[Part XII] Adicandra

Start from the beginning
                                        

Mahendra menanyakan kesiapan Intan dan gadis itu mengangguk perlahan. Lelaki itu merasakan kegembiraan saat perasaan yang telah lama menggebu dalam hatinya terwujud dan terlihat melalui mata jasmaninya. Keindahan Intan melebihi bayangannya, Mahendra perlahan menikmati kembali kehangatan tubuh Intan, kali ini dibaringkannya tubuh gadis itu di bawah tubuhnya. Mengarahkan kedua tangan gadis itu mengurai kain yang melilit pinggang kukuhnya, pandangan Intan terpaling saat sekilas menatap inti tubuh Mahendra. Wajar gadis itu tersipu dan berpaling malu. Tangan Mahendra turun ke bawah dan Intan menggigit bibirnya tatkala jemari halus pria itu mulai menggoda bagian paling rahasia pada pusat tubuhnya. Membuka satu per satu kelopak mawar yang tadinya masih berupa kuncup. Gadis itu menggeliat dan Mahendra menikmati gelisah desahan Intan dari bibirnya yang merah merona, terkadang gadis itu mendesis dan menggigit bibir bawahnya, matanya terkatup hingga lentik bulu matanya menjadi semakin melengkung menutup kedua bola matanya yang indah, bentuk mata saat gadis itu memejamkan mata laksana kelopak padma yang murni.

"Bli, ja...jangan siksa tiang lagi....tiang mohon..."

Mahendra menatap wajah istrinya, mata yang terpejam membuat gadis itu tampak rapuh.

"Tiang akan melakukannya perlahan..." bisik Mahendra. Dia mulai menikmati kehangatan surgawi saat perlahan menyatukan tubuhnya dengan tubuh perawan Intan, sangat sulit tentu saja, dia tak ingin menyakiti istrinya yang masih belia, tapi dia terlanjur menikmati candu surgawi yang mengharuskannya menambahkan dosisnya. Tubuh Intan menggelinjang belum mau menerima tubuh Mahendra.

"Sa...sakit...bli..."

Mahendra hampir tak tega melihat butiran airmata menetes menuruni pipi mulus istrinya. Dikecupnya aliran airmata itu sepenuh hati dan berbisik supaya Intan bersabar. Tapi, karena gadis itu belum berpengalaman, gerakannya yang gelisah justru semakin mengunci Mahendra hingga lelaki itu menggertakkan gigi menahan gelombang dahsyat yang menerpanya. Tidak, dia harus bersabar beberapa saat lagi.

Cukup sulit juga menembus batasan Intan, gadis itu mendesah kesakitan hingga tak menyadari kuku jemari tangannya melukai punggung Mahendra. Kakinya yang indah menggelinjang dan memporak porandakan tatanan kelopak bunga yang menghias ranjang. Hingga akhirnya Mahendra berhasil mengoyak selaput dara gadis itu dan membuat mata Intan yang semula terkatup menjadi terbelalak, bibir Intan mengeluarkan desah tertahan dan membentuk huruf O. Mahendra tidak akan melupakan moment itu, diberikannya senyum terbaiknya saat melihat wajah Intan yang berpeluh dan begitu indah, tubuh gadis itu sempurna dalam pelukannya dan Mahendra mulai bergerak perlahan, menyesuaikan diri hingga Intan tidak terlalu kesakitan baru menambah ritme kecepatan pergerakannya.

Saat merasa puncak hasrat tak lagi bisa dikendalikan olehnya, Mahendra melepaskan pengendalian dari hasrat dan membiarkannya mengalir, deras, memasuki tubuh Intan, menyebabkan gadis itu merasakan kenikmatan dunia yang mengguncangkan jiwa dan raganya. Tuntas sudah mereka saling memberi dan menerima. Intan bukan lagi mimpi-mimpinya, sekarang gadis itu telah menjadi bagian dari dirinya. Dengan kesenangan yang didapatnya dari keindahan Intan yang dinikmati olehnya, Mahendra merasakan kebahagiaan yang tak terhingga. Membuatnya terasa tak mampu melepaskan Intan dari pelukannya, mereka saling bertatapan dan Mahendra menghadiahkan ciuman panas yang indah ke bibir istrinya sebagai ungkapan rasa terimakasih. Pelepasan bibir Mahendra pada ciuman itu juga menandai pelepasan penyatuan tubuhnya dengan Intan. Gadis itu mengernyit merasakan ngilu pada pusat tubuhnya, membuat lelaki itu tersenyum dan menjauhkan tubuhnya, membaringkannya di sisi istrinya yang terlentang kelelahan. Dengan penuh kasih, Mahendra membalik tubuh Intan yang lunglai karena perbuatannya, menjadi menghadapnya dan mereka saling berpelukan.

"Kau sangat indah, Dayu, terimakasih untuk hadiah terindah yang tiang pernah terima...." Mahendra mengecup dahi Intan dan gadis itu tersenyum malu-malu. Disembunyikannya wajahnya yang jelita dalam dada bidang Mahendra. Lelaki itu menyelimuti tubuh telanjang mereka berdua dengan selimut sutra yang berada di atas kepalanya.

"Tidurlah Dayu...maaf karena tiang menyakitimu..."

Intan tak mampu berkata-kata membalas ucapan Mahendra. Dia terlalu bahagia, malam ini terasa sempurna walaupun cukup menyakitkan, dia tidak memahami bagaimana rasa sakit yang mengoyak tubuhnya justru menimbulkan keindahan. Kepedihan dan rasa sakit ternyata bisa menimbulkan percikan hasrat yang sempurna. Intan tak mengerti, tapi dia belajar memahami. Keanehan inilah yang dinamakan manusia sebagai cinta...

---

Mahendra membuka mata tatkala indra pendengarannya mendengar kokok ayam jago bersahutan membelah udara pagi. Koleksi ayam hutan dan bekisar peninggalan kakeknya memang memberikan suasana khas pagi hari di Griya. Tidak sesunyi pagi di Vila Kendra Kenanga.

Wanita dalam pelukannya hanya menggeliat ringan tatkala Mahendra perlahan melepas pelukannya. Wajah ayu itu terlihat indah walau agak lelah karena percintaan mereka semalam. Mahendra baru menyadari, ternyata darah yang tertumpah di ranjang tak hanya satu atau dua tetes. Bercak kemerahan yang menghiasi ranjang ternyata cukup banyak, bahkan saat Mahendra menyingkap selimut sutera yang membungkus tubuh istrinya, tampak darah kering menempel di paha mulus istrinya. Pantas Intan sampai menangis semalam, padahal Mahendra sudah berusaha mengendalikan diri sebaik mungkin. Intan menggeliat perlahan, mungkin karena hawa dingin yang merambati kulit telanjangnya. Mahendra cepat-cepat menyelimuti kembali tubuh istrinya lalu perlahan turun dari ranjang. Dia akan keluar dan membersihkan diri lalu meminta pelayan menyiapkan jamu dan makanan untuk memulihkan kondisi tubuh Intan.


Intan_PadmiWhere stories live. Discover now