Golden 1

861 125 39
                                    

Sejak semula, rumah besar itu memberikan kesan yang angker kepadaku. Yang ku maksud angker bukanlah dalam arti kata ada makhluk halus atau semacamnya yang ikut menghuni rumah besar itu.

Keangkeran yang kurasakan adalah keangkeran dalam arti berwibawa, mengandung suasana segan atau mungkin juga rasa takut untuk berbuat sesuka hati di dalamnya.

Dan sudah sejak semula pula rumah besar itu sulit kurasakan sebagai rumah yang sebenar-benar rumah di mana orang akan tinggal dengan nyaman.

Maka diam-diam rumah besar yang angker itu kunamakan Golden Palace. Istana Emas.

Kukatakan seperti itu karena ukurannya yang sangat besar jika dilihat dari sudut pandangku. Dan kusebut emas karena semua yang terdapat dalam rumah itu serba mewah dan gemerlapan.

Tentu saja itu sesuai pandanganku, yang terbiasa dengan kehidupan sederhana bersama orang tua dan saudara-saudaraku.

Kami hidup di bawah atap rumah yang sedang-sedang saja besarnya. Dan tak ada satupun barang mewah didalamnya. Namun walau demikian, semua yang ada dalam rumah kami memberi kesan 'tempat tinggal' yang menghangati hati kami semua. Sesuatu hal yang tidak kurasakan dalam istana emas ini.

Kalau bukan karena sahabatku, barang kali aku tidak akan bisa melihat istana itu sampai ke sudut-sudutnya.

Kim Kibum, sahabatku memintaku untuk datang menghabiskan cuti tahunanku ke kota tempat tinggalnya, dalam istana emasnya.

"Aku kesepian Gyu.." pesannya, "Datanglah dan berliburlah di rumahku. Aku rindu kebersamaan kita."

Kedengerannya mustahil. Dalam pernikahan yang baru berjalan beberapa bulan saja ia mengatakan kesepian.

Padahal apa yang kurang padanya?

Aku dengar suaminya amat kaya. Nam Woohyun, suami Kibum merupakan ahli waris satu-satunya Nam Corp, perusahaan yang paling berpengaruh di Seoul bahkan mungkin di negeri ini.

Pernikahannya dengan Kibum telah diatur oleh kedua belah pihak sejak mereka remaja. Mulanya aku agak heran menyaksikan ketenangan sahabatku menghadapi pernikahan yang bukan atas kehendaknya sendiri itu.

Tetapi lama-lama aku dapat memakluminya setelah berulang kali Kibum mengatakan tidak perduli tentang masalah cinta.

"Aku dan Woohyun lebih suka melihat realistis. Selama kami bergaul, kulihat ia seseorang yang bertanggung jawab, dewasa bahkan amat dewasa dibanding dengan usianya, serius, dan tenang dalam bertindak. Ditambah dengan ketampanannya, kurasa dengan mudah aku akan jatuh cinta dengannya jika aku sudah menjadi istrinya."

Dan segera setelah kuliah kami selesai, Kibum langsung disibukkan persiapan pernikahannya. Sedangkan aku sibuk mencari pekerjaan.

Namun pada saat pesta pernikahannya berlangsung aku tidak dapat datang, karena tidak mendapatkan cuti dari kantor baruku.

Oleh karena itu, kini aku datang, setelah berulang kali ia meminta dalam pesan-pesannya.

Pertama kali bertemu kembali dengan Kibum, aku segera melihat bahwa ia memang tampak tidak bahagia. Memang kini penampilannya dan gerak geriknya sungguh berbeda, amat sempurna.

Ya, aku memang sudah menduganya, Kibum sudah bercerita bahwa ia harus menuruti semua keinginan suaminya. Walaupun sebenarnya ia tak suka, seperti diriku, ia seseorang yang tidak suka terikat oleh peraturan yang menghilangkan kebebasan. Tetapi ia melakukannya, demi menyenangkan suami.

Namun aku bisa melihat jelas Kibum telah kehilangan jati dirinya. Ia bisa terbuka hanya di depanku. Itu membuatku sungguh prihatin. Karena sampai umurku seperempat abad lebih ini, aku selalu menyaksikan pernikahan yang harmonis dari orang tua maupun kakakku.

Golden PalaceWhere stories live. Discover now