Jantung Intan berdebar kencang saat melihat lelaki itu berdiri dari kursi jati yang didudukinya dan melangkahkan kaki turun, menghampirinya...
Mahendra hanya bisa menatap lurus ke arah si jelita yang menari dengan sepenuh jiwa di hadapannya, setiap gerakan gadis itu bagai magnet yang melepaskan pelindung kesabarannya satu per satu. Baru kali ini Mahendra merasa ditelanjangi dalam arus hasrat yang memabukkan.
Masih ingatkah dia dengan gerakan tari? Ah, sepertinya tanpa mengingat, nanti tubuhnya akan bergerak sendiri menyelaraskan dengan gerakan sang dewi yang menjadi pasangan hidupnya itu. Hyang Widhi telah memberkatinya dengan pernikahan yang didukung doa para kerabat, permohonan yang terpanjat pada sang kuasa untuk kebahagiaan pernikahan sakral mereka, membuat hati Mahendra akhirnya tega, untuk membuka hadiahnya. Keutuhan Intan memang begitu indah, sehingga kewajiban Mahendra untuk mengoyaknya sebenarnya menjadikan hal itu sebagai beban, hanya saja, setiap marga atau jalan yang telah dilalui secara sempurna menuju batasan yang harus dilanggar, tak lagi dianggap sebagai dosa, tapi sebaliknya. Penyatuan mereka telah dirahmati semesta alam dan keturunannya akan dinanti sebagai pewaris utama Griya Ardhana.
Mahendra mendekati Intan dan menyelaraskan kekekaran tubuhnya melingkupi kerampingan gadis itu. Dari satu sisi, cahaya purnama memperjelas semburat kemerahan di pipi gadis itu. Tapi Mahendra berusaha untuk tidak menyentuh tubuh Intan dalam setiap gerakan, hanya mengimbangi dan menggoda tanpa menyentuh. Seperti tarian Siwa dan Parwati. Berdampingan, tanpa bersentuhan, tetapi membakar. Bunyi gamelan mulai mengendur perlahan dan akhirnya berhenti sama sekali, menghentikan tarian sepasang kekasih di bawah purnama dan mereka berhadapan saling berpandangan mata. Mahendra menunduk ke bawah dan Intan menengadah ke atas.
Senyum Mahendra berkembang dan wajah Intan terasa panas.
Senyum yang diliputi kebijakan bagai Wisnu saat menatap Laksmi.
"Wajah Dayu lebih indah dari purnama, bolehkah tiang mendapatkan kepercayaan untuk menjaga Dayu seutuhnya malam ini?"
Hati perempuan mana yang tidak tersentuh dengan permintaan yang sopan dari pria yang menjadi mimpi-mimpinya selama ini? Kalau saja tidak mengingat sopan santun, tentu Intan sudah memeluk tubuh Mahendra. Mahendranya! Sekarang lelaki itu telah resmi menjadi miliknya, bukan?
"Kenapa diam Dayu? Tidak adakah anggukan sebagai sekedar jawaban?"
Intan menunduk menatap ke lantai batu di bawah kakinya.
"Tiang masih merasa belum pantas, Bli. Apakah tiang mampu menjadi pemelihara di Griya Ardhana?"
Mahendra mengulurkan tangan dan menengadahkan dagu Intan, menatapnya dengan seksama.
"Dayu lebih dari pantas untuk mendampingi tiang..." jawab Mahendra.
Intan hanya bisa memandang, wajah Mahendra yang rupawan semakin mendekati wajahnya, tubuhnya terasa lunglai saat akhirnya pria itu mengecup bibirnya dengan perlahan dan mulai memperdalam ciumannya. Untung tangan kanan Mahendra menyangga pinggang ramping Intan sehingga gadis itu tidak terpuruk jatuh. Merasakan Intan hanya diam dan tak membalas ciumannya, Mahendra berhenti dan menatap Intan dengan pandangan bertanya-tanya.
"Kenapa diam, Dayu? Bukanlah malam di hotel dulu, Dayu mampu merayu tiang dengan ciuman yang memabukkan?"
Mata Intan mengerjap, tak percaya dengan kata-kata Mahendra.
"Itu...itu...tiang tak bermaksud demikian, tiang tidak pernah terfikir bisa berbuat sedemikian kotor, Bli. Percayalah, tiang belum pernah melakukannya dengan pria lain, mungkin karena tiang mabuk dan..."
Mahendra memeluk Intan karena mata gadis itu mulai berkaca-kaca.
"Tentu, tentu tiang paham, Dayu. Karena minuman Dayu dicampur dengan obat yang tidak semestinya, sehingga Dayu berbuat demikian. Tapi tiang bersyukur, malam itu Hyang Widhi menuntun tiang untuk berada di sisi Dayu..."
YOU ARE READING
Intan_Padmi
RomanceIntan Prameswari : Lelaki yang kucintai tidak mungkin tergapai, dia bagai raja dari para raja sementara aku hanyalah pelayan bodoh yang berkhayal dia melihatku sekali saja. Ida Bagus Agung Putu Mahendra : Wanita yang kucintai adalah kemustahilan. Ta...
[Part XII] Adicandra
Start from the beginning
