UNLOVE CLUB

250 43 3
                                    

UNLOVE CLUB
By Christina Tirta

Seharian ini, gerimis membungkus Jakarta. Tetes air sewarna udara menyiarkan aroma tanah yang menusuk hidung.

Aku mengedarkan pandangan.  Kafe ini nyaris kosong. Hanya ada tiga pengunjung yang sepertinya memang ingin berlama-lama menikmati sore, hujan, dan minuman panas.

"Ck ck ck. Cewek semi bugil yang berkeliaran di jalan katanya stres karena pacarnya selingkuh sama sobatnya sendiri."

Aku menoleh, sumber suara berasal dari gadis yang duduk di meja di depanku. Senyumnya begitu manis saat ia melempar pandang padaku. "Kamu kasihan nggak sama cewek itu?" tanyanya dengan mata mengerjap, terlihat begitu muda dan polos.

Aku mengamati gadis itu. Rambutnya panjang, penampilannya manis dengan gaun sewarna permen dan nyaris membuatku sakit gigi.

"Kalau aku jadi cewek itu, aku bakalan bikin cewek yang merebut pacarku menyesal sudah dilahirkan." Gadis itu terkekeh.

“Kasihan? Kasihan karena keluyuran bugil? Atau kasihan karena ditikung sobatnya?” tanyaku, tersenyum tipis.

“Bukannya kehilangan cinta selalu menyedihkan? Hm, kamu percaya sama cinta?" Gadis itu menatapku dengan matanya yang bulat dan berbinar-binar.

Aku mengangkat bahu. Kata cinta membuatku muak. 

"Kalau kamu?" Gadis itu menoleh pada pria yang duduk di meja pojok.

Aku ikut-ikutan menoleh, mulai merasa tertarik. Pria itu  memiliki tato di lengannya. Pria yang tengah asyik dengan ponselnya itu mendongak. Rahang dan alisnya tegas, sorot matanya dingin, kebalikan dari gadis permen yang bersikeras mengajak kami ngobrol.
"Cinta?" Suaranya parau dan berat, nada sinisnya begitu kental.

Gadis permen itu mengangguk berkali-kali. "Kamu percaya sama cinta?" ulang gadis itu separuh mendesak.

Pria dingin itu mengusap dagunya. "Tentu saja." Ia tersenyum. Senyum janggal yang anehnya, membuat matanya menjadi hangat.

"Namaku Nicole, by the way. Nama kalian?" Nicole tersenyum lebar pada kami berdua.

"Marco."

Kini keduanya menatapku, menanti dengan penuh tanda tanya.

"Gue Moon,” akhirnya aku menjawab.

Seperti yang kuharapkan,  mereka berdua tampak terkesan.

"Moon yang artinya bulan?" tanya Nicole dengan mata melebar.

Aku mengangguk. "Kembaran gue Rain."

"Kembaran lo cowok?" Kali ini Marco yang bertanya.

Aku mengangguk pendek, tersenyum puas melihat reaksi mereka.

"Wow, Moon and Rain. What a cool name. Aku jadi  penasaran. Kira-kira, Rain secakep namanya nggak ya?" Nicole bertopang dagu.

"Kalian kembar identik?" tanya Marco lagi.

Aku mengangkat bahu. "Sekilas pandang, nggak ada yang bilang kami mirip." Aku tersenyum tipis. Ya, walaupun penampilanku androgini, tidak ada yang mengatakan kami setipe.

"Hei, kalian sadar nggak, kalian sejenis lho!" Suara Nicole penuh semangat.

“Sejenis?” Sebelah alis Marco menukik. “Hm, jangan-jangan maksud lo, kami sejenis makhluk aneh?" Marco terkekeh.

"Maksudku, gaya kalian mirip deh. Rambut sama-sama cepak, warna baju sama-sama gelap. Senyum kalian juga sama-sama sinis."

Aku melirik Marco dan menemukan senyum bermain-main di wajahnya. Harus kuakui, analisis Nicole tidak salah. Penampilan kami memang sejenis. Aku yakin, tipe pria seperti Marco tertarik pada gadis semanis sirop seperti Nicole.
**

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 18, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UNLOVE CLUB (ONE SHOT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang