Bab 17 - Titik Terang

Mulai dari awal
                                    

"Baik, kamu sendirian aja?" sahut Dendra.

Hanin tersenyum, "Iya."

"Kita baru selesai, kamu mau gabung untuk sarapan?"

Hanin melirik Franda yang terlihat menjaga senyumnya dengan baik. Entah untuk apa senyum itu karena Hanin tidak merasa senang direspon dengan kelewat ramah. Tapi tawaran Dendra untuk sarapan bersama bagus juga. Jika ingin berdamai dengan masalah maka hadapilah masa lalu itu sendiri.

"Boleh, mau sarapan dimana?"

Jawaban Hanin yang dengan santai menerima ajakan Dendra makin membuat pasutri di depannya sedikit bingung.

"Dekat sini ada restoran bubur yang enak, kita ketemu di depan, gimana?"

Hanin mengangguk setuju lalu berjalan menuju ruang loker untuk mengganti kostumnya. Tapi langkah Hanin menuju loker nyatanya tak sendiri. Hanin pun menolehkan kepalanya untuk menemukan Franda yang juga mengarah menuju ruang ganti wanita.

"Udah lama Gym di sini?" tanya Franda memecah kekakuan diantara mereka. Hanin masuk ke dalan ruang ganti dan langsung menuju lokernya.

"Dua tahun tapi 3 bulan terakhir stop dulu karena sibuk." jawab Hanin dengan matanya yang melihat Franda membuka loker di deretan sebelah kiri tak jauh darinya. Kebetulan macam apa ini?

"Kamu sendiri?" Hanin balik bertanya.

"Baru dua bulan, sebelumnya di Gym deket kantor tapi karena kami baru pindah apartemen dan lokasinya dekat dari sini akhirnya kami pilih pindah." jelas Franda dengan kata 'kami' yang merujuk pada ia dan Dendra.

Hanin tak berkomentar karena takut dikira penasaran. Jadi ia pun memilih mengambil pakaian dalam dan bajunya lalu menuju kamar mandi yang tersedia. Ia akan mandi dan menjernihkan pikirannya sebelum berhadapan dengan Dendra dan Franda.

Satu jam dihabiskan Hanin untuk mandi dan mengganti pakaiannya. Kini Hanin sudah rapih dengan rok jeans yang ujungnya di bawah lutut lalu dipadukan dengan sweater rajut warna khaki. Tak lupa dengan slip on shoes warna putih untuk alas kakinya. Rambut panjangnya sudah selesai dikeringkan. Setelah mematut tampilannya ia pun berjalan keluar menuju lobi Gym.

Di sana Hanin menemukan Franda sedang ngobrol dengan Dendra. Pasutri itu nampak serasi dengan pilihan kaos warna senada dan ripped jeans warna biru terang.

Restoran bubur yang dimaksud Dendra ternyata lokasinya masih di dalam Mall tempat Gym mereka berada. Berada di lantai dasar dan dekat dengan lobi Mall.

Hanin memesan salad sayur sedangkan pasutri di hadapannya memesan bubur ayam. Hanin merasa olahraganya sia-sia jika habis berpeluh keringat justru bernafsu memakan bubur yang kalorinya bisa terhitung tinggi.

"Gimana kerjaan, Nin? lancar?" Dendra membuka percakapan.

Hanin bersandar pada punggung kursi restoran sambil menunggu pesanan mereka datang. "Lumayan... cuma memang lagi padat aja jadwal sidangnya." jawabnya.

"Kalau Wiga gimana? Sayang sekali karena semalem kita nggak bisa kumpul dan makan bareng." Hanin ingin melempar wajah Dendra dengan tisu saat ucapan pria itu terdengar munafik ditelinganya. Dipikir urusannya dengan Hanin sudah selesai sampai dengan santainya mengajak makan bersama.

"Semalem aku nggak bisa karena harus lembur." aku Hanin, alasan yang sama saat Erik mengirimkan pesan pada Wiga. Saat itu untungnya Haninlah yang membalas dan syukurnya Erik percaya saja.

"Nin.. Maaf sebelumnya, tapi apa kamu masih marah pada kami?"  

Itu suara Franda yang tiba-tiba terdengar melontarkan pertanyaan yang serius. Hanin suka karakter Franda yang tak suka berbasa-basi.

DESPERATE FOR LOVE √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang