Delapan

9K 805 35
                                    

KIARA:

>>>>>

Setelah membersihkan tubuh di kamar mandi, aku keluar kamar untuk melihat siapa tamu yang kurang sopan itu. Bertamu kok di waktu yang tidak sewajarnya bertamu.

Membuka pintu kamar, kulihat Delisha sedang menangis sesenggukan di pelukan kakaknya. Yang menarik perhatianku adalah, di sampingnya sudah ada koper berukuran sedang warna pink pastel.

Perasaanku nggak enak.

Aku hanya menatap bingung kakak beradik di hadapanku ini. Muncul sedikit rasa tidak terima di hatiku. Namun aku berusaha mengenyahkan rasa itu, karena tidak seharusnya rasa aneh itu tumbuh dan menjadi penyakit hati yang akan memperkeruh keadaan.

Kulihat Dastan memapah adiknya yang masih sesenggukan duduk di sofa di depan televisi. Delisha menurut, mengikuti langkah kakaknya tanpa berniat melepas pelukan di pinggang Dastan meski barang sebentar saja.

"Please, Kak! Gue mau tinggal sama elo di sini," ujar Delisha sembari merengek.

Aku berdeham pelan. Dastan lebih dulu melihat keberadaanku. Melalui tatapannya, dia seolah sedang memintaku duduk di sampingnya sekarang juga. Aku hanya menatap Delisha dan Dastan secara bergantian. Lalu kembali menatap Dastan dengan tatapan penuh tanya. Menuruti perintah suamiku sepertinya lebih baik untuk saat ini.

"Boleh ya, Mbak?" tanya Delisha. Kali ini nada bicaranya terdengar begitu memohon, ditambah dengan gerakan menangkupkan kedua telapak tangannya, tak ketinggalan menampilkan wajah memelas. Ke mana tatapan sinis yang dia tampilkan padaku beberapa malam yang lalu?

Aku tidak bisa berpikir jernih malam ini, tubuhku terlalu lelah setelah pergulatan cinta dengan suamiku. Jadi aku biarkan semua ini berjalan apa adanya saja sekarang. Aku tidak mungkin mengusir Delisha seenak perutku. Bagaimanapun cemburunya, aku masih bisa berpikir waras dalam hal ini. Lagi pula untuk apa aku cemburu pada adik iparku sendiri. Mengenyahkan kecurigaan yang dulu sempat tercetus soal penyimpangan kedekatan yang terjadi antara Dastan dan Delisha, aku hanya bisa menghela napas, berdeham pelan sebelum mengutarakan jawabanku.

"Kalau mbak, terserah kakak kamu."

Delisha merengut. "Kata kakak, dia mau izin sama mbak dulu, gitu," ujarnya dengan nada bicara merajuk.

"Ya sudah kalau gitu. Mbak kasih izin Dicha untuk tinggal. Tapi janji, nggak boleh bandel, dan ikut peraturan yang ada di apartemen ini."

"Oke," tukas Delisha, tiba-tiba menghambur ke pelukanku.

Ya Allah!!! Semoga aku bisa menghadapi anak dengan sikap manja yang luar biasa ini. Terutama dugaanku dulu sebelum menikah dengan Dastan, soal syndrome brother complex yang sepertinya baik Dastan maupun Delisha tidak ada yang menyadari akan hal itu.

Kulihat dari gerakan bibirnya, Dastan mendesiskan ucapan terima kasih padaku. Dan aku hanya bisa menanggapinya dengan satu kali anggukan. Aku lantas masuk kamar terlebih dulu, meninggalkan Dastan yang masih ingin mengobrol dengan Delisha.

Aku sendiri masih belum tahu alasan apa yang membuat adik iparku itu ngotot pengin tinggal di tempat kakak laki-lakinya yang sudah beristri. Meski aku cukup dekat dengan adik laki-lakiku, tapi semenjak kami berdua beranjak remaja saling membatasi diri terutama bila menyangkut kontak fisik. Aku dan Andra berpelukan hanya pada momen-momen tertentu, seperti saat hari raya idul fitri. Itupun hanya sebentar saja.

•••

DASTAN:

Di dalam kamar, Kiara nggak menuntut penjelasan apa pun dari gue soal kedatangan Delisha yang tiba-tiba malam ini. Kiara langsung berbaring seperti biasanya, meringkuk di balik selimut dengan posisi membelakangi gue.

CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang