Setiap manusia dibumi ini pasti mengatakan bahwa kebodohanku ini sudah menjadi-jadi. Sudah jelas ada orang yang mau bertanggung jawab dan menanggung semua suka duka bersamaku, malah aku memilih jalan meninggalkannya demi cintaku padanya. Tak pernah kuduga bahwa akhirnya, tergugat janjiku dalam hati ini. meskipun perkataan burung tak ku hiraukan tapi lebih baik bagimu jamal. Kau harus bahagia. Selamat jalan, biarkan aku disini berjalan dengan sepi, bertanggung jawab dengan sepi dan gelap yang telah aku buat. Terimakasih sudah membuat aku tersanjung sejauh ini, kau mencintaiku dengan sempurna sekali.

Setahun kemudian, setelah aku dan jamal berpisah. Sudah lama aku tak berjumpa dengannya. sudah lama kau kubur cerita ini. bersama dengan rindu yang terbias, meluap bersama malam yang gelap. Aku memutarnya menjadi sebuah alunan yang syahdu ditelingaku. Menjadi suka duka hidupku yang baru, aku bahagia kataku dan Ya! Mungkin saja iya, anggap saja iya.

Setahun, dua tahun, tiga tahun berlalu. Kami bertiga berpisah. Jamal, aku dan angin, hanya sebuah cerita. Pada bulan ketiga tahun ketiga, Angin datang padaku dipelosok negeri ini. dia menemui ibu yang bodoh ini, untuk meneteskan air mata saja aku tak akan sanggup. Senyum basi, sudah pasti. Angin mirip sekali dengan Jamal, tubuh dan watak yang sama. Angin sudah menjadi Pria dengan sejuta kisah. Aku bertanya "kenapa tak kau bawa, anak dan istrimu" aku mengulum senyum. "aku berani bertaruh dia akan sangat malu punya mertua sepertiku bukan?". Angin dengan mata yang bergelimang kesedihan. Entah sedih karena melihatku begini atau bisa jadi karena puing-puing yang berantakan ini membuatnya terharu.

Wajah Angin seketika tertunduk menatap entah apa yang ada dijemari kakiku. Dia menatap sendu kedalam rongga mataku. "ibu, tak perlu khawatir mulai kini semua telah ku ubah, istriku telah menerima ceritamu ibu, perlahan dengan pasti. Aku meyakinkannya, kau melakukan perpisahan ini adalah untuk kebaikan kami menurutmu. Pulanglah, ayah akan sangat senang". Mendengar tuturan Angin, jiwa ini bergertar. Diruang hatiku, bergema perkataan "apa yang harus ku lakukan setelah sekian lama tak bertemu dengan jiwa yang kulepaskan dengan kedataran hidupku".

Ada bias bahagia saat angin memelukku. Aku pikir aku akan membuat mereka bahagia jika berpisah denganku. Angin berkata pelan seolah semuanya sudah tak ada, kosong dan sepi. "berjanjilah padaku, ibu tak akan meninggalkanku lagi". Matanya menyebarkan haru disanubariku. Seujung jari ini hinggap di pelipis pria tampan itu. "aku tak seharusnya marah pada ibu dan membuat istriku membencimu.." usai perkataannya yang lirih itu. Aku tersenyum dengan sejuta pertanyaan " bagaimana kabar Jamal dan kehidupannya".

Angin berhembus, mata hari redup dan bias gerimis membuatku bertanya. Apa yang terjadi? Apakah rindu ini pantas, atau aku telah melewati badai yang besar atau badai itu telah usai dan hanya lewat saja didepanku. Semua kisah hidup ini berjalan tanpa tahun apa yang akan terjadi... aku kira langkah yang tersoak ini membawaku pada kebenaran.

Hari ini, jamal hanya terbayang disebuah batu nisan. Kata-katanya tidak akan pernah aku lupakan. Perpisahan yang kuciptakan ternyata membuah sebiji harapan. Jamal menikah dengan seorang wanita yang sempurna. Begitu sempurnanya, dia telah rela memendam sesuatu yang besar dalam hatinya. Ia mengabarkan padaku tentang Jamal yang sangat mencintaku. Ia mengabarkan padaku sebuah duka yang ditanggung Jamal. Dengan tenang ia berkata "meskipun diam, mas Jamal masih sangat sayang pada mbak mira". Aku terkesima dengan perilaku jamal, dia menyembunyikan hal yang besar itu pada istri nya tanpa ada jejak yang harus diteliti.

Dalam pedihku, menusuk jantung aku menguatkan hati untuk bertanya, "lalu mengapa kau masih bertahan dnegannya, meskipun dia tak mencintaimu?". Sambil mengakhiri perkataannya dengan senyum "ibuku selalu berkata bahwa dunia ini penuh denga cerita, kau perlu mengerti jalannya meskipun sesuatu itu berat dipahami. Aku bagai sungai yang mendamba samudera. Aku berdo'a semoga mas Jamal bertemu dan berbaik dengan mbak. Aku sudah punya firasat ini sejak menikah dengan mas jamal, aku tak pernah memaksanya untuk melupakan mbak dan mas jamal berkata ia telah melupakan mbak, namun sebagai wanita, aku paham.. aku melakukan perpisahan pada seseorang yang dulu mencintaiku dan hingga kini masih mencintaiku begitu sebaliknya. Mbak sama denganku, begitu juga sama mas jamal. Dan aku telah katakana pada mas jamal sebelum nafas terakhirnya berhembus dan mas jamal menitipkan ini untuk mbak". Wanita itu mengulur sebuah surat cinta dari jamal. Senyum haru dan menyesal, menyala dan berlomba dihatiku, tapi lagi-lagi ini harus ku lakukan seikhlas mungkin, sebab Jamal sudah pergi menemui cinta sejatinya, Allah Subhanawata'alla.

Air mata ini mengalir deras, tanpa isakan dan ocehan. Aku tidak ingin ini menjadi bebannya ketika berjalan menuju cinta sejatinya. Aku ikhlas dan sangat terharu bahkan berjuang untuk berubah. Surat Jamal yang sedari tadi menemaniku dijendela sudut kamar ini, ku buka perlahan dengan senyum kebahgian yang tak ada siapapun yang memiliki kebahagian ini.

Dear istriku, mira...

Aku tak pernah menceraikanmu, bukan? Aku sedang tersenyum menulis ini. jika kau kembali dan mengetahui kabarku, jangan menyesal ya sayang. Sebab aku ikhlas melakukannya. Kau memang pergi tapi rindu ini hidup, aku telah menyelesaikan dan menyempurnakan keinginanmu. jangan menangis lagi mira. Tunggulah masamu bersamaku disini kelak. hiduplah meskipun tanpa aku disisimu, dengan anak kita Angin, yang akan mengabarkan lewat do'a bahwa dia menjagamu untukku dengan baik. Aku mencintaimu, selamanya".

Jamal

END

S

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 18, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

J A M A LWhere stories live. Discover now