13_Alasan

2.4K 472 13
                                    

Jimin menunduk tatkala tubuhnya sudah berada di atas ranjangnya. Ada bocah laki-laki yang terlelap di sana, wajahnya terlihat lelah, mungkin efek dari demam yang baru saja turun.

Hei, jagoan! Ayah datang!

Bisik Pemuda Park dengan senyum lembut, dikecupnya pelan pipi putranya hingga yang punya pipi melakukan pergerakan kecil. Menggeliat tanpa membuka mata, bibirnya yang terbuka terlihat menggemaskan ditambah dengan pipi bulat. Oh, jangan lupa surai keritingnya dibiarkan semakin panjang oleh Jimin, sengaja agar terlihat lebih kecowokan katanya.

"Jim, jangan ganggu dia!" Ibu Park telah berada di pintu kamar, melipat kedua tangan mengamati putranya menggoda si cucu.

"Masih hangat, bu."

"Hem. Suhunya baru saja turun. Kau tidak tahu betapa sulitnya menidurkan Jackson."

Atensi pemuda itu masih pada Jackson, direbahkan tubuhnya berada di samping putranya.

Park Jimin bukan laki-laki yang menyukai anak kecil secara berlebihan, namun pengecualian untuk Jackson. Bocah itu menarik semua perhatiannya.

Dua bulan yang lalu ia bertemu dengan Francois, jurnalis asal Perancis saat pameran fotografi. Tidak banyak yang hadir tapi justru itu yang membuat Jimin mudah mengenali tamu yang datang.

Jimin bercerita tentang Jackson saat mereka membahas tentang Benua Hitam. Ternyata banyak yang seperti dirinya, mengadopsi anak-anak yang terlantar untuk diberi penghidupan yang layak di sini. Bahkan Francois sudi mengenalkan siapa saja orang-orang yang pernah melakukan hal mulia seperti Jimin.

Lalu, ada yang menggelitik benak Pemuda Park itu. Tentang seorang putri keturunan ningrat di Somalia yang menikah dengan jurnalis Perancis, namun mereka akhirnya meninggal. Konon ada anak lelaki yang telah dilahirkan, namun entah hilang di mana.

Aku mengadopsinya karena dia berbeda dengan yang lain. Kulitnya terutama. Para pengungsi itu menghiraukan keberadaan Jackson karena warna kulitnya yang terlihat lebih terang dibandingkan anak-anak yang lain.

Jimin tidak mau menduga, tapi jika ingin membayangkan, mungkin anak itu akan terlahir mirip dengan Jackson. Tapi dia tidak perlu memperhatikan cerita itu, karena tidak mungkin Jackson yang dimaksud -seandainya iya. Somalia terlalu luas jika diisi satu anak itu saja.

Mendekap tubuh mungilnya, Jimin merasa benar memiliki Jackson dalam hidupnya.

"Ayahmu mulai mengkuatirkan Jackson."

Jimin menatap dalam posisi terbaring miring, bahkan kaos kakinya belum terlepas dari dua kakinya. "Bukankah itu bagus, bu?"

Ibu Park tersenyum simpul. "Anak-anak selalu memiliki sejuta pesona, Jim."

"Termasuk aku dulu?"

Berdecak kecil, Ibu Park berjalan menghampiri sang putra. Diraihnya tas ransel, mengeluarkan baju kotor seperti biasanya. "Luangkan waktumu untuk Jackson sebelum keberangkatanmu ke Keswick."

"Oke, bu."

--------

"Bagaimana hubunganmu dengan Yerim?"

Pertanyaan pertama yang terlontar saat Jimin bertemu dengan Jungkook saat mereka minum di salah satu kafe kawasan Holland Park.

"Masih menghindar."

One In A MillionWhere stories live. Discover now