Sun : Days With You

129 9 16
                                    

Silahkan play audio untuk menambah kesan selama membaca ^-^

•●•●•●•●•●•

Hey

Apa kau pernah mendengar sebuah kalimat yang menyatakan bahwa hidup itu seperti piano?

Apa kau ingin mengetahuinya?

Biar kuberitahu, hidup itu seperti piano. Tuts putih melambangkan rasa senang, dan tuts hitam melambangkan rasa sedih. Namun, tuts hitam juga sebagian dari lagu bukan? Kesedihan sebagian dari hidup, 'kan? Tapi dengan nada sedih itu, lagu bisa menjadi lebih indah. Dengan kesedihan itu, di masa depan kelak, mungkin kamu akan menjadi yang lebih baik.

Percayakah kamu?

°○°○°○°○°○°○°○°○°○°○°○°○°○°○°

Ting

Suara nada agak nyaring yang melenceng dari not membuatku tersentak, jemari yang tadinya berada di atas tuts piano kini berhenti. Manik mata pun membulat, tanda atas rasa kaget dari perbuatanku sebelumnya yang tak biasa.

"S-sial." Suaraku terdengar bergetar, terdengar seperti menahan sebuah rasa yang ingin kulampiaskan saat itu juga.

Bersamaan dengan rasa itu, tanganku pun ikut terkepal, rahangku mengeras, lidah berdecak seakan rasa tak suka ikut serta menemani.

Cklek

"Kak Farhan!" Suara ramah dan lembut itu terdengar setelah pintu terbuka. Aku mendongak, dan mendapati seorang gadis bersurai cokelat yang diikat ponytail memasuki ruang klub musik dengan senyum merekah di bibirnya.

"Kak! Bagaimana persiapan lomba? Kak Farhan sudah bisa membawakan lagunya?" Manik mata gadis itu berbinar-binar, begitu antusias menanyakan pertanyaan yang membuatnya penasaran beberapa hari lalu.

Tanganku yang sebelumnya terkepal kini mulai melemas, rahang yang sebelumnya mengeras kini melunak setelah melihat gadis itu tersenyum.

'Ah, aku tak bisa menunjukkan kekesalanku padanya.' Batinku berucap agar tak melampiaskan emosi kepada perempuan di hadapanku yang sekaligus menjadi seorang adik kelasku.

Kedua sudut bibir membuat sebuah lengkungan kurva ke atas, manik mataku yang tadinya menatap tajam tuts piano kini menatapnya lembut. Wajahnya yang lugu membuatku luluh dan selalu berhasil melelehkan hatiku.

"Ah, masih ada yang kurang. Jariku kadang terpleset saat lagunya mulai bermain pada barisan tuts hitam." Tuturku menjawab pertanyaannya barusan dengan nada nyaman.

Namanya Enfantin Audrey, biasa dipanggil Enfa. Itulah gadis yang mencuri perhatianku dan yang selalu bisa menenangkanku saat aku gagal dalam latihan bermain piano. Gadis itu bagaikan matahari, ia mampu mencairkan sikap dan perilaku yang sebelumnya terkesan dingin bagai es. Senyumanya begitu cerah, tawanya lembut, serta tutur katanya yang mirip seperti anak kecil, entah mengapa dapat begitu spesial bagiku.

"Hee? Benarkah?" Enfa menaruh jemarinya di bawah dagu, memasang pose seakan-akan ia tengah berpikir. Sedikit lucu di mataku, membuat sebelah bibirku terangkat, tersenyum miring.

Sun : Days With YouWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu