Pesan Untuk Para Petani

104 7 0
                                    

Bukan lagi kicauan burung - burung yang membuka mataku disore ini. Sudah lima tahun aku pergi. Memupuk kerinduan dalam hati. Sedihnya hatiku saat kembali, saat melihat sawah tak lagi berpenghuni. Saat sadar, kini sawah kehilangan para petani.

Dulu, lahan kotak ini penuh oleh padi yang membungkuk. Dulu, Air mengalir dari hulu ke hilir, membawa ikan yang suka ria mampir disisi kaki jika aku sedang mandi di sungai kecil ini. Tapi lihatlah sekarang. Lahan ini Kering. Penuh oleh rumput yang tingginya seperut. Tidak ada lagi air yang biasa aku sentuh sejuknya. Tidak ada lagi sungai tempat ikan ikan menyapa.

"Hmmm..." aku hanya bisa menghela nafas.

Mengingat lahan ini yang hitungan hari akan berubah menjadi gedung - gedung tinggi. Sempat aku bertanya pada salah satu petani. Kenapa ia rela menjual lahannya? Katanya perihal uang.

"Dua, tiga kali penawaran masih bisa kami tahan. Tapi hingga lima kali penawaran, satu persatu petani merelakan lahan persawahannya mengingat mahal tawarannya. Saya sudah mencoba mempertahankan. Sampai hanya lahan kecil saya saja yang belum terjual. Tapi, bos besar itu mendesak, mulai melakukan pembangunan. Sungai kecil di sebelah sana, dia tutup, dialirkan ke arah lain. Otomatis, sawah saya kehilangan perairannya. Saya kesal. Tapi saya tidak bisa protes apa - apa. Karena semuanya sudah dibayar oleh bos besar. Lantas, bos itu kembali mengajukan penawarannya kepada saya. Lama kelamaan saya berpikir, dari pada lahan saya tandus tidak bisa beroperasi menjadi sawah seperti sebelumnya, saya lepaslah lahan itu dengan beratus - ratus juta uang. Kami tidak bisa berbuat apa - apa dek. Jika sudah uang yang bertindak, warga mudah terbuai begitu saja," begitu kata Pak Tarjo. Petani yang aku temui di rumahnya.

Jujur aku sedih. Meski sekarang petani hidup mewah dengan rumah yang megah. Tapi dia tidak punya pekerjaan tetap. Dia sudah kehilangan lahannya. Para petani kini menganggur, menikmati kekayaan hasil penjualan sawahnya.

Padahal, mengingat kebutuhan manusia yang harus di cukupi, sebanyak apapun uang, itu semua akan habis. Uang tidak kekal. Tidak seperti lahan persawahan yang masih bisa menghasilkan uang lewat hasil panennya.

Jika semua sawah habis, jika padi tak lagi di hasilkan, kita mau makan apa?! Jika petani saja mendapatkan beras dengan uang, lama - lama beras bisa langka.

Aku ingin sekali berbincang dengan bos besar itu, mencoba membuka pikirannya, kalau semua sawah di alih fungsikan menjadi perumahan, tidak akan ada lagi desa di negeri ini. Tidak akan ada lagi desa dengan alamnya yang sejuk. Dan akan semakin banyak petani yang menganggur.

Kini, sawah kehilangan petaninya. Petani kehilangan pekerjaannya.

Mari kita renungkan, jika tidak ada petani, kita tidak makan hari ini. Sebab, petani adalah sumber kehidupan manusia.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 01, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pesan Untuk Para PetaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang