu, Dam. Jagain dia," pesan Ibuku seraya menepuk-nepuk pundak Adam.

"Siap, Tante...."

"Assalamu'alaikum?"

"Wa'alaikumussalam warohmatulloh."

Adam menaiki motor vixion-nya lalu memberikan sebuah helm berwarna putih padaku. "Nih pake."

Aku pun memakai helm itu dan menaiki motorcycle-nya Adam yang sudah terparkir di tepi jalan raya yang berada di samping rumahku.

"Udah gak?" tanya Adam.

"Udah."

"Ya udah turun."

"Hah? Turun?"

"Iya, kan kata loe udah." Adam menahan tawanya seraya melirik ke arahku.

"Apa-apaan sih loe? Kirain gue udah pake helm, Dam."

"Nggak, nggak. Gue becanda kok, Lea... Yuk kita caw," ucapnya diselingi gelak tawa yang terdengar renyah. Kemudian, ia menyalakan mesin motor gedenya itu.

"Yap. Tapi, loe mau ajak gue ke mana sih, Dam?" tanyaku seraya menaruh kedua tanganku pada punggung Adam, sahabat kecilku.

"Udah, gak usah bawel. Nanti juga loe bakal tahu kok." Adam mulai melajukan motornya dengan kecepatan sedang. "Lea, loe masih keukeuh sama prinsip loe itu?" Ia memulai pembicaraan lagi dengan topik lain dan itu tentang aku. Ia memang suka begitu. Kalau lagi otw pake motor, ia suka ngedongeng tentang apa pun. But, sering kali sih tentang pengalamannya sendiri yang tak terhitung. Ya, actually ia lah yang lebih terbuka padaku. Terbukti dengan curhatan-curhatannya yang entah sudah yang ke sekian kalinya. Aku tak ingat.

'Menurut kisah di novel-novel yang sering kubaca, itu artinya ia nyaman untuk curhat sama loe. Dan, membuat kenyamanan itu ternyata gak segampang loe ngegombalin si doi lho. Butuh waktu yang cukup lama, mungkin aja sangat lama untuk membuat si dia nyaman sama kita. So, buat loe yang udah berhasil bikin dia nyaman, jangan pernah loe sia-siain dia. Pun, jangan sampai loe acuhin dia. Sebab, sekali dia dicuekin sama orang yang ia percaya, hancurlah kenyamanannya itu.'

Langit-langit benakku malah dihinggapi oleh cerita-cerita fiksi yang sering kubaca. Dan, aku tak sadar bahwa sedari tadi aku membungkam dan tak menjawab pertanyaan dari Adam, sahabatku.

"Lea? Loe lagi mikirin apa sih? Mikirin gue ya?" seloroh pria bertubuh jangkung itu. Senyuman pun terukir indah di wajahnya yang berkulit putih. Dia adalah satu-satunya sahabatku yang berlainan jenis dengank. He is boy. Dan, bagiku dia adalah prince ice sekaligus prince charming-ku.

"Apa? Mikirin loe? Ya nggak lah, masa iya gue mikirin loe, Tong!" elakku seraya menatap punggung Adam. "Gue lagi mikirin project novel sama puisi gue kali," lanjutku seraya mengedarkan pandanganku ke arah jejalanan di Bandung yang hampir seperti kota metropolitan, Jakarta. Kini kota kembang tak lagi seperti dulu dan macet bukanlah hal yang galib lagi di sini, apalagi di pusat kota.

Jomblo Until Akad #KyFa (REPOST)Where stories live. Discover now