Chapter 3

58K 2.7K 69
                                    

*Playlist di atas: Camila Cabello - Crying in The Club

Sebelum baca boleh ya klik tanda bintangnya? hehe 💕🌠

-----

Selamat Membaca!❤


Suasana kantin di salah satu Universitas terletak di kawasan Itacha, New York–Cornell University, tampak ramai. Bermacam-macam mahasiswa berada disana. Semua orang sibuk melakukan banyak hal di kantin. Ada yang sekadar bertukar pikiran, menyantap makanan, dan masih banyak hal lainnya.

Willem sendiri hanya melamun sambil senyam-senyum seperti orang gila. Banyu—sahabatnya mengerutkan dahi menatap heran sang sahabat.

"Bro! Are you okay? Kenapa senyum tidak jelas begitu?" tegur Banyu mengusik apa yang Willem pikirkan. Lelaki itu justru nyengir ketika ditegur olehnya.

"Iya ... gila karena cinta."

Banyu menggelengkan kepala. Agak berlebihan sebenarnya mendengar kalimat Willem barusan. Ya, berhubung cinta memang tidak masuk logika jadi dia memaklumi.

"Deborah William? Memangnya kau sudah menjadi simpanannya? Eh—lelaki bayaran maksud ku." tanya Banyu ingin tahu.

Willem mengangguk. Banyu terbelalak tak percaya. Selain gila, ternyata niat sahabatnya itu terlalu nekat. Dia pikir ide Willem hanya sekadar omong belaka, ternyata dilakukan juga.

Belum sempat Banyu kembali berbicara, suara beberapa perempuan menginterupsi perbincangan mereka.

"Willem, Happy Valentine's Day!" seorang perempuan bersuara sebagai pencetus awal sambil menyodorkan coklat berukuran sedang kepada Willem.

Dua perempuan lainnya ikut menyodorkan coklatnya pada lelaki yang sama. Mereka kompakan jadi penggemar Willem sejak pertama kali melihat kakak seniornya itu.

Willem mengabaikan hal itu. Bukan kebiasaannya meladeni para perempuan yang sering menggoda demi mendapat perhatiannya.

Raut wajah ketiga perempuan itu nampak kecewa, namun Banyu buru-buru menyemangati mereka supaya tidak sedih. Ya hitung-hitung jadi asisten Willem yang sudah seperti artis karena semua perempuan seantero kampus tergila-gila padanya.

"Willemnya lagi tidak mood, jadi biar aku saja terima coklatnya. Willem pasti makan, terima kasih ya." Banyu mengambil sodoran coklat tersebut lalu menaruhnya tepat di depan Willem. Tak lama dia tersenyum ramah.

"Thank you, Banyu! Oh ya, kita juga punya coklat untukmu!" Perempuan itu menyodorkan coklat lainnya yang berukuran lebih kecil, lalu dua perempuan lainnya mengikuti.             

Banyu tersenyum kemudian mengambil coklat tersebut. Padahal dia juga tidak mau dikasih coklat, sakit gigi nanti. Berhubung tidak tega membuat para perempuan itu sedih, terpaksa Banyu menerimanya. Tak lama kemudian ketiga perempuan itu pergi. Banyu menghela napas setelah menyadari sudah ada setumpuk coklat yang berada di atas meja mereka.

Lagi pula, siapa yang tidak mengenal Willem Kyle Smith—lelaki yang masuk dalam jajaran top five seantero kampus. Wajah tampan dengan dagu terbelah serta iris biru menggoda, berwawasan luas, pintar, dan charming tentunya. Pangeran yang selalu di dambakan oleh perempuan manapun, bahkan ada pula dosen yang tertarik padanya. Sayang saja Willem tidak pernah tertarik dengan perempuan manapun, dan ... ternyata Deborah menjadi satu-satunya perempuan yang sukses menarik perhatiannya. Baru dengan Deborah saja Willem jatuh cinta.

"Gila! Mereka memberikan kita coklat terus!" seru Banyu terheran-heran.

Kalau Choi Banyu—lelaki tampan peranakan Korea–Indonesia itu juga cukup di gilai oleh perempuan di kampus. Wajahnya seperti Oppa-Oppa Korea berhasil memikat dengan cara tersendiri. Walau tidak terlalu pintar seperti Willem, tapi dia cukup humble. Sudah menetap lama di New York bersama kedua orangtuanya. Jika Willem tidak memiliki ketertarikan pada siapapun kecuali Deborah, maka kisah cinta Banyu lebih miris. Mudah ditipu dan dibodoh-bodohi, ya begitu intinya.

Kiss Me Until I Lost My Mind (TAMAT)Where stories live. Discover now