CHORD 7: TITIK EMBUN

46 3 16
                                    

    Bayang-bayang romantisme Kenzo semalam pupussekali hapus dengan kenyataan Fuzi yang berdiri di dekat pagar rumah Kalvin. Takperlu interogasi serius, membuang waktu. Karena pada akhirnya, memang begitulah kenyataannya. Bahkan, melihat Fuzi yang begitu tulus melapisi roti dengan selai cokelat di meja makan itu, semakin merasa tak perlu untuk menanyakannya.

    Manis duduk sejenak, meneguk segelas air putih.Memandangi Fuzi yang sedang menyatukan dua roti di tangannya. Saling merekat berkat selai di tengahnya. Fuzi menaruhnya tepat di depan kakaknya kemudian kembali lagi ke tempat duduknya. Melihat Fuzi yang belum berkata sedikitpun, membuat dirinya sedikit bersalah. Terlalu berlebihan untuk mendiamkan Fuzi yang baru berumur tujuh tahun itu. Dia masih anak-anak dan Manis harus mengesampingkan egonya.

     Fuzi mengolesi roti baru lagi dengan selai cokelat. Merekatkan satu sama lain kemudian menguyahnya hingga terbawa melewati kerongkongan. Biarkan masalah pencernaan menjadi urusan perutnya. Yang menjadi urusannya adalah menyelesaikan kejadian semalam, tanpa harus ditutup-tutupi.

"Apa kakak sudah baikan?" pertanyaan terlontar tanpa menatap Manis, malah sibuk meneguk segelas susunya.

"Sudah," egonya masih sulit menghilang.

Fuzi percaya jawaban itu dan merasa tak perlu lagi membahas kaki kakaknya yangterkilir. Terkilir di kamar mandi Restoran saat pergi bersama Kenzo. Kenzolah sumber informasinya sebelum pergi semalam.

     Pembahasan selanjutnya sedikit sulit. Sekalipun Fuzi masih anak SD, tapi dia masih mencoba menata dulu kalimatnya. Lebih tepatnya, menata hati agar Manis tak semarah yang di pikirannya.

"Kak, apa Kak Manis tidak suka dengan tindakan Fuzi semalam?"

"Ya."

"Kenapa?"

Manis tak bisa menjawab secepat sebelumnya.

"Kak Kalvin hanya masakin Fuzi makanan bergizi dan bagus untuk kesehatan tubuh. Bukan melakukan kejahatan yang membahayakan Fuzi. Apanya yang Kak Manis tidak suka?"

Ego yang ingin dikesampingkan tak jadi usai.

"Apa yang bikin Kak Manis tidak suka sama Kak Kalvin? Kak Kalvin baik dan perhatian," terus saja Fuzi menghajarnya dengan pujian-pujian terhadap Kalvin.

"Pokoknya kakak tidak suka."

"Kata guru PKN Fuzi, kita harus rukun dengan semua orang."

Cukup menjengkelkan, namun dia harus bisa mengontrol emosinya.

     Fuzi mengunyah kembali rotinya. Meminum susu tanpa sisa dan melanjutkan kembali obrolan yang Manis kira telah usai.

"Kalau memang kakak tidak suka, mengapa kakak masih menyimpan foto itu?"

"Foto apa?"

"Foto bertiga. Kakak, Kak Kalvin, dan Kak Rama. Fuzi menemukannya di ujung rak novel kakak."

Mengapa di hari sepagi ini nama Rama muncul. Bagaimana bisa Fuzi mengetahuinya. KapanFuzi memperhatikan rak novel miliknya. Semua pertanyaan itu muncul silih berganti. Menyesakkan pikiran dan lagi-lagi harus berperang melawan ego.

    Tiba-tiba Manis mendongakkan kepala, menatap Fuzi, lalu tersenyum lebar menampakkan semua gigi depannya. Spontan membuat rangkaian kalimat Fuzi yang ingin dia lontarkan kalang kabut.

"Kakak sudah tidak marah lagi. Sebaiknya Fuzi segera berangkat ke sekolah sebelum terlambat. Sudah jam 06.45," kalimatnya penuh dengan senyuman di setiap pengucapannya.

Jam dinding memang menunjukkan jam segitu. Memang seharusnya dia berangkat kesekolah. Menggendong tasnya kemudian berpamitan pergi meninggalkan Manis dimeja makan. Mana peduli dia dengan perubahan drastis ekspresi kakaknya. Yangterpenting, kakaknya sudah tak semarah semalam. Pak Tejo juga ikut lega.

GUARANTEED FINGERS (Telah Terbit 2020)Where stories live. Discover now