Aku hanya menunduk memikirkan mimpi tadi, tanpa memperdulikan permintaan Gale tadi. Bukannya tidak berani untuk menceritakannya, hanya saja, aku sedikit bingung akan menceritakannya mulai darimana.
"Kalung yang cantik!"
Aku kembali terkejut dengan kata-kata Gale, membuatku mengangkat kepalaku, dan melihatnya yang sudah tersenyum tertarik.
"Huh? Apa?"
"Itu...kalungmu, kan?" tanyanya sambil menunjuk ke arah leherku. Aku mengikuti petunjuknya, dan kulihat liontin darah yang diselimuti es itu menggantung di leherku.
"Kau tahu, kalung itu cocok denganmu. Terlihat sangat berlawanan dengan dirimu saat ini. Kau yang sedikit tomboy, mengenakan sesuatu yang feminim. Terlihat seperti Cam, menurutku."
Gadis itu lagi.
"Ngomong-ngomong, apakah yang di dalamnya itu darah?" tanya Gale, membuatku menatapnya sejenak, dan mengangguk datar.
"Darah seorang asing." jawabku sebelum menimbulkan pertanyaan lain dari Gale.
Kami terdiam cukup lama setelah itu. Sebelum akhirnya pandangan kami teralihkan dengan suara pintu besi yang terbuka cukup keras di belakangku. Kulihat siapa yang datang di baliknya. Dua orang laki-laki. Yang satu berumur sekitar 2 tahun lebih muda dari yang satunya, sekitar seumuranku, mungkin?
Tatapanku bertemu dengan lelaki bermata biru tua itu, seakan dirinya menatapku dengan tajam karena suatu perbuatan kejahatan. Aku memasang wajah datarku untuk membalas tatapannya. Dan ketika tatapannya tidak beralih sedikit pun, segera kuletakkan sendok dan garpuku di nampan, menimbulkan suara yang mengejutkan Gale. Aku berdiri dan beranjak dari bangkuku.
"Aku ingin ke kamar mandi sebentar. Ingin menungguku disini atau di depan?" tanyaku dengan sedikit menekankan dua kata terakhirnya.
"Mungkin di depan. Lagipula, program Lix-mu akan dimulai sebentar lagi, dan tugasku adalah memastikan kau sampai tepat waktu. Bergegaslah! Aku akan menyusulmu sebentar lagi." ucapnya dengan mudahnya.
Aku segera beranjak dari bangkuku, menuju ke kamar mandi yang ada diluar ruangan makan. Kurasakan tatapan lelaki bermata biru tua itu mengikutiku, membuatku merasakan ketidak nyamanan yang datang darinya. Kupercepat langkahku, dan segera pergi keluar, menghindari tatapan tajam lelaki itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Aku menyalakan kran, mengalirkan air untuk mencuci tanganku.
Melihat aliran air itu, aku merasakan sesuatu yang sangat familier di tanganku. Aliran air ini membuatku merasakan kekuatanku semakin besar setiap detiknya. Kuangkat tanganku dan kukendalikan air yang mengalir itu. Ketika gumpalan air itu sudah terkumpul lumayan banyak, kumatikan kran air itu, dan mulai kukendalikan air itu dengan nyamannya.
Kuangkat tanganku, dan kugerakkan bolak-balik, membuat aliran air itu melayang memanjang, membentuk gerakan meliuk yang indah. Kusandarkan punggungku di dinding wastafel, menikmati pemandangan pengendalian itu. Kubiarkan itu terjadi selama beberapa saat, sebelum pintu kamar mandi terbuka, mengejutkanku. Kuhentikan pengendalianku, dan kubiarkan gumpalan air itu melayang di depanku.
Kulihat siapa yang datang dari pintu, membuatku mengernyit heran, sekaligus menegang karena terancam.
"Siapa yang memberitahumu bahwa semua kamar mandi itu sama?" tanyaku datar, mencoba membuatnya sadar dari lamunannya.
YOU ARE READING
MESS TROUBLE
Science Fiction"Kisah cinta bukan hanya soal rasa, tapi juga ada perjuangan, perbedaan, kesamaan, ekstremitas, dan kebuasan liar di dalamnya. Kisah cinta, adalah yang terbaik diantara yang terbaik." ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ R. N. K. P Hidupku yang selama ini kukira...
LIX ON PROGRAM (1)
Start from the beginning
