Part Dua

937 130 23
                                    

"Kit kau Bisa diam tidak?" gurutu Singto pada Krist yang sejak tadi tak henti-henti menceritkan tentang gadis barunya.

"Ai sing Kau belum kenal dia sih, dia itu..."

"Cantik,lembut, baik hati, perhatian, pinter tidak membosankan. " potong Singto dengan cepat "Kau sudah berkali-kali mengatakan itu tak perlu diulang-ulang!" tandas Singto sambil merebahkan tubuhnya menatap langit-langit kamarnya.

"Kau belum mengenal dia saja, kalo sudah kenal pasti kau juga akan jatuh cinta," Krist mencoba promosi.

"Aku sedang penasaran dengan seseorang Kit," Singto menerawang mengingat wajah Chimon kembali. Ya dia penasaran dengan pria itu mengapa dia begitu berani menjalin hubungan dengan sesama pria dan bagaimana caranya memgutarakan perasaannya pertama kali. Mungkin saja dia bisa menirunya.

"Auu,siapa? aku mengenalnya?" mendadak Krist bersemangat, sejak dia kenal dengan Singto belum pernah sahabatnya ini penasaran dengan orang lain.

Singto menggeleng.

"Kenalkan padaku Sing," tuntut Krist. Dia menatap wajah singto dengan ekspresi ingin tau.

"Untuk apa? Bisa-bisa kau merebutnya. " seloroh Singto dengan mimik lucu membuat Krist mendengus kesal. Biar saja Krist mengira yang sedang dibicarakannya adalah seorang gadis. Membuat Krist penasaran itu menyenangkan.

"Aku bukan pagar makan tanaman Ai Sing!" Singto tertawa tak berniat menjawab.

"Jadi kapan mau dikenalin? aku penasaran gadis seperti apa yang meruntuhkanmu?" Krist sepertinya benar-benar  penasaran dengan gadis yang mampu menaklukkanSingto.

"Nanti saja kalau aku dan dia sudah jadi kekasih."

"Ah...kau tak asyik Sing, padahal tiap kali aku dekat dengan seseorang aku selalu mengenalkannya padamu." Krist memajukan bibirnya kesal. Dan itu tentu saja membuat Singto semakin tertawa. "Dan lagi kau kan tak berpengalaman Sing, kenalkan padaku dan aku akan membantumu mendekatinya." Krist masih usaha dengan bujuk rayunya.

"aku akan berusaha sendiri!" Krist menatap penuh rasa ingin tau namun sedetik kemudian dia menarik napas lelah.

"Ceritakan bagaimana orangnya," Krist merebahkan tubuhnya di sisi Singto.

"Rahasia!"

"Ahhh... apa-apa rahasia, jangan-jangan gadis itu hanya karanganmu saja." Tebakan Krist separuh benar memang gadis itu hanya karangan singto karena sesungguhnya dia bukan gadis tapi pria.

"Apa yang membuatmu penasaran padanya?" sepertinya Krist belum benar-benar menyerah

"Jalan yang dia pilih. sepertinya jalan kami hampir sama Kit, menemukan seseorang di jalan yang sama rasanya seperti kau tidak sendirian!"

"Memang jalan apa yang dia pilih?"

"Rahasia."

Krist memutar matannya. Dia lama-lama bosan sendiri dengan obrolan yang penuh rahasia tak berujung ini. Dia bangkit dari tempat tidur  dan memyambar jacketnya yang ada di sandaran kursi. "Lebih baik aku pulang, kau menjengkelkan Sing."

***

Singto menunggu Chimon di kedai tempat mereka berjanji lewat line siang tadi, sejak pertemuan di lapangan tenis itu mereka sudah bertukar no hp dan id line masing-masing. Dan beberapa kali bertukar pesan hingga memutuskan berjanji bertemu menghabiskan hari berasama. Chimon mulai menganggapnya teman.

"Sudah lama menunggu?" sapanya seraya duduk di sebelah Singto. Yang ditanya hanya menggeleng memamerkan senyuman termanisnya.

"Kita mau kemana?" Singto membayar minuman yang tadi dipesan saat menunggu kedatangan Chimon

"Kepantai saja Aku rindu bau laut," Singto menangkap perubahan wajah Chimon yang tiba-tiba sendu, dia tak bertanya hanya berjalan menuju motornya.

Chimon berlari ke arah batu besar begitu mereka tiba di pantai, dia memanggil Singto seraya menunjukkan sesuatu "Lihat ini.. ukiran namaku dengannya, dulu kami berjanji akan kembali lagi kesini bersama-sama, " katanya dengan senyuman tulus. Singto hanya diam tak berniat menjawab.

"Hhm...ukiran ini masih bertahan. Tapi hubungan kami sudah berakhir. Pandangannya kosong. tangannya mengelus lembut batu itu.

"Hanya di pantai ini aku bisa merasakan kenyamanan membayangkannya ada disini, merasakan hembusan napasnya, merasakan pelukkannya yang hangat saat angin laut mulai terasa dingin. Di pantai ini untuk pertama kali dia mengatakan cinta, di pantai ini untuk pertama kali dia menciumku dan di pantai ini dia berhasil meyakinkanku aku untuk memilihnya.

Entah kenapa justru bayangan Krist berkelebat di kepala Singto, bagaimana jika dia menyatakan perasaannya pada Krist di pantai ini apa dia akan marah? Bagaimana jika dia Memeluk Krist dari belakang? menyesap aroma tubuh Krist dengan menempelkan hidungnya di leher putih pria manis itu. Bagaimana jika dia menempelkan bibirnya di bibir Krist lalu mengigit bibir bagian bawahnya sambil menghisapnya pelan-pelan. Memikirkannya saja membuat Singto tersenyum geli. Hatinya menghangat dan sakit dalam waktu yang bersamaan.

Sementara di sebelahmya nada putus asa semakin kental terasa di setiap kalimat Chimon tapi Singto justru sibuk dengan khayalan tak jelasnya hingga dia tidak memiliki waktu walau sekedar memberi kata-kata penghiburan untuk Chimon.

Mereka terdiam cukup lama sibuk dengan pikiran masing-masing.

Chimon yang semakin galau dan Singto yang semakin mesum.

"Sing kau pernah menyukai seseorang?" Singto mengangguk pasti

"Lalu apa kau mengejarnya?"

"Dia sukanya gadis seksi."

Chimon mengangkat kepalanya, berjengit kaget "Kau menyukai pria?" Singto mengganguk. Chimon menarik napas "Itu tidak mudah, sudah pernah mencoba menyatakan perasaan padanya?" Singto menggeleng.

"Kau takut dia menolakmu?"

"Lebih dari itu, aku takut dia meninggalkanku." Semakin lama aku semakin fasih menggunakan topeng persahabatan.

"Bagaimana jika ternyata dia memyambut perasaanmu?" Singto tertawa, itu mustahil. Dia mengenal Krist sebaik dia mengenal dirinya sendiri, dia yakin 100% tidak ada yg terlewatkan dari pengamatannya. Dia tak pernah sekali pun gugup didpannya, tak pernah ragu memeluknya, mencium pipinya, menindihnya di atas tempat tidur. Jika dia memiliki perasaan lebih maka tidak akan pernah semudah itu dia melakukan contact fisik tanpa malu.

"Tak masalah dia jadi kekasih atau sahahabat asal dia masih dalam jangkauanku, masih bisa aku lihat setiap hari itu sudah cukup.

Chimon tertawa mengejek, "Itu tak akan pernah cukup, kau hanya mencoba menghibur dirimu sendiri. Kau harus berani meraihnya ke pelukanmu atau kau berani melepasnya kepelukan orang lain."

Singto menghela napas, selama ini tak ada yang benar-benar memgambil Krist darinya meski banyak gadis yang dia kencani tetap saja Singto adalah prioritas Krist. Apa dia berani jika suatu saat dia bukan lagi preriotasnya? Jika suatu saat bukan dia orang pertama yang dicari saat Krist terlibat masalah? Bukan dia orang yang selalu direcokin saat Krist menginginkan sesuatu? Singto mengusap wajahnya perlahan.

"Kau harus memilih Sing, berjuang meraihnya atau meninggalkannya dari sekarang. Jangan menyiksa hatimu terlalu lama."

Singto diam tak menjawab, Chimon ikut diam menatap langit yang mulai berubah Jingga. Dua anak manusia duduk di tepi pantai saat senja tapi tak menikmati keindahannya. Dua orang yang sedang sibuk dengan pikiran masing-masing, sibuk menata hati masing-masing. Satu orang yang telah ditinggalkan dan seorang lagi yang berfikir untuk mulai meninggalkan. Mungkinkah mereka bisa saling menyembuhkan dengan saling menopang?

***BERSAMBUNG***

Finding YouWhere stories live. Discover now