Part 1

1.4K 143 13
                                    



Sebelum mulai baca cerita ini, silahkan lihat warning yang ada di prolog.

Semoga ga mengecewakan ya, bener-bener di tunggu komentar kalian.

***

"Ara, kenapa wajahmu tampak mengerikan seperti itu? Apa kau baru saja melihat hantu?" Jared, sahabatku tersayang ini bukannya membatu mengembalikan mood-ku malah membuatnya semakin buruk saja.

"Aku sedang tidak berminat untuk menanggapi gurauanmu Jared," ucapku ketus.

"Well well well bila kau sudah bereaksi seperti ini pada gurauanku yang memukau, pasti terjadi sesuatu? Ada apa, siapa tahu sahabatmu ini bisa membantu." Mendengar kekehan menyebalkan Jared malah membuat mood-ku semakin terjun bebas. Dengan kesal ku lemparkan proposal yang baru setengahnya kubaca ke arahnya.

"Apa ini?" tanyanya bingung. Aku melihat perubahan ekspresi wajah Jared ketika membaca proposal itu, dari mulai bingung, kesal, marah, lalu tanpa ku duga dia malah tertawa terbahak-bahak.

"Jangan tertawa! Itu sama sekali tidak lucu." Aku tak habis pikir, bisa-bisanya sahabatku ini tertawa melihat isi proposal mengerikan itu. Untung saja kami tidak hanya berdua di ruang make up ini, ada Mila –manager—, yang sedang merapihkan barang-barangku di sudut ruangan, jika tidak ku pastikan Jared hanya tinggal potongan-potongan kecil.

"Ahahahha... sayang sekali, bagiku isi proposal ini sangat lucu. Bagaimana bisa mereka memintamu untuk menjadi aktris settingan?" lalu Jared kembali tertawa.

"Ku sarankan hentikan tawamu itu sebelum sisir ini yang akan menghentikannya." Syukurlah, sepertinya ancamanku berhasil, karena detik itu juga Jared menghentikan tawanya dengan susah payah. Walaupun, sebenarnya aku tidak keberatan jika sisir dalam genggamanku ini sedikit menggores wajah tampannya.

"Ck, dasar wanita kejam! Tapi aku tak habis pikir, dari mana mereka bisa mendapatkan ide seperti ini? Aku kira ide ini hanya berlaku di kalangan selebritis-selebritis saja."

Aku mendelik kesal ke arah Jared. "Apa kau lupa bawa aku ini selebritis juga?" tanyaku sambil memasang senyum mematikan yang malah menyebabkan Jared kembali tertawa.

"Maaf, aku hampir saja lupa bawah pekerjanmu ini termasuk dalam katagori itu juga," katanya sebelum kembali tertawa. "Lalu apa yang akan kau lakukan dengan proposal ini? Coba aku lihat, sebenarnya apa yang mereka tawarkan padamu." Dengan serius Jared kembali membaca proposal menyebalkan itu. "Hmm... mereka memintamu untuk pura-pura menjalin kasih dengan aktor yang sedang naik daun itu ya. Bagaimana kau akan menanggapi permintaan ini?"

"Tentu saja aku akan menolaknya! Enak saja mereka menyamakanku dengan aktor dan aktris settingan yang mendongkrak popularitas dengan cara konyol seperti itu. Lagi pula, tanpa harus melakukan hal bodoh seperti itu, aku kan memang sudah terkenal," kataku yang dijawab dengan delikan mata oleh Jared.

"Terserah kau sajalah, yang penting malam ini kau jadikan menemaniku?"

"Tentu saja, kamu bisa menjemputku jam tujuh malam. Tapi, seharusnya kau mulai serius pada seorang wanita, jadi jika ada acara-acara seperti ini aku tidak perlu selalu repot mendampingimu— awww!" Aku meringis kesakitan ketika sesuatu yang keras mendarat di kepalaku. Sial! Tidak Jared tidak Lita, mereka suka sekali menganiayaku.

"Kau baru boleh menceramahiku tentang mencari pasangan hidup, ketika kau sudah menemukan pasangan hidupmu sendiri." Lalu Jared tanpa merasa bersalah, Jared pergi meninggalkanku yang tengah kesakitan.

Menyebalkan! Ingatkan aku nanti untuk membuat perhitungan dengannya.

***

"Ingat jangan memulangkanku malam-malam, besok aku ada pemotretan pagi." Ingatku pada Jared ketika kami mulai memasuki ruangan pesta.

"Tenang saja, aku pasti memulangkanmu tepat waktu, lagi pula aku tidak ingin mendapat ceramah dari manager tersayangmu itu." Aku tersenyum mendengar jawabannya. Hubungan Jared dan Mila memang tidak terlalu baik.

"Jangan seperti itu. Siapa tahu ternyata Mila adalah pasangan hidupmu." Rasanya aku ingin tertawa ketika Jared langsung menatapku dengan pandangan horor.

"Lebih baik aku tidak memiliki pendamping hidup dari pada sisa hidupku harus didampingi wanita sinis sepertinya. Apa kau tidak melihat, bagaimana dia selalu melihatku seperti wabah dari pertama kali kami bertemu!"

Memang sejak pertama kali aku memperkenalkan mereka berdua, Mila selalu menjaga jarak dari Jared, seakan-akan pria itu adalah virus yang sewaktu-waktu dapat menularkan penyakit mematikan padanya. Tingkah laku Mila yang seperti itu tentu saja sangat melukai ego Jared sebagai seorang pria, terlebih lagi selama ini Jared selalu digilai semua wanita dari berbagai kalangan.

Sampai sekarang pun, aku tidak tahu apa yang menyebabkan Mila berlaku seperti itu pada sahabatku ini. Setahuku, dia memang sinis pada setiap pria, hanya saja tidak ada yang separah Jared. Pernah sekali waktu aku mencoba menanyakan hal itu padanya, yang pada akhirnya hanya dijawab oleh tatapan malas. Karena tak ingin memaksa, akhirnya aku pun tak ambil pusing. Mungkin ada baiknya juga sesekali Jared di perlakukan seperti itu, mengingat bagaimana dia selalu mendapat perlakuan spesial dari wanita manapun.

"Yah, semoga saja kau bisa menepati ucapanmu sendiri. Walaupun aku tidak bisa membayangkan, sisa hidupmu tanpa di temani seorang wanitapun."

"Oh ayolah, aku tidak separah itu," jawab Jared tak terima. "Dari pada kita berdebat mengenai manager-mu ini, lebih baik kita berkeliling dan menyapa teman-temanku yang lain, siapa tahu di antara mereka terdapat si pria yang masa depannya tak bisa kau lihat itu." Aku mendelik kesal ke arahnya. Apanya 'si pria yang masa depannya tak bisa kau lihat' au sudah berkali-kali menemani Jared ke acara kantornya seperti ini, yang artinya sudah berkali-kali pula aku bertemu dengan teman-temannya. Akhirnya aku hanya pasrah ketika Jared menyeretku ke sana kemari untuk bercengkrama dengan teman-temannya berserta pasangan mereka.

"Masih saja menyeret Ara ke acara seperti ini?" tanya Wildan salah satu teman Jared. "Ku kira akhirnya kau berubah pikiran dan memutuskan untuk membawa salah satu kekasihmu alih-alih Ara."

"Aku tidak lebih memilih membawa salah satu kekasihku itu dibandingkan dengan membawa sahabatku ini kan?" jawab Jared seenaknya. Hampir semua teman Jared pada awalnya mengira bahwa aku adalah kekasih pria itu, walaupun kami sudah mengklarifikasinya berkali-kali, tetapi ketika melihat Jared yang selalu aja di kunjungi wanita yang berbeda di kantornya, akhirnya mereka mulai mempercayai hubungan kami hanya sebatas sahabat. Pembicaraan terus bergulir mulai dari Jared yang masih selalu membawaku hingga pada urusan kantor. Hingga pada akhirnya seorang pria menghampiri kelompok kecil kami.

"Oh ya Ara, kenalkan ini Jovan, baru sebulan lalu dia bergabung dengan perusahaan kami. Dan Jovan kenalkan ini Ara dia—" Saat pandanganku bertemu dengan mata pria itu, aku sudah tak bisa lagi mendengar apa yang Jared katakan. Waktu serasa berhenti, satu persatu orang disekitarku seakan menghilang, hiruk pikuk di sekitarku memudar hingga tak terdengar sama sekali. Mulanya hawa dingin menyelimutiku hingga ke tulang, napasku mulai terasa berat dan sesak, rasanya oksigen direnggut paksa dari para-paruku. Sekuat tenaga aku berusaha menetralkan debar jantung yang sudah tak terkendali. Hingga akhirnya semua menjadi gelap.

"Ara! Ara!!" panggilan Jared yang cukup kencang dan guncangan pada tubuhku langsung membuatku kembali tersadar. "Ada apa? Apa kau sakit? Wajahmu pucat sekali." Aku bisa melihat sorot cemas Jared dan orang-orang di sekitar kami, termasuk pria itu. Aku menarik napas berusaha mengisi paru-paruku yang sempat kosong. Dengan linglung aku berusaha mengalihkan tatapanu dari pria itu ke arah Jared. Lidahku terasa kelu ketika mengucapkan kalimat yang mungkin hanya bisa terdengar oleh Jared. "Aku menemukannya." Aku masih sempat melihat mata Jared yang membulat kaget mendengar kata-kataku, sebelum semuanya berubah menjadi gelap.

Finding YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang