Bab 2

1.9K 247 1
                                    

    "Wizzy, kenapa kau belum berangkat?" Tanya ibu yang melihatku masih duduk di ruang tamu sambil memainkan ponsel.

     "Aku menunggu Steve menjemputku, Bu" jawabku sepenuhnya berbohong. Karena aku sudah mengirim pesan kepada Steve agar tidak menjemputku hari ini.

     "Aneh, tidak biasanya Steve telat menjemputmu. Atau kau ingin berangkat bersama kami?"

     "Tidak apa-apa bu, aku menunggu Steve saja. Lagipula aku sedang tidak buru-buru hari ini"

     "Kalau begitu ibu pergi dulu ya" aku menyalami tangan ibu dan Lizzy menyalami punggung tanganku. Lalu ibu mencium ubun-ubunku.

    "Hati-hati bu! Hati-hati Lizzy! " seruku seraya melihat kepergian mobil ibu dari daun pintu.

   Sekiranya mobil itu telah jauh dari rumah, barulah aku cepat-cepat meraih kunci mobil dan tas ranselku yang berukuran sedang dengan warna abu-abu tua.

   Aku mengunci pintu lalu membuka garasi dan menyalakan mesin mobilku. Aku juga memiliki kendaraan sendiri, jadi aku tidak perlu selalu merepotkan Steve. Meskipun dia pacarku, tapi bukan berarti dia adalah pesuruhku bukan?

   Aku mengendarai mobil sedanku yang berwarna silver ini dengan kecepatan normal. Ya, aku tau karena ibu akan mengantar Lizzy  ke sekolah terlebih dahulu, selepas itu baru akan menuju markas Agen-nya.

   Seperti apa yang telah aku rencanakan kemarin malam. Aku akan menyelidiki misi apa yang akan ibu jalani. Memikirkan hal ini membuatku tidak tentu tidur semalam, hingga kantung mataku menghitam.

   Tidak butuh waktu lama untuk sampai di tempat ibu bekerja. Lebih tepatnya 'Markas Pusat Agen Mata-Mata Kota'. Gedung ini terletak di Barat Kota, dekat dengan sekolahku yang dulu. Bangunan ini baru dibangun dan baru diresmikan sekitar tiga minggu yang lalu. Yaa, bangunan dengan 12 lantai ini yang mampu membuat ibuku sering pulang larut malam.

   Akan tetapi, markas agen mata-mata yang terletak di kebun belakang sekolahku masih tetap digunakan. Bahkan ada beberapa orang yang bergiliran untuk piket berjaga disana. Hanya saja, tempat itu dipakai pada saat keadaan darurat. Dan semoga tempat itu tidak akan pernah terpakai kembali.

   Aku memarkirkan mobilku di basement lantai 3. Dan menaiki lift untuk pergi ke ruangan ibu yang berada di lantai 7. Semua orang yang bekerja disini, sudah tahu siapa aku, jadi mereka tidak perlu repot-repot memeriksaku di pintu masuk.

   Pintu lift terbuka. Keadaan di lantai ini sepi. Bahkan lebih sepi dari keadaan di kuburan. Aku berjalan perlahan menuju ruangan ibu. Dan berusaha agar jangan sampai dentuman suara langkah kaki ku pun terdengar. Karena niatku kemari hanyalah untuk menguping segala sesuatu mengenai misi pemulihan yang akan ibu jalani.

   Saat sampai di depan ruangan ibu, aku mengintip dari sebilah jendela yang ada di pintu masuknya. Apakah ada ibu atau tidak di dalam sana? Ternyata tidak. Apa mungkin ibu belum sampai kemari? Atau terjebak macet? Tapi tadi saja aku tidak terjebak macet. Jadi aku yakin ibu pasti sudah sampai duluan sebelum aku.

   Aku masuk ke ruangan ibu dengan mengendap-ngendap seperti maling. Ya, maling di ruangan kerja ibunya sendiri. Mungkin itu terdengar sedikit lucu.
 
   Aku mengecek setiap file dan beberapa surat-surat tugas ibu di setiap lemari. Tapi tidak kutemukan satu kertas pun yang berkaitan dengan 'misi pemulihan'. Karena sudah lelah membongkar berkas-berkas ibu, akhirnya aku keluar ruangan dan berjalan menuju lift dengan arah yang berlawanan dari arah aku datang.

     "Aku tidak mengerti mengapa dari sekian banyak agen yang berada di markas ini, akulah orang yang diutus? Padahal aku sudah tua, dan aku tidak lebih hebat dari agen-agen mata-mata lainnya" ujar seseorang yang sukses membuat langkahku terhenti. Sebab, aku yakin itu adalah suara ibu yang sedang berbicara dengan seseorang.

Mission RejuvenateUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum