Begining

2 1 0
                                    

Ddrrtt... Ddrrtt...

Eh..

Entah bagaimana handphone mungil jadulku bisa masuk kedalam kantong jaketku, dan tunggu, kenapa aku memakai jaket ini. Ini adalah pertanyaan untuk nanti, fokus Vaery!

Aku menatap layar handphone itu, dan menemukan nama...

Opsir Frey

Alan? Kenapa ia menelfonku? Pentingkah?

"Ya, Alan ada apa?"

"Demi Tuhan dimanakau!?!" bentaknya dari sana.

"A..aku di luar, mau pulang. K..kenapa?" gugupku. Tentu saja gugup, seorang polisi sedang memarahiku sekarang!

"Kuharap kau belum jauh, Gleam! Kembalilah!"

Dan sebelum kukatakan apapun, ia memutus sambungan. Ada apa ini? Segera saja aku berlari menuju rumah sakit tadi. Ini belum pernah terjadi sebelumnya, mungkinkah perbedaan ini hal yang baik? Kuharap!

Nafasku masih memburu saat kusampai di lorong ICU yang sama, dan tepat saat itu dari ruangan yang berbeda keluar Alan tergesa-gesa menghampiriku. Ia mencengkram lenganku kuat, rintih kecilku tak ia hiraukan, ia terus menarikku entah kemana sampai pada sebuah lorong sepi. Super sepi, entahlah.. Seperti antah berantah menurutku.

"Aku percaya padamu, Vaery!!" bentaknya sesaat setelah kami sampai dan ia mengurungku dengan kedua tangannya. Dapat kulihat wajahnya yang sangat marah, alisnya yang bertautan, juga rahangnya yang keras menahan emosi.

"A..apa maksudm..mu?"

"Vaery! Apa kau yang melakukannya?" suaranya menahan amarah membuatku gemetar ngeri.

Tapi apa?! Aku? Oh Ya Tuhan! Dosa apakah hambamu ini! Kenapa ia bisa berfikir jika itu adalah aku. Aku yang melakukan percobaan pembunuhan! Aku?! Bahkan aku tak mengenal semua korban, bagaimana bisa aku membunuh mereka!

"Vaery! Jujurlah.."

"Tentu saja tidak, Alan. Mana mungkin aku! Aku saja tak mengenal mereka semua!" Kami sempat berdiam sejenak dengan posisi seperti itu, membuat orang yang melewati lorong itu berfikir macam-macam.

Kemudian, tatapannya kembali lembut, menatapku penuh rasa bersalah, tapi tak membiarkanku pergi, ia justru menarik tubuhku dalam dekapannya, memelukku erat. Ya, semenjak kejadian itu, aku merasakan sifat seorang pelindung dan penyayang padanya, seperti seorang kakak. Oh, Nick! Aku merindukanmu.

Tanpa disadari, aku membalas pelukannya. Kami berpelukan sekitar 30 detik sebelum kumendorongnya.

"Orang tadi, Theo, masih ingat?" korban tadi, yup! Aku ingat, kuanggukan kepalaku. "Ia masih hidup, untung saja kau cepat. Tadi ia sempat kritis, tetapi daya juangnya masih sangat besar. Jadi, setelah dokter memeriksanya dan memindahkannya ke ruangan lain, aku mewawancarainya tentang orang yang melakukan ini semua padanya"

"Dia menjawab aku pelakunya?"

"Tidak, tidak secara langsung. Ia menjawab seorang gadis berambut pirang, berleher dan berkaki jenjang, dan memakai jubah hitam"

"Dan kau langsung berfikir itu aku?"

Maksudku, ayolah! Itu bisa siapa saja. Didunia ini, gadis berambut pirang terang bukan hanya aku. Dan jubah hitam, aku benci  jubah hitam, lagipula aku hanya punya jubah "jedi" coklat dirumah.

"Aku tahu itu bisa siapa saja, tapi ia mengatakan satu hal lagi. Ia bilang gadis itu bermata hazel saat cahaya menyinari matanya, dan cokelat saat biasa"

Hhmm, ya.. Aku bermata cokelat, tapi mustahil itu aku!

Aku memandang kearahnya, memastikan kebenaran yang ada, dan memang hanya itu yang ada disana. Ya tuhan!

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 23, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sweet Sorrow Song : Vaery GleamWhere stories live. Discover now