Bab 2 - Amnesia?

11.3K 688 94
                                    



-○○-





Washington DC

Tangan putih mulus tanpa celah milik wanita cantik itu terlihat berkilau karena terkena cahaya matahari dibalik kaca jandela besar disampingnya, Tanpa peduli kulitnya nanti akan memerah, dia malah sibuk mengusap cincin berhiaskan berlian emelard dari Italia.

Menatapnya lama, dengan senyum tipis yang mengambang diwajahnya. Aroma black coffie yang terhembus disekitar hidungnya, menambah senyuman tipis itu menjadi lebar. Dalam hati, merasa beruntung karena menemukan kafe ini tiga tahun yang lalu hingga sampai saat ini dia lah yang sering menjadi pelanggan tetap disini.

Sakura melirik jam dipergelangannya, lalu mendesah bosan. Well semuanya memang sempurna dengan black coffie kesukannya di tambah musik yang disetel hingga terdengar diseluruh penjuru.

Tapi semuanya kian menjengkelkan jika seseorang yang ingin bertemu dengannya sama sekali belum menampakkan batang hidung cantiknya.

Remember, time is money?

Sakura masih memegang prinsip itu. Jadi menunggu selama tiga puluh menit, adalah waktu yang telah terbuang sia-sia. Bayangkan dalam waktu tigapuluh menit bisa saja dia menghasilkan banyak million dolar.

Merasa pria itu mungkin hanya bercanda untuk mengajaknya, dia bangkit setelah meletakkan beberapa dolar di atas meja. Menunggu bagaikan orang bodoh, bukanlah sesuatu yang bermartabat. Baru saja dia melangkah, suara seorang pria terdengar.

"Sakura?"

Suara berat sedikit serak, membuatnya mendongak, alisnya mengernyit ketika melihat wajah pria itu.

"S-Sakura?" Panggil suara itu lagi.

Dia mengerjapkan matanya sebentar, lalu menjawab, "Saya sendiri."

Netra pria itu membulat, dengan langkahnya yang semakin dekat, Sakura mundur beberapa langkah ke belakang. Merasa bingung, karena tidak mendapat gambaran jika dia mengenal pria ini.

"Who are you?"

Langkah itu mendadak berhenti, meloloskan desahan lega dari bibir merahnya. Mencoba tidak terlihat bodoh, Sakura menyampirkan kembali tas prada-nya ke bahu.

"Kau tidak mengenalku?" Tanya pria itu lirih.

Tubuh proporsional miliknya sedikit menegang, mendengar suara lirih pria itu. Tapi dia mengantinya dengan tersenyum tipis, "Sorry?"

Tapi sebelum pria itu bersuara, satu pukulan kuat bersarang disudut bibirnya. Sakura memekik kecil seraya mundur ke belakang.

"Apa yang kau lakukan disini, bajingan?" Sasori berdesis, hazelnya terlihat tajam menusuk Onyx pria yang jatuh tersungkur dibawahnya.

"Brother, kenapa kau memukulnya?"

Sasori melirik adiknya dingin, tanpa menjawab dia memegang lengan telanjang Sakura lalu menyeretnya menjauh. Jarinya teracung kedepan wajah pria yang masih meringis karena pukulan kencang tadi.

"Aku ingatkan kau untuk menjauh dari adikku."

Sakura meringis, melihat pria yang menjadi lawan kakaknya. Sudut bibir pria itu sedikit robek, tapi tidak urung membuatnya terlihat kesakitan.

"Kalau aku tidak mau?"

Sasori berhenti, "Aku tidak peduli jika nanti Itachi akan membunuhku, karena telah membunuh adiknya."

HurtWhere stories live. Discover now