"Bli percaya tiang?"
Mahendra mengendurkan pelukannya dan tersenyum.
"Tentu saja, karena malam itupun nama yang diucapkan bibir Dayu hanya nama tiang...berapa 'Mahendra' yang Dayu kenal? Tiang senang, ternyata hanya tiang yang merajai hati Dayu, rayuan Dayu malam itu tertuju pada tiang, bukan nama pria lain..."
Lelaki itu mengamati wajah Intan dengan puas, rona kemerahan di pipi Intan sudah menjelaskan betapa malunya gadis itu ditelanjangi perasaannya.
"Ampurayang..."
Mendengar permintaan maaf Intan, Mahendra merasa menjadi lelaki paling beruntung di dunia. Dengan sigap dibopongnya tubuh gadis itu dengan ringan. Intan memekik kaget seperti Sinta yang diculik Rahwana.
Malu-malu tangan gadis itu melingkari leher Mahendra. Lelaki itu berjalan tegap melangkahkan kaki memasuki Bale Dauh yang telah dihias dengan kain-kain merah dan keemasan.
Pintu jati lebar yang sudah terbuka mempermudah Mahendra membawa gadisnya masuk ke peraduannya. Kamar yang ditempatinya saat dia bajang dan ditinggalkannya bertahun-tahun ternyata terawat dengan sempurna. Hanya saja ranjang di dalamnya telah diganti menjadi lebih luas dan besar, juga perabotnya bertambah, terdapat kaca rias dan kursi jati panjang untuk bersantai. Suasananya bukan lagi kamar pemuda tapi lelaki dewasa. Dinding yang terbuat dari kayu jati kokoh terhias dengan ukiran halus bunga dan burung, setiap sudutnya menggambarkan detail keindahan khas pulau Dewata. Beberapa lukisan khas yang menggambarkan keindahan panorama pedesaan Bali buatan Raka, pamannya yang telah meninggal juga menghiasi beberapa bagian dinding.
Setelah meletakkan Intan di ranjang berlapis kain putih dan bertabur aneka bunga yang membentuk lingkaran pelangi yang indah, Mahendra beranjak menutup pintu Bale Dauh. Sekarang, hanya ada dirinya dan Intan di dalam peraduan. Saat dia berbalik, Intan sudah tidak lagi dalam kondisi berbaring, gadis itu malah duduk dengan gugup di tepi ranjang.
Mahendra mengernyit. Jangan bilang Intan akan menolak melakukannya malam ini karena sedang datang bulan.
"Ada apa Dayu?"
Intan memandang Mahendra dengan gugup.
"Mmm....tiang hanya merasa haus..." gadis itu meraih gelas berisi susu yang tersedia di meja jati di sebelah ranjang dan meneguknya.
"Itu....seharusnya minuman yang disajikan istri untuk suaminya..." kata Mahendra pelan. Intan hampir tersedak dan menyisakan separuh isi gelasnya. Mahendra meraih gelas dari tangan Intan dan meminumnya.
"Kenapa tiang sampai lupa semua yang harus tiang lakukan malam ini?" gadis itu menepuk dahinya. "Apa yang harus kita lakukan? Segelas susu itu, lalu doa..."
Mahendra merapalkan doa untuk kesejahteraan dan memandang istrinya.
"Sudah....sekarang tinggal tugas tiang membuat peta..."
"Peta?"
Mahendra tersenyum dan memperlihatkan kedua telapak tangannya yang lentik dan indah. Kukuh tapi bersih. Kuku-kukunya terpotong rapi dan aroma cendana langsung menyentuh indera penciuman Intan.
"Membuat peta dengan kedua tangan tiang di tubuh Dayu, awal pertama ini tiang harus mengenali tiap Amusti tubuh Dayu...."
Setiap inci tubuhnya? Nafas Intan tercekat. Bahasa yang santun dibandingkan jika pria itu berkata akan menelanjangi Intan dan melihat keseluruhan tubuh gadis itu.
"Bli mungkin akan kecewa, seperti malam di hotel dulu, tiang masih utuh tak tersentuh karena tubuh tiang bagai tubuh kanak-kanak, tidak memiliki pinggul indah seperti Kadek Devi dan tubuh bersisi seperti Rukmini..." Intan berkata lirih dan Mahendra terkejut, kaget dengan keluhan Intan tentang....
ESTÁS LEYENDO
Intan_Padmi
RomanceIntan Prameswari : Lelaki yang kucintai tidak mungkin tergapai, dia bagai raja dari para raja sementara aku hanyalah pelayan bodoh yang berkhayal dia melihatku sekali saja. Ida Bagus Agung Putu Mahendra : Wanita yang kucintai adalah kemustahilan. Ta...
[Part XII] Adicandra
Comenzar desde el principio
