Satu

22 1 0
                                    

sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri
(QS. Ar-Radu : 11)

****

"Kamu yakin nak, mau pergi ke Jakarta?" Tanya wanita paruh baya terhadap laki-laki yang ada di depannya.

"Iya Bu, habis mau bagaimana lagi, mau kuliah juga nggak ada biaya, mendingan tabungan Ibu buat Airi saja."

"Tapi kamu tidak punya siapa-siapa disana nak?"

"Ibu tenang saja, aku yakin bisa dapat pekerjaan disana."

Ibunya hanya diam, dia tidak tega melepas anak laki-lakinya ke Jakarta. Ibu mana pun pasti akan merasakan hal tersebut, apalagi di sana tidak ada kerabat satu pun.

"Ibu percaya sama aku."
Bayu mencoba meyakinkan ibunya.

"Lagipula masih ada Airi yang akan menemani Ibu. Tapi jangan bilang-bilang Airi ya, kalau aku pergi. Nanti dia nangis lagi, kan orangnya cengeng."

Ibunya hanya tersenyum kecil, anak-anaknya meskipun saling ejek satu sama lain. Tapi mereka sebenarnya sangat sayang dan perhatian.

"Baiklah, ibu tidak akan melarang. Tapi ingat jangan lupa untuk puasa dan laksanakan Sholat. Kamu itu udah besar, tapi Sholat masih bolong-bolong."

Bayu meringis kecil, ya dia akui dia bukanlah lelaki yang taat beragama.

"Siap Bu, nanti Arwien laksanakan nasihat Ibu, yang penting mohon do'anya agar lancar di sana."

Dia sendiri pun sebenarnya tak yakin dengan keputusannya. Ia sama sekali tidak pernah pergi jauh dari rumah, sejauh-jauhnya hanya sampai kota Yogyakarta yang berjarak 60 Km dari kotanya. Namun ini Jakarta, jaraknya hampir 573 Km. Bagaimana nanti dia di sana? Di tempat asing tanpa ada satu orang pun yang ia kenal.

"Sudah pamit sama Adikmu?"

Pertanyaan itu membuatnya membeku. Ia tidak tega jika harus pamit dengan adiknya. Melihat raut wajah sendu itu membuatnya ikut sedih.

"Belum Bu, Nanti saja kalau mau berangkat. Lagipula Airi kan Sedang Ujian takutnya nanti ganggu. Anak itu nggak bisa kepikiran banyak-banyak bisa jatuh sakit dia."

Sang Ibu hanya bisa menghela napas, mau tak mau ia akan melepaskan anak sulungnya untuk pergi.

"Kamu sudah dapat tempat tinggal kan Nak disana?" tanyanya penuh khawatir.

Bayu meringis kecil, sebenarnya dia sudah ada tempat tinggal. Itu pun menumpang temannya yang kenal dari aplikasi Facebook. Namun hanya berupa kos sederhana di lingkungan kumuh.

"Sudah Bu, Ibu tenang Aja, Bayu sudah besar kok, jangan khawatir, aku akan baik-baik saja disana."

"Namanya seorang Ibu pasti berat melepas anaknya Le, suatu saat kamu juga mengalaminya, masih ingat jelas dulu kamu Ibu gendong, Ibu ajari berjalan sekarang sudah sebesar ini."

"Haha,iyalah Bu kan dikasih makan setiap hari, gimana nggak besar," Balasnya dengan tawa. Ia sengaja tertawa agar ibunya tidak sedih lagi.

Senyuman memang tercetak jelas di bibir ibunya, hanya saja mata itu penuh dengan sendu dan kesedihan.

"Sepertinya keputusanmu sudah bulat ya Nak, Ibu nggak bisa berbuat apa-apa, yang penting jangan lupa untuk kabari Ibu."

"Siap Ibu, makasih ya Bu sudah mendidik Bayu selama ini, dan maafkan Bayu belum bisa membahagiakan Ibu," ujarnya penuh sesal, ia kemudian memeluk ibunya dengan erat.

Sang Ibu tidak bisa membendung air matanya. Mungkin ini saatnya anak elang berkelana ke lautan. Dan sang Induk hanya bisa melepaskan dan mendo'akan.

Let Me Go HomeWhere stories live. Discover now