~Epilog~

3.4K 286 22
                                        

Deru suara mesin mobil terdengar menepi di pekarangan sebuah rumah mungil nan sederhana. Sang pemilik rumah, yakni nyonya Jung, sudah hafal betul suara mobil siapa yang datang. Ia yang tengah memetik beberapa kuntum mawar di halaman depan rumahnya cepat-cepat membalikkan badan.

Dia sedang kesal pada Yunho karena tidak diperbolehkan pergi ke Seoul. Jadi ketika tahu Yunho pulang, ia akan pura-pura marah pada putranya tersebut.

Kaki-kaki jenjang itu turun dari mobil. Yunho tersenyum pada orang di sebelahnya.

"Umma pasti sedang merajuk. Itu kebiasaannya jika aku tidak mengijinkankannya melakukan sesuatu." Bisiknya pada tuan Jung.

Sang ayah balas tersenyum, meski matanya mulai mengembun. Menatap penuh kerinduan pada sosok yang sedang berdiri membelakanginya itu. Langkahnya begitu pelan, nyaris tanpa suara.

Ketika jarak mereka hanya tersisa kurang dari satu meter, tanpa sengaja ia menginjak sehelai daun kering sehingga menimbulkan bunyi krosak yang membuat nyonya Jung menghentikan kegiatannya mengguntingi daun-daun dari batang mawar yang ia petik.

"Jangan peluk umma! Umma sedang marah padamu." Ucap nyonya Jung tanpa menoleh. Dia hafal betul kebiasaan putranya yang akan meminta maaf sambil memeluknya.

Tuan Jung menggigit bibirnya sendiri membayangkan wajah cemberut sang istri. Tangannya terulur, menyentuh pelan lengan yeoja di hadapannya. Namun segera ditepis dengan cepat.

"Issh, jangan mencoba merayu umma! Kau ini semakin hari semakin nakal dan susah diatur. Kau bukan lagi baby Yunnie umma yang manis. Bahkan kau tidak memperbolehkan umma ke Seoul dengan alasan berbahaya. Padahal disana kau sendiri setiap hari dalam bahaya. Kau tidak tahu, disini setiap detik umma mengkhawatirkanmu." Cerocos nyonya Jung dengan nada merajuk, kesal, namun juga terselip kesedihan.

"Jangan marah pada baby Yunnie-mu. Dia rela menantang bahaya demi menyelamatkan ayahnya. Seharusnya kau bangga padanya, sayang." Sahut tuan Jung pelan dan lembut.

Nyonya Jung membeku. Suara itu... Suara seseorang yang menjadi belahan jiwanya. Yang tak mungkin ia lupa meski sudah terlalu lama ia tak mendengarnya. Untuk beberapa saat ia tak mempercayai pendengarannya sendiri. Sampai akhirnya ia menoleh untuk memastikan.

Dan di detik itu, gunting serta bunga mawar di tangannya berjatuhan ke tanah. Nyaris tak percaya kala matanya bertemu pandang dengan tatapan dan senyum teduh milik suaminya. Bibirnya bahkan tak sanggup mengucapkan sepatahpun kata.

"Aku sangat merindukanmu..." Lirih tuan Jung seraya meraih jemari sang istri, mengecupnya penuh cinta.

Airmata nyonya Jung jatuh berderai tak terbendung lagi. Demi Tuhan, ini terlalu nyata jika ia menganggapnya mimpi. Seseorang yang ia pikir telah tiada, kini berdiri di hadapannya. Masih tampan seperti yang terakhir kali ia lihat. Hanya saja, kini wajah itu menampakkan garis-garis kerutan samar yang menandakan pertambahan usia, dan berapa lama mereka tak berjumpa.

Nyonya Jung menubruk dada suaminya, menumpahkan seluruh tangisnya disana. Keduanya berpelukan dalam luapan rindu yang mengharu biru. Takdir telah menunjukkan bahwa keajaiban itu ada bagi orang-orang yang setia menitipkan seluruh cintanya dalam setiap doa.

 Takdir telah menunjukkan bahwa keajaiban itu ada bagi orang-orang yang setia menitipkan seluruh cintanya dalam setiap doa

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.
3D Место, где живут истории. Откройте их для себя