f o u r

19.9K 2.5K 52
                                    

Aku melihat wajah bingung Gritany. Sudah dua kali aku bertemu dengannya dan menurutku sama sekali tidak ada perubahan pada Gritany. Sebagai tutornya aku merasa ada yang salah denganku. Aku sudah mengajarkan cara yang sesuai dengan gurunya, cara yang berbeda bahkan cara bodoh alias cara mudah tapi tetap saja anak itu sulit memahami seperti pasrah dengan keadaannya.

Aku mulai berpikir, apa yang mengganggunya sehingga ia tidak fokus belajar? Karena menurutku di dunia ini tidak ada orang bodoh, yang ada hanya orang malas. Tetapi keinginan untuk bisa dan semangat belajar itu penting. Entah mengapa aku jadi merasa bersyukur memiliki Al yang pandai.

"Kamu lupa? Kemarin Miss sudah ajarkan kan?" tanyaku.

Gritany mengangguk, "Tapi lupa lagi."

Aku menghela napas kasar, "Kamu kenapa selalu nggak konsen? Nggak ngerti sama yang Miss jelaskan atau kamu nggak suka sama Miss? Ngaruh loh."

Kali ini Gritany menggeleng cepat, "Aku suka sama Miss. Suka banget malah, beda cara ngajarnya. Kemarin aku bisa pas Miss jelasin, tapi hari ini lupa lagi. Apa emang aku beneran bodoh ya?"

Aku mengerutkan kening, "Siapa yang pernah bilang kamu bodoh?"

Gritany menghela napas, ia melihat kearah jendela yang terlihat kolam renang di rumah ini. "Ada, aku suka sama dia Miss tapi dia bilang aku bodoh."

"Ah masa sih ada yang sekejam itu?"

Gritany mengangguk keras sampai melihat kearahku, "Beneran Miss. Malah ya, dia bilang gini. Cewek itu ya kalau cantik, kaya pasti bodoh. Sedangkan, kalau pinter, muka biasa aja pasti nggak kaya. Lagian cewek cantik Cuma mikirin penampilankan? Nggak pernah mikirin nilai. Ya itu lo! Dia bilang gitu Miss."

Aku bergedik ngeri. Kejam sekali laki-laki yang Gritany suka. Terlalu jujur.

"Terus kamu jawab apa?"

Gritany berubah menjadi lesu, lalu menggeleng pelan "Aku Cuma diem aja. Emang aku sebodoh itu? Kayanya nggak deh."

Aku mengelus rambut panjang dan halus milik Gritany, "Justru itu, kamu buktiin dong. Kalau kamu paket lengkap. Udah cantik, pinter dan kaya. Buktiin kalau ucapan dia salah dan bikin dia nyesel ngomong gitu." Ucapku lagi.

Gritany tersenyum semangat, "Aku bisa? Beneran?"

Aku mengangguk, "Pasti bisa. Asal kamu mau usaha."

"Iya, iya aku mau usaha. Miss bantu aku ya? Hemm, kalau bisa lesnya setiap hari jangan seminggu tiga kali. Gimana?"

Aku mengerjapkan mata, setiap hari? Yang bener aja? Tapi aku tersenyum, seminggu tiga kali bertemu denganku saja membuatnya ingin muntah, apalagi setiap hari. Aku hanya tersenyum saja menjawab pertanyaannya.

ބ

Ternyata Gritany sungguh serius. Sudah hampir dua minggu aku mengajarinya dan banyak perubahan yang terjadi. Meskipun tidak terlalu terlihat tetapi nilai Gritany sudah di atas KKM sekolah.

Hari ini, Pak Reeve minta agar aku mengajari Gritany di kantornya. Karena Gritany langsung ke kantor dan tidak pulang ke rumah. Aku mengemudikan mobilku mencari alamat yang diberikan oleh Pak Reeve.

Setelah berada di depan kantor tersebut, aku melihat keatas gedung tersebut, sangat tinggi dan dilapisi kaca.

Aku masuk ke dalam kantor tersebut dan bertanya pada resepsionis dimana letak ruangan Pak Reeve. Awalnya wajah resepsionis sangat sinis melihatku entah kenapa tetapi ketika aku mendengar suara Gritany memanggilku wajah resepsionis itu berubah. Dasar penjilat!

"Ayo, kita naik. Belajar di ruangan om aja katanya."

Aku berjalan berdampingan dengan Gritany dan ketika berada di dalam lift aku bertanya pada Gritany, "Memangnya nggak ganggu? Tumben belajar disini?"

EccedentesiastWhere stories live. Discover now