Bab 2 - Membuat Nama

901 80 58
                                    

Untuk membeli komputer, aku menghubungi teman sekolahku yaitu Arif Kusno. Bisa dibilang dia satu-satunya temanku yang masih bisa diajak bepergian, bahkan setelah kami lulus SMA. Arif kuliah di jurusan IT sebuah universitas swasta di daerah Ciledug. Karena dia anak IT, aku percaya dia bisa mengajariku banyak hal tentang komputer.

Jujur, pada saat membeli komputer aku sama sekali tidak punya pengetahuan tentang komputer. Mencari huruf "A" di keyboard aja susah, apalagi untuk tahu tentang dunia internet. Aku hanya dengar dari si A, si B, dan seterusnya. Mereka bicara tentang situs Detik, Kapanlagi, Kafegaul, Plasa, dan Friendster. Kami membeli komputer rakitan di Mangga Dua. Penjualnya bilang bahwa spesifikasinya bagus. Sungguh, aku tidak mengerti apa yang dia bicarakan, tapi aku percaya saja. Lalu, aku memberinya uang empat juta dan kami menggotong-gotong kotak PC yang berat itu ke dalam bus.

Jam delapan malam kami sampai di kios Pondok Pinang.

Aku memesan mi ayam dari warung sebelah, sementara Arif mengeluarkan PC dan monitor dari dalam kardus. Mi ayam datang dan pertanyaan yang sama meluncur lagi dari sobatku ini. "Serius lo mau bikin kantor detektif?"

"Serius," ucapku mantap.

"Apa yang lo tahu tentang detektif?"

"Detektif itu, memecahkan sebuah kasus dan dibayar."

"Dan lo yakin, ada orang yang percaya sama lo dan mau membayar?"

"Pasti yakin lah! Kalau nggak yakin, nggak mungkin gue minjem kios ini dari kakek."

"Jadi mau lo namain apa ini kantor nanti?" Inilah pertanyaan yang paling menohok.

Sejujurnya, selama dua minggu ini aku tidak bisa tidur memikirkan namanya. Apa nama kantor detektif yang harus aku buat? Aku melakukan banyak eksperimen, mulai dari menggunakan namaku sendiri sampai dengan menggunakan huruf Yunani, tapi semuanya tak ada yang cocok.

Aku tahu nama sangatlah penting. Kinerja itu nomor sekian, tapi nama adalah segalanya. Nama adalah doa. Nama adalah mantra. Kata-kata ajaib yang akan menuntun perjalanan panjang kita menuju kesuksesan. Baiklah. Kini aku bicara seperti anggota MLM. Faktanya, aku bisa bicara seperti ini karena memang beberapa temanku terobsesi dengan MLM dan uang, uang, uang seperti kata Tuan Crab.

Kembali lagi aku terdiam nyaris dua menit. Namun, aku masih belum punya sebuah nama.

"Gimana kalau nama lo aja sendiri," ucap Arif. "Detektif Kurnia?"

"Nah, gue juga sempat memikirkan itu, di sebelah sana tapi sudah ada Kurnia juga. Tukang cukur rambut," tunjukku ke arah selatan. "Di sebelah sana ada Kurnia bengkel motor, lalu ada Kurnia toko kelontong, dan Kurnia lainnya."

Arif tertawa. "Nama lo pasaran sih Kun!" Tapi kemudian dia tersadar sesuatu. "Nah itu aja, Detektif Kun, gimana?"

Aku menggeleng. "Nggak, Kun kurang greget."

"Terus apa ide lo?"

"Hmm. Tadinya gue punya ide nama Ichigo, tapi gue pikir lagi, nama itu terlalu Jepang. Lagipula gue nggak punya hubungan apa-apa dengan Jepang. Kemudian gue kepikiran Leroux, keren seperti Detektif L atau musik rock itu, L'arc En Ciel. Tapi gue pikir lagi, nama itu terlalu Perancis dan gue nggak punya hubungan apa-apa dengan Perancis. Ngerti bahasanya aja nggak."

"Jadi lo gak punya ide sama sekali?"

"Ada satu ide sih. Kemarin gue kebetulan buka buku fisika, terus ada ini nih, huruf alfabet Yunani. Lo tahu kan, alpha, beta, gamma, dan seterusnya."

"Iya, tahu."

"Gue kepikiran satu nama yaitu Kappa."

"Kappa?"

Kiddo Detective AgencyWhere stories live. Discover now