"Lalu? apa yang sudah kau lakukan?"

Mendesah kecil, Jungkook mengedikkan bahu. "Belum apa-apa sudah ngambek. Kenapa perempuan seperti itu?"

Jimin tersenyum geli, dibelahnya surai menuju belakang. "Sebenarnya apa yang kau lakukan di hari yang seharusnya kau habiskan dengan Yerim?"

Jungkook mengerjap sekali. Tampak wajahnya kian tirus dengan rambut hitam legam. Mungkin efek jaga malam yang terlalu sering, resiko menjadi dokter residen penyakit dalam. "Eunha memaksa menemuiku dengan alasan yang harus kudengar."

"Apa itu?"

"Dia mengatakan jika seseorang melamarnya di Seoul," Jungkook mengangkat wajah, tatapannya dilepaskan pada jendela besar menuju jalanan. "Dia ingin mendengar pendapatku."

"Lalu? Kau jawab apa?"

"Kujawab bagus, itu saja."

"Hem....," Jimin mengangguk-angguk. "Kau sedih mendengarnya?"

Jungkook menggeleng. "Tidak. Fokusku teralihkan pada hal lain."

"Eunha tahu? Maksudku, apa yang menjadi fokusmu sekarang ini?"

"Sepertinya iya, tapi entahlah. Dia masih menghubungiku lagi tapi tidak kubalas."

Mengangguk sekali lagi. "Oh, lalu kau mengejar Yerim setelahnya?" Pertanyaan Jimin berlanjut.

Jungkook berdecak kecil, bahunya sedikit turun. "Yerim itu selalu seperti itu."

"Kau tahu kenapa dia melakukannya? Menghindarimu?"

Diam, Jungkook hanya menatap wajah Jimin.

"Karena dia tidak ingin tersakiti jika suatu saat kau kembali pada Eunha. Coba pikir, memang selama ini untuk apa Yerim berusaha menghiburmu kalau bukan karena perhatian yang lebih? Kau ini tidak peka atau apa, Kook?"

Jungkook sadar, jika ditanya fokusnya apa saat ini, mungkin ia akan menjawab setengahnya adalah Bungsu Kim. Tapi Jimin tidak menanyakannya.

"Kalau memang Eunha bukan pilihanmu, bagaimana dengan Yerim?"

--------

Soojung berdiri di depan jendela dapur dan cemberut menatap langit mendung di luar. Ia memang sudah terbiasa dengan cuaca kota London yang tidak menentu, tapi itu tidak berarti ia menyukainya.

Menyesap teh, lalu kembali memusatkan konsentrasinya pada adonan panekuk di atas meja dan menghela nafas, Soojung merasa bosan.

Sebenarnya ia suka memasak, dan meyakini kata-kata ibunya sejak masih kecil jika sarapan itu penting. Tapi dia tinggal hanya dengan sang adik yang terbiasa tidak sarapan. Kalau seperti ini, dia akan membungkus apa yang sudah ia buat untuk ia jadikan bekal untuk Minhyuk.

Omong-omong tentang Minhyuk, lelaki itu meminta waktu khusus untuk bertemu dengan kedua orang tua Soojung. Mungkin bulan depan, katanya waktu Minhyuk lebih longgar. Tuan dan Nyonya Jung sudah mengetahuinya. Mereka akan bertolak ke London menyesuaikan jadual.

Ini hari Jumat, sepertinya tidak ada jadual keluar dengan teman-teman kerjanya malam ini. Gadis Jung berpikir untuk mengajak Seulgi pergi. Dia rasa adik kekasihnya tidak keberatan, Soojung akan menjemputnya dengan mobil nantinya.

"Oke, let me see. Siapa lagi teman yang bisa kuajak hang out?" Soojung meneliti satu per satu nama di dalam ponselnya. Naik, turun, akhirnya ia menemukan orang yang tepat.

"Sepertinya menarik," tersenyum simpul, Soojung mengetikkan sebuah pesan pada seseorang.

---------

One In A MillionWo Geschichten leben. Entdecke jetzt