Pesta

147K 5.7K 81
                                    

Gaun menjuntai berwarna pink soft melekat di badanku. Sebenarnya aku merasa sedikit risih karena punggunggu sedikit terekspos. Aku tak terbiasa dengan pakaian macam ini dengan acara yang membosankan -ulang tahun perusahaan. Ya walaupun tiap tahun bentuk acaranya berbeda tapi intinya sama, pesta -acara ajang tampil perfect untuk mencari jodoh para wanita lajang di kantorku. Mereka sudah sangat antusias dari minggu-minggu kemarin. Karena tak hanya karyawan dari kantorku tapi juga dari kantor perusahaan lain yang masih 1 gedung dengan kantorku, ada dari perusahaan minyak swasta, bank swasta terkemuka dan lain-lain.

Bagaimana aku bisa memakai gaun mahal tapi minim bahan di bagian belakang ini, itu karena siapa lagi yang mampu memaksaku secara halus dan lembut kecuali calon mama mertua. Katanya biar aku jadi sorotan, tentu jadi sorotan karena aku yang biasa cuek malam ini malah pamer punggung.

Calon mama mertua, hahaha...tapi memang resmi sudah jadi calon mama mertua setelah kemarin malam datang ke rumah dan disambut haru ibuku karena akhirnya anak perempuan satu-satunya yang hampir jadi perawan tua ada yang melamar. Raffa kembali acuh di malam mereka datang ke rumah, rasanya ingin menjambak rambutku garang karena frustasi.

Aku duduk di kursi memojok, malam ini moodku sedang sedikit buruk. Della malah sudah menghilang karena bertemu pacarnya. Datang sama aku tapi kujamin dia pulang dengan pacarnya, aihh...nggak setia kawan banget. "Aku nemuin ayang dulu ya beb, kamu sana ngobrol ma calon suamimu. Tuh dia di sana, awas cuma duduk apalagi tahu-tahu pulang." ancam Della sebelum meninggalkanku tadi.

"Hei Re, kamu cantik malam ini."

"Oh hai bang, jadi aku hanya cantik malam ini hem?" balasku pura-pura manyun.

Pria dihadapanku itu bang Riki manajer pemasaran di perusahaanku tapi di kantor cabang Bandung. Aku mengenalnya saat ikut Pak Hendra kunjungan perusahaan dulu. Sejak itu kami akrab dan sering nyumpul bareng saat bang Riki ke sini atau aku yang ke Bandung.

"Sendiri?" tanya bang Riki.

"Berdua."

"Woo, sama siapa? Yah kalah start aku nih."

"Sama kamulah bang, hehehe."

"Makin pinter aja kamu." Bang Riki menoel hidungku. Kami ngobrol cukup lama, aku jadi tak merasa bosan. Sesekali bang Riki membuatku terbahak karena leluconnya. Selain tampan dia juga lucu, selalu menyenangkan.

"Permisi, saya ada perlu dengan calon istri saya." Suara bass itu membuat kami berhenti dari aktivitas mengobrol. Ya Tuhan, gay satu ini apaan sih.

"Malam Pak Raffa, silahkan." Riki melirikku, gerakan matanya mengartikan penuh tanda tanya di dalam tempurung kepalanya.

"Ki, nanti kuhubungi kamu. Makasih udah ditemenin." Riki senyum dan tangannya membuat simbol ok.

Muka Raffa mengerikan, seperti squidworld yang sedang menahan geram ulah spongebop. Dia membuka jasnya dan meletakkan di bahuku tanpa bersuara dan terus menarikku keluar ruangan.

"Bisa tidak menjaga kelakuanmu?" Kuhentakkan tanganku yang digenggamnya.

"Memang kelakuanku kenapa? Aku nggak melakukan apa-apa. Tadinya aku mau bilang makasih untuk jasmu, tapi nggak jadi."

"Aku nggak mau basa basi, kesalahanmu pertama kenapa pakai gaun kurang bahan? Ingin menggoda pria-pria di dalam sana hah?"

"Hei, aku juga.."

"Diam, dengerin aku sampai selesai atau aku cium!" Aku langsung terdiam walau sebenarnya sangat tidak terima dengan opininya.

"Kesalahan keduamu, sudah mau nikah tapi masih flitring dengan pria lain. Lupa Sabtu depan sudah mau jadi istriku?" Raffa tepat menatap kedua mataku, kedua tangan kokohnya memegang bahuku mendiskriminasi tapi aku nggak boleh kalah.

"Calon suamiku yang terhormat, pertama aku juga nggak suka pakai gaun ini. Aku TAK NYAMAN! Tapi ini Mamamu yang kasih jadi harus kupakai karena aku menghargai beliau, kedua aku g flirting seperti yang kamu tuduhkan. Aku cuma ngobrol dan ketiga aku juga selalu inget kalau Sabtu depan mau jadi istri tuan Raffa Abimoto Deniswara karena itu hari eksekusi buatku."

Raffa menaikkan sebelah alisnya, "kenapa sekarang begini? Bukan awalnya kamu yang menggodaku karena ingin sekali jadi istriku? Harusnya kamu senang sudah berhasil, sebentar lagi jadi nyonya Rena Abimoto."

"Mungkin aku bahagia kalau kamu normal." Jawabku sembari melangkah menjauh, aku butuh taksi secepatnya. Dadaku rasanya sesak.

"Jangan pulang dulu, di dalam masih ada acara penting. Ayo masuk."

"Tapi aku mau pulang, capek. Capek tenaga capek hati."

"Masih ada pengumuman pertunangan dan pernikahan kita. Kamu tak bisa kabur begitu saja. Dan ingat, jangan pernah bilang lagi aku tak normal sebelum kamu merasakannya. Siap untuk malam pertama besok?" Ucapan Raffa yang disertai kerlingan mata, sontak membuatku tersentak mataku membulat badanku menegang. Malam pertama, aku tak pernah memikirkan itu sebelumnya.

Raffa mengeratkan rengkuhan dipinggulku. "Jangan dipikirkan, pasti malam pertama kita akan menyenangkan. Raffa tersenyum lebar, aku makin ngeri dibuatnya.

Aku menarik dasinya, aku perlu mendongak dengan efek sakit leher tiap bicara dengannya dalam jarak radius sedekat ini dengan badan saling menempel. "Makasih jasnya."

Raffa mengelus kepalaku dan mengecup keningku. Untung tangannya sudah memeluk pinggangku lagi, kalau nggak mungkin aku sudah leleh seketika ditempat dan tak mampu berdiri tegak. "Hei, dasiku benerin dulu nih."

Akupun berjinjit merapikan dasinya, lalu Raffa sedikit membungkuk agar aku bisa berdiri sepadan dengannya. Pipiku memanas, ku bisa merasakan aroma mint nafasnya saat dia bilang "kamu cantik dan selalu cantik." Apa dia mulai normal? Aku berhak bersorak kan?

"Kalian Mama cari malah mesra-mesraan di sini. Ayo acara inti dah mau mulai. Papa dah selesai sambutannya."

Look at me BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang