#4 A day with You

600 32 0
                                    

Tok tok tok!

Pria beralis tebal itu mengetuk pintu rumahku. "Assalamu'alaikum?" Karena tak ada yang menyahut, ia pun mengetuk pintu sekali lagi.

"Iya, sebentar!" sahutku dari dalam rumah.

Krek!

Pintu pun terbuka. Dan, hal yang pertama kulihat saat itu adalah senyuman manis yang terukir di bibir tipis pria beralis tebal itu. Aku agak terperangah akan kehadirannya.

"Wa'alaikumussalam...," jawabku.

"Eh! Ngapain loe pagi-pagi gini udah dateng ke rumah gue?" sambungku dengan nada kesal. Bukan karena aku tak suka, tapi karena ini terkesan aneh saja. Setelah hampir tiga tahun ia menghilang begitu saja dan kini ia mulai melakoni lagi rutinitas lamanya. Ya, ia memang sering datang ke rumahku pagi-pagi sekali. Sebab, dulu aku dan dia berangkat ke sekolah sama-sama. Dan, itu sudah menjadi kebiasaanku dengannya.

"Gapapa kali, Lea... Gue kan sahabat loe. O, iya, gue juga mau ngajak loe jalan-jalan," kata pria beralis tebal itu seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket yang ia kenakan. Ia juga memakai syal di lehernya. Tak biasanya seperti itu.

Mungkin karena udara di Bandung yang benar-benar dingin. Atau mungkin karena ada alasan lain yang tak pernah ia nyatakan padaku.

"Jalan-jalan ke mana?" Mata sipitku berbinar-binar. Lesung di kedua pipiku pun jadi tampak jelas karena aku tersenyum.

Ya, aku sudah tidak kesal lagi pada pria beralis tebal itu. Karena, aku sangat suka travelling. Dulu saat aku masih belajar di bangku SMP dan SMA, aku adalah anak pramuka. Aku hampir tak pernah absen jika ada ekskul itu. Tak heran jika sekarang aku berjiwa petualang dan suka sekali pada alam dan semua tentang penjelajahan.

"I reckon... nature is a simple thing that could make me happy just some seconds. And, it is a greatest creation of Allah that I cannot lied," pikirku seraya tercenung. Aku pun mengkhayal jika aku tengah berada di Mt. Dieng yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Mungkin aku akan menjadi orang yang paling bahagia sedunia. Sebab, aku sangatlah ingin mendaki gunung itu dan melihat keindahan yang terhampar di sana.

"Di sekitaran Bandung sih, but pasti loe suka. Gue jamin deh loe pasti suka dan betah berlama-lama di sana."

"Hmmm, iya dah iyeee, Adam Ahmad Fauzan. Awas aja ya kalo loe bohong dan malah ngajak gue ke empang," ancamku seraya meremas-remas jari-jemariku.

"Ya kali gue ngajakin loe ke emang. Kagak lah, Lea... Udah, gih mandi dulu biar wangi."

"Yeee, gue mah gak bau kali...."

"Hmmm, iya deh iya. Btw, gue gak disuruh masuk nih," sindir Adam seraya melihat ke bagian dalam rumahku.

"Ya udah sok aja masuk. I am going to shawa o abimasu ne," ucapku seraya berlalu dari hadapan Adam.

"Huuu! Sok bule ama jepun loe!" cibir Adam seraya geleng-geleng kepala. Tapi, sebenarnya ia merasa senang karena ia bisa melihat keceriaan yang terpancar di wajahku lagi.

"Biarin!" seruku dari dalam kamar.

"Kenapa loe gak berubah, Ra, setelah apa yang gue lakuin sama loe?" Adam membatin seraya duduk di sofa. Ia menatap ke arah buku album foto yang ia ambil dari bawah meja. Ia mengelus-elus potret diriku saat masih kecil. Sesekali, pria bertubuh jangkung dan beralis tebal itu tampak tersenyum simpul saat melihat-lihat isi buku itu. Namun, seketika tatapannya berubah menjadi sendu. Langit di hatinya pun merupa menjadi mendung.

'Thanks, Dam. Loe udah ngajarin gue banyak hal---termasuk jatuh cinta sekaligus terluka."

Adam membaca kata-kata itu yang terselip di balik foto. Pada kertas seukuran origami itu, ia melihat ada namanya yang tertulis di bagian bawahnya. "Jadi, selama ini Haura suka sama gue?" tanyanya dalam hati seraya menatap tak percaya. Spontan, ia langsung menutup album foto itu saat mendengar suara langkah kaki seseorang.

Jomblo Until Akad #KyFa (REPOST)Where stories live. Discover now