08. My First Kiss

353 16 0
                                    


"Walinya mana?" tanya dokter.
"Aku, dok." Hobee maju.
"Ini serius, orangtua pasien, mana?"
"Dia..gak mau orang lain tau, dok."

Dokter itu melengos, "Jjinjja..."
Lalu dokter itu menarik Hobee masuk ke ruangannya.

"Kau pikir ini lelucon, heh?!"
"Dia memang gak mau orang lain tau, dok. Apa sudah parah?"

Dokter itu menatap Hobee dan mendengus kasar.
"Dia harus segera operasi! Aku perlu persetujuan orangtuanya atau siapapun walinya! Ara?!"

"Dia sakit apa,dok?"
"Kanker payudara, sudah stadium 2. Penyebarannya cepat sekali. Ini harus segera diangkat. Kau bujuk dia, agar mau operasi." ungkap dokter itu sambil pergi meninggalkan Hobee yang mematung.

'Kanker payudara? Oh, jadi ini yang dipikirkannya selama ini? Ketakutannya... Apa dia berniat mencintai Jungkook sampai mati? Sampai kanker merenggut hidupnya? Sua...kau bodoh!'
.

.

.

Hobee datang ke ruanganku dengan langkah gontai. Dia menatapku.

"Andwe, Seok-ah! Dokter pasti menyuruhmu membujukku kan?" ujarku parau.

"Stadium 2, Sua! Kau main-main dengan nyawamu, hah?! Apa semua ini karena Jungkook? Kau ingin menderita seumur hidupmu? Minimalnya dia juga harus tau secara dia tunanganmu..." tandas Hobee.

Aku menggeleng,"Andwe. Biarlah dia dengan pikirannya. Seok-ah, cuma kau yang bisa kupercaya..."

"Mencintai dan setia itu apa gak ada perbedaannya?" gumam Hobee. Terdengar sinis.

"Seok-ah, bila kau memang udah gak tahan, pergilah. Aku gak apa-apa. Mianhe...aku gak bisa menjadi seperti yang kamu harapkan. Geurigo, gomabta Seok-ah..." papar Bora.

Untuk beberapa alasan aku merasa memang harus mengakhiri semua ini. Dibiarkan begitu saja, aku takut nanti akan mengakar dan akan sulit untuk menebasnya lagi.

.

.

Perasaanku untuk Hobee maupun Jungkook memang berbeda. Aku mendambakan Jungkook jadi kekasih lahir batinku. Sedang Hobee, aku menggantungkan harapan dan hidupku hanya karena Hobee yang mengerti akan diriku.

Terdengar egois memang. Tapi yah, itu yang kurasakan pada dua namja itu. Aku dapat merasakan getaran, debaran, hingga gelenyar aneh yang merayapi hatiku tatkala memandang laki-laki atletis dengan gigi kelincinya itu.

Tapi pada Hobee, ya padanya hatiku selalu merasa nyaman dan hangat pada saat bersamaan. Itulah, cinta gak kenal logika. Cinta hinggap dimanapun, pada siapapun yang ia suka. Karena cinta seseorang bisa berubah. Itu keyakinanku. Jungkook pun masih kuberikan kesempatan untuk berubah, bahkan gak berbatas!!

Heol!! Itulah aku. Entah ini cinta yang bodoh atau apa.

.

.

.

Setelah insiden pingsannya aku disekolah, dan tentang marahnya Hobee padaku, aku jadi merasa sendiri. Tapi untunglah itu gak lama. Hobee segera berbaikan denganku.

"Rasa sayangku mengalahkan egoku, Sua.." begitu katanya. Dan diapun akhirnya bisa menerima keputusanku.

"Tapi dengan syarat, gak ada yang kamu tutupi dan rahasiakan dariku lagi. Apalagi tentang sakitmu itu," ancamnya.

Aku mengangguk.
"Siapa yang sakit? Emang lo sakit apa?" tiba-tiba Jungkook ada dibelakang kami.

"Anemia, suatu yang biasa dan gak perlu dikuatirkan." sahutku.

W H I T E   L O V E (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang