"Bayu..."
Mata lelaki itu mengerjap. Ibunya memandanginya dengan heran.
"Kenapa wajahmu pucat begitu? Kau sakit?"
"Ti...tidak ibu, tiang baik-baik saja..."
Ayu Sawitri menepuk lengan putranya dengan sayang.
"Cari gadis seperti Intan untuk pasangan hidupmu Gus, wanita yang hanya memandang seorang pria saja dan menempatkannya menjadi raja dalam kehidupannya akan membuat kehidupanmu sempurna. Bagaimana kalau kau mulai mengikuti perjodohan? Putri Cokorda Raka Drana sepertinya jegeg dan luwes, jika ada waktu, kau bisa mengatur waktu pertemuanmu dengannya?"
Bayu tercengang. Ah, ibunya ini, tidak tahu kalau putranya sedang dalam masalah besar. Kepala Bayu tiba-tiba terasa pening. Kalau jabang bayi di kandungan Kirani itu anaknya, apakah dia akan terikat seumur hidup dengan wanita kotor itu? Walaupun Kirani dari keluarga terpandang dan memiliki banyak harta, tapi dia tak mampu membayangkan memiliki pendamping wanita egois seperti Galuh Kirani.
Tiba-tiba timbul ide di kepalanya.
"Ibu, usia tiang masih muda, belum seperempat abad, masih banyak yang tiang harus pelajari, bolehkan tiang belajar ke manca negara meneruskan kuliah tiang?"
"Bukankah kuliahmu belum selesai, Gus?"
Bayu meringis, sudah beberapa kali dia mundur semester karena berbagai alasan. "Kuliah di sini membosankan, ibu. Tiang ingin suasana baru di manca negara, pertimbangkan ibu, sementara perpindahan diurus, Bayu akan tinggal dengan Bli Raka Sidan di Australia, tiang juga memiliki beberapa teman disana..."
"Tapi..."
Bayu berdiri dan beranjak pergi.
"Tiang akan menghubungi Bli Raka mengabarkan hal ini ibu..."
Sawitri hanya menggeleng-gelengkan kepala heran.
---
Purnama menerangi malam dengan keindahannya yang sempurna.
Gadis berpakaian tari itu melangkahkan kaki dengan gugup di jalan setapak menuju Bale Dauh di bagian barat Griya.
Ratih dan Maharani yang memakai songket adat yang mendampinginya di belakang terkikik geli melihat keraguan sang putri melangkahkan kaki. Gamelan mulai terdengar lantang dari Bale Dangin. Gemerincing perhiasan di tubuh para gadis yang belum menikah samar terdengar. Para kerabat sedang melihat pertunjukan tari-tarian yang disajikan.
"Kenapa ragu? Bli tidak akan menggigitmu nanti..." Ratih menyenggol bahu Intan. "Majulah...kami hanya bisa mendampingimu sampai memasuki aling-aling, setelahnya kau harus masuk sendirian kesana..."
Ratih dan Maharani mulai menari dan Intan menghela nafas panjang, membuka gerakan halus dengan tangannya dan kakinya melangkah anggun. Sungguh kakinya gemetar tatkala memasuki tangga masuk pembatas Bale Dauh. Kamar Mahendra terletak di sana dan selama ini Intan belum pernah menginjakkan kakinya kesana. Penerangan alami dari bambu dan kayu yang dihias indah berkelip-kelip seolah memanggil Intan menghampiri belahan jiwanya.
Iringan gamelan yang lembut berubah rancak, Intan berharap dirinya tidak membuat kesalahan, tersandung batu atau terserimpet kain tarinya, misalnya, pasti akan sangat memalukan, walaupun yang melihatnya hanya satu orang.
Seseorang.
Dengan tatapan tajamnya yang tertuju lurus menghujam mata Intan hingga ke hati. Tubuh gadis itu merasa panas dingin ditatap sedemikian rupa. Tapi dia berusaha tetap anggun dan luwes melangkah dalam tariannya.
Gamelan di kejauhan berubah lembut. Intan menengadahkan tangan rampingnya dan bergerak seolah memancing purnama turun. Dia merasa malu menyusup kalbu, gerakan ini seolah bagai maheswari dari kahyangan yang menari menggoda pertapa. Gerakan itu ditujukan pada pengantin lelaki agar sudi menghampiri dan menyambut pengantin perempuan, meninggalkan singgasana dan turun ke halaman.
YOU ARE READING
Intan_Padmi
RomanceIntan Prameswari : Lelaki yang kucintai tidak mungkin tergapai, dia bagai raja dari para raja sementara aku hanyalah pelayan bodoh yang berkhayal dia melihatku sekali saja. Ida Bagus Agung Putu Mahendra : Wanita yang kucintai adalah kemustahilan. Ta...
[Part XII] Adicandra
Start from the beginning
