Golden 10

630 134 197
                                    

Aku dan Woohyun memang tidak pernah terlihat mesra. Tetapi sejak peristiwa ia membanting pintu malam itu, sikapnya semakin dingin kepadaku. Keadaan itu membuatku tertekan.

Terkadang kulihat Woohyun menatapku dengan sinis. Kalau saja tidak ada Myungsoo yang suka bergurau, mungkin perang dingin antara diriku dengan Woohyun akan tertangkap orang lain dan jadi bahan gunjingan.

Bahkan sampai tinggal dua hari lagi jamuan makan malam itu terlaksana, aku masih belum memesan hidangan itu dan memilih pakaian mana yang akan kukenakan nanti. Aku terlalu malas untuk memikirkannya.

Hingga malam itu Woohyun masuk kekamarku, ketika aku sedang sibuk dengan handphoneku.

Tanpa basa basi ia langsung mengutarakan tujuannya ke kamarku.

"Aku ingin tahu apakah kau sudah memesan masakan untuk undangan makan malam nanti?"

"Belum" jawabku singkat.

Woohyun menatap bingung!

"Wae? Kita hanya tinggal punya waktu dua hari saja!"

"Jangan khawatir! Selama aku masih memiliki tangan lengkap, kau tidak perlu cemas!"

"Maksudmu?"

"Maksudku, aku akan memasak sendiri kalau memang terpaksa."

"Kau bisa memasak?" Tanya heran

"Kau yang berpindidikan tinggi dan setiap hari bekerja tidak mungkin bisa."

"Memangnya tidak ada hari libur, tidak ada sabtu minggu, dan aku selalu diajarkan oleh Eomma untuk selalu mandiri."

"Sepertinya Eommamu telah memikirkan juga bahwa seorang istri itu wajib memanjakan suami lewat masakan juga"

"Nde, karena menurutnya masakan buatan sendiri lebih nikmat daripada masakan dari luar."

"Jadi menurutmu untuk undangan nanti kita tidak perlu memesan dari luar?"

"Kalau memungkinkan kenapa tidak?"

Woohyun melipat kedua tangannya melintang diatas dada.

"Jangan mengambil resiko, Gyu. Aku tak pernah melihatmu memasak selama ini."

"Itu karena belum ada kesempatan saja. Aku masih harus berlajar untuk menyesuaikan diri dengan seluruh isi rumah dan kebiasaan yang ada!"

"Kata-katamu menggambarkan bahwa kau hanya mencari alasan untuk menyalahkan keadaan rumah dan segala isinya. Sudah hampir dua bulan kita menjadi suami istri. Kurasa sudah cukup waktu untuk memberimu kesempatan buat beradaptasi dengan lingkungan barumu ini" sahut Woohyun setengah menggerutu.

Sebetulnya kata-kata Woohyun itu ada benarnya. Aku memang tidak begitu suka tinggal dalam Istana Emas ini. Gedungnya terlalu luas. Dan terlalu banyak pelayan yang melebihi anggota keluarga dalam rumah ini. Memang untuk merawat gedung seperti Istana Emas ini diperlukan tenaga-tenaga khusus. Ada yang merawat tanaman. Ada yang menyiapkan makanan. Ada yang merapikan kamar tidur. Pendek kata semua itu memberikan rasa asing dalam diriku terhadap Istana Emas yang seharusnya menjadi milikku. Tapi aku hanya merasa jadi penonton saja, tidak ikut bertanggung jawab atas segala kegiatan yang terjadi.

Dan aku memang tidak memiliki kesempatan juga untuk melakukannya, karena aku harus selalu 'siap' mendampingi Woohyun kemanapun.

Aku yang terbiasa hidup bebas, menjadi istri seorang Nam Woohyun membuatku sangat merasa tertekan. Oleh karena itu, untuk mengurangi rasa itu, aku memilih menentangnya. Dan rupanya Woohyun sudah menyadarinya.

"Jangan berpikiran yang tidak-tidak! Kalau kau ingin memesan masakan dari luar, silakan saja!"

"Tetapi kau juga harus ikut membicarakannya. Masakan apa saja yang harus dipesan nanti!"

Golden PalaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang