BAB 17

437 24 9
                                    

Hai readers semua, Maaf buat beberapa bulan ini aku jarang sekali update:( Maaf sekali, bukan karena aku sengaja atau enggak baca semua komen2 dan DM kalian, aku minta maaf. Kemarin-kemarin aku sibuk ujian, dan mungkin untuk beberapa bulan kedepan aku juga bakalan sibuk ngurus kuliah, doain ya!

Ini buat yang udah DM dan komen minta dilanjutkan.

terimakasih sudah membaca!


-----------------------------------------------------


Ini sudah seminggu lebih Fannya dirumah sakit, ia duduk diranjangnya dengan sebuah Novel yang diberikan oleh Bundanya, katanya agar Fannya tidak bosan, Dokter bilang, Fannya sudah boleh pulang nanti sore, ia sedang menunggu Ayahnya yang sedang mengurus semua untuk kepulangannya nanti.

Ia menoleh kepintu saat ada yang memutar kenopnya, Fannya sudah tersenyum "ha...i!" bukan tidak senang, ia hanya sedikit bukan, fannya hanya berharap bahwa orang itu adalah yang ia tunggu-tunggu sejak tadi pagi, tapi ternyata bukan. "hai, cie yang udah mau balik" Egi dan yang lainnya masuk, "Raffa kemana?" tanya fannya, Diwa melihat fannya sambil menahan senyumnya, "lo sesuka itu ya sama raffa? terang-terangan banget" godanya, fannya dengan polosnya mengangguk, membuat yang ada disana sampai tak habis pikir dengan kejujuran dan kepolosan fannya.

"nih gue bawa catatan selama lo sakit" kata egi, fannya tersenyum senang "terimakasih bigboss!"

"eh, ada tamu" mereka semua menyalami fasya satu persatu, wanita itu tersenyum ramah, tapi siapapun bisa melihat pias kesedihan diwajahnya, kantung matanya tampak menghitam, dan wajah lelah juga tampak jelas di rautnya, "sini kita aja yang bantuin beresin tante" boy membantu fasya yang memasukkan barang-barang fannya kedalam tas, ia tersenyum "iya tante istirahat aja, pasti capek banget" kata raffi, fasya sangat berterimakasih anaknya memiliki teman-teman seperti mereka, ia memilih untuk duduk disofa, fasya sangat kelelahan, ia menangis semalaman, hatinya sangat sakit, kenyataan bahwa putrinya dengan penyakit yang mengerikan, apalagi dokter sudah memvonis bahwa kanker fannya sudah mencapai stadium 4.

"raffa tumben gak kesini?" tanyanya,

"raffa ada urusan katanya, jadi ya gitu deh, tapi nanti raffa jenguk dirumah kalau fannya udah pulang katanya" sahut niko, fasya mengangguk angguk kepala mengerti.

mereka saling bercengkraman sampai ayah fannya datang, mengatakan fannya sudah bisa pulang.

-------------------------------------------------------------------

Raina, gadis itu menangis dibalik tempat tidurnya, ia menekuk kakinya tersedu-sedu, "kita gak akan pindah kan ma pa?" raffa masih bertanya-tanya pada kedua orangtuanya, "tapi, kita enggak bisa ninggalin kalian disini terus-terusan, ya kita harus pindah" kata rissa, tangan raffa terkepal, "Rain gak mau pindah dari sini!" gadis itu menggeleng keras, tangisnya makin nyaring terdengar, "kenapa sih nak?! nurut kenapa susahnya sih?" rissa sudah naik pitam, kedua anaknya sudah ia bujuk baik-baik tetapi tidak juga mengerti.

"terus, kalau kita pindah apa jaminan untuk mama dan papa selalu ada?"

"gak ada kan? raffa dan raina gak akan kemana-mana, kita bisa disini aja. Kita enggak bisa ninggalin semua yang ada disini, kita enggak bisa ninggalin nenek!"

"nenek udah gak ada raffa! kenapa sih kamu susah sekali mengerti?!"

"nenek ada! kenangannya semuanya ada disini ma" kata raina, ia tidak ingin dipaksa meninggalkan sesuatu yang tidak akan bisa ia tinggalkan, apalah sesuatu yang mendadak seperti ini.

"lihat raffa? kamu selalu memberi pengaruh yang jelek buat adik kamu" Rissa frustasi lalu keluar dari kamar raina, meninggalkan kedua anak itu dalam sedih dan tangis.

But then I let you goWo Geschichten leben. Entdecke jetzt