Si Gadis yang Di Bully

33 1 0
                                    


Di bully itu, seperti jatuh ke lubang selokan dalam got yang menjijikkkan. Rasanya sakit terhantam bebatuan yang kasar dan pedih. Tergores sana-sini oleh hinaan dan makian yang membuat frustasi. Yah, hinaan. Apa kau tau rasanya mendapatkan kata-kata yang menyakitkan hampir sepanjang waktumu di sekolah? Dan rasanya di jauhi oleh teman-temanmu. Juga yang paling menyakitkannya lagi bagaimana jika temanmu sendiri yang membully dan menjatuhkanmu?

Bagaimana perasaanmu ketika kau dicaci dan tindas oleh orang yang tak menyukaimu. menganggapmu tak berharga di dunia ini Seolah kau seharusnya tidak dilahirkan sama sekali kedunia ini.

Bahkan ketika kau membela seseorang, semuanya pergi dan meninggalkanmu dalam keterpurukan. saat itu kau hanya bisa mengandalkan dirimu sendiri untuk bertahan, untuk berpikir bahwa kau masih layak untuk dicintai sekalipun seluruh dunia membencimu.

Dan aku disini sekarang, dimana peristiwa itu berlangsung. Disekolah elite dengan prestasi luar biasa yang anak sepertiku termasuk kelompok sugra rendahan disini. Dan bagaimana bisa aku terlempar disini? Kurasa itu sudah menjadi takdirku. Ayahku mantan guru olahraga yang mengabdi hingga akhir hayatnya disini. Dia merupakan salah seorang yang sangat berjasa ketika awal pembangunan sekolah di titik terendah, dimana ketika sekolah ini belum mendapat pengakuan di masyarakat. Karena kerja kerasnya keluarga kami diberikan dispensasi oleh sekolah,sehingga aku mendapat beasiswa penuh untuk menempuh pendidikan di sekolah yang di irikan semua orang.

Terkadang aku merasa menjadi sangat beruntung masuk ke sekolah seperti ini, disini mereka melahirkan orang-orang yang berkualitas secara akademik. Namun menjadi yang termiskin membuatku mudah untuk disingkirkan. dan orang-orang sepertiku Siap-siap saja untuk tahan banting, dan dibanting-banting oleh mereka yang tidak menyukaiku.

Setiap hari ada pelajaran yang paling tidak kusukai didunia ini, tetapi pelajaran itu selalu ada diseluruh sekolah. Itu adalah jam istirahat. Aku membencinya, sangat membencinya. Andai aku dikasih satu pilihan, aku akan memilih yang lain sesusah apapun itu. Kau tau kenapa aku membencinya? Itu adalah saat mereka membanting-banting harga diriku, dan aku ingin menangis. Tapi tidak pernah, tidak pernah sekalipun aku menunjukkan air mata kepedihan di depan mereka. Itu hanya akan membuatku terlihat lemah. Dalam hidupku aku tidak pernah ingin orang lain merasa iba padaku apalagi mangasihaniku, Karena aku kuat seperti diriku yang dulu dan akan kuat sampai nanti.

Dan sekarang aku berada di mana peristiwa pembullyan itu berlangsung.

"bukk"suara kakiku terpeleset dilantai. Aku terhuyung hingga kedepan menabrak tiang yang berdiri kokoh menyangga atap, tiang yang terbuat dari beton dan cat yang sudah lama dan menggelupas mengenai bajuku dan meninggalkan warna kusam disana.

Aku mengerjap beberapa kali menjernihkkan pikiran. Sakit rasanya, tapi tidak sesakit dengan rasa malu yang harus kutanggung ini. Semua anak-anak murid melihat peristiwa itu. sebagian dari mereka terkekeh pelan, sebagian lagi menatapku dengan iba seolah aku adalah binatang kecil yang terluka.

Aku merasa malu. aku menopang tanganku pada lantai bermaksud berdiri sebelum mantang temanku, yang sekarang menjadi musuh bebuyutan yang paling ingin kuhindari muncul. Mereka akan menyikat habis diriku jika aku masih berada disini. Aku benci kenyataan itu dan membenci bahwa mereka dulunya adalah temanku.

Namun yang terjadi aku kalah cepat. Mereka sudah berada di depanku sebelum aku melangkah satu langkah pun dari situ.

"hei, apa ini?. Apa hari ini seseorang terjatuh lagi. Dia lagi?" dia, hera menunjukku seolah tidak bersalah, aku tau itu hanya permainan ekpresi.

"kau benar-benar terjatuh, haha, kasian kau.." rika juga ikut bersandiwara

"teman-teman, kalian tidak membantunya?" apa-apaan ini, dian berkata seolah itu adalah kesalahan penuhku.

never mineWhere stories live. Discover now