The Reason

3.5K 448 20
                                    

Dua anak manusia itu masih betah untuk tenggelam dalam sinar mata yang saling bertatapan. Detik yang berlalu seirama dengan deru nafas, mereka yang tak pernah jemu untuk beranjak dari tempat itu.

Tempat yang penuh dengan keramaian dan suka ria itu. Tak mampu mengindahkan perhatian mereka.

Forth tidak pernah merasa sedamai itu ketika menatap orang yang baru ia temui. Wajahnya yang begitu teduh dan sorot mata yang begitu menghangatkan.

Langkahnya yang hendak mendekati lawan tatapnya itu harus sirna.

Ketika ia melihat laki-laki itu memutuskan kontak mata dengannya dan memilih untuk pergi mengikuti seorang anak kecil yang sedari tadi menarik lengan kemeja laki-laki itu.

Sempat menelan kekecewaan karena ditinggal laki-laki itu. Forth memilih untuk menyusuri tempat festival itu. Tersedia banyak hiburan dan makanan di tempat itu.

Tanpa disengaja... Ditengah keramaian itu, mata coklatnya itu menemukan seseorang yang sangat ia kenal.

Lam...
.
.
.
.
Setelah selesai mengantar anak tadi kembali ke ibunya. Berlian hitamnya itu tak mampu menemukan laki-laki yang ia cari selama ini, bahkan saat Beam kembali ke tempat terakhir kali ia melihat Forth.

Jika saja bukan tanggung jawabnya sebagai orang dewasa. Mungkin Beam akan menghampiri Forth.

Tetapi... Untuk apa?

Memperkenalkan diri sebagai penerima jantung adiknya. Mengucapkan terimakasih kemudian mengukapkan kenyataan yang Beam ketahui.

Tidak... Beam bisa menambah kesedihan keluarga itu.

Mungkin... Di lain waktu...

"Aku harap... Bisa bertemu lagi denganmu, N'Forth"
.
.
.
.
Next day...

Sinar matahari sore menyentuh lembut kulit seputih salju kepunyaan Beam. Terkadang terasa begitu menyilaukan, tetapi ia menikmatinya. Suasana yang begitu tenang dan damai, melingkupi langkah kakinya.
Terdapat dua buket bunga aster yang tertenteng di kedua tangannya.

Ia berhenti tepat di depan sebuah pusara. Beam meletakan salah satu dari buket bunga itu, ia sempat membacakan sebuah doa. Setelahnya berlian hitam itu menatap ke sebuah foto yang sengaja diletakan di pusara itu.

"Semalam aku sudah menemui kakakmu, Kin. Orang yang hampir aku tabrak itu ternyata laki-laki yang kucari selama ini. Dia memiliki mata yang sama denganmu. Badannya tegap dan tinggi. Serta pundak bidangnya itu terlihat sempurna dengan proposi wajah rupawannya... "

Angin berhembus lembut menyapu helai rambut Beam. Tak lama kemudian sebuah senyum terpatri di bibir merahnya itu. Tetapi tidak dengan mata sedih itu.

"Kin...aku tahu akan dosa yang kusebabkan untukmu... Kau yang begitu muda dan cantik... Masa depan yang cerah... Harus sirna karena diriku..."

"Aku tahu... Aku tidak pantas untuk maaf darimu bahkan keluargamu... Tetapi ijinkan aku untuk menjaga keluargamu... Ijinkan aku untuk menebus kesalahan dan dosa ayahku..."

Suaranya mulai parau, ia tak tahu kata apalagi yang harus terucap dari bibirnya.

Kenyataan yang ia pendam seorang diri. Hatinya hancur saat tahu alasan hal itu harus terjadi.

Ia menunduk guna menelan rasa sakit itu sendiri. Tangannya terjulur menyentuh pusara itu.

"Kin... Aku pamit, Nong... Doaku senantiasa menyertaimu di tempatmu berada... "

Beam pergi dari depan pusara itu. Airmata yang memenuhi pelupuk matanya pun jatuh. Perasaan bersalah yang memenuhi sanubarinya itu tak mampu hilang, justru semakin melukainya. Rasa sakit yang tak mampu terobati oleh obat apapun.

God Give Me You | Forth & Beam's StoryWhere stories live. Discover now