Single - 4

3.2K 431 50
                                    

Hatiku dipatahkan oleh seseorang yang bahkan tidak tahu aku mencintainya.

***

Jadi hanya tiga itu?

Sebenarnya tidak. Masih ada beberapa, namun hubunganku dengan mereka tidak terlalu dekat saat ini. Ada Arnold –bukan Schwarzenegger- yang seorang DJ terkenal di ibukota. Kemudian ada Orlando, pemilik kedai kopi franchise yang cukup tersohor. Belum lagi, Nugros, musisi yang sibuk tour keliling Indonesia. Namun aku tidak akan memperkenalkan mereka. Tidak sekarang. Karena mereka tidaklah seintim aku dengan Nicholas, Raja ataupun Satria.

Jadi untuk saat ini, tiga saja sudah lebih dari cukup.

Aku menyesap kopi hitam sambil sesekali menatap layar computer. Pikiranku masih kosong setelah kejadian weekend kemarin. Rasanya aku ingin mengambil cuti seminggu dan bergelung di kamar untuk menyembuhkan patah hatiku. Tapi tidak. Bukankah obat patah hati adalah move on? Oh silakan bicara dengan tangan atau dinding. Move on bukanlah urusan yang bisa selesai dalam sehari dua hari. Aku sudah mencobanya, berulang kali. Namun gagal karena bayangan Satria selalu menari-nari dalam benakku.

Aku menganggapnya sebuah kewajaran mengingat mencintainya sudah cukup lama, jelas aku tidak akan move on dalam waktu dekat. Satria berusaha menghubungiku. Dia khawatir mengapa aku tiba-tiba sakit perut, namun aku tidak membalas chatnya sama sekali. Memangnya apa yang bisa kukatakan? Lebih baik tutup mulut dan tahan tangisanmu.

Tepukan ringan dibahu membuatku terlonjak. Gadis, sahabat sekaligus rekan kerja di kantor tertawa saat melihatku kaget. Meskipun aku lebih suka berteman dengan pria, namun aku tetap membutuhkan teman wanita untuk diskusi kalau bonus turun enaknya beli wedges atau heels ya, atau bulan depan Zara atau Mango yang diskon. Hal-hal semacam itu tidak bisa ditanyakan pada kaum pria, karena jawaban mereka pasti, 'terserah lo aja deh, Nad'.

"Ngelamun aja, Nek." Dia mengambil kursi dan duduk di sampingku.

"Sumpek nih gue. Ke PS yuk."

"Tanggung bulan gini? Bikin tambah menderita aja. Nantilah seminggu lagi."

Aku menghembuskan napas. Tanggal tua begini memang bikin hati yang suram tambah kelabu. Seperti ada petir yang sahut menyahut.

"Masih soal Satria?" Suara Gadis setengah berbisik.

Aku menundukkan kepala di meja dan bergumam membenarkan pertanyaannya.

"Duh, yaudah sih. Dia kan udah memutuskan mau married, terus lo mau apa?"

"Gini ya, Dis. Gue juga nggak mau ngapa-ngapain, tapi hati gue potek sepotek-poteknya. Bayangin ya, gue itu suka sama Satria, dari gue masih ngompol sampai sekarang."

"Dia tahu nggak, lo suka sama dia?"

"Emm..." Aku mencoba mengingat-ingat apakah ada clue bahwa Satria tahu aku menyukainya.

"Enggak kan? Berarti hati potek itu lo sendiri yang bikin!" sahutnya.

"Gue nggak mikir dia bakalan married."

"Trus maksudnya dia ama lo sama-sama single sepanjang masa? Temenan terus tanpa ada keinginan untuk beranak pinak?" sindirnya.

Aku mencibir. "Bahasa lo lebay!"

"Gini deh, kenapa nggak lo jujur aja ama dia?"

"Trus abis tu gue dicap pelakor. Pencuri laki orang. Hih gini-gini gue masih punya harga diri."

Gadis mendekatkan kursinya ke arahku. "Gimana kalau ternyata dia punya perasaan yang sama ama lo? Gimana kalau ternyata dia juga suka ama lo?"

Aku terdiam dan berpikir sejenak. Misal jawabannya seperti itu, lalu apa yang harus aku lakukan? Bagaimana kami bisa melangkah sementara dia sudah terikat dengan Hanum?

"Makan dulu, nih." Suara berat mengejutkanku. Raja datang sambil menenteng seplastik gorengan.

"Duh, lo ngapain sih bawain makanan nggak sehat? Nadhira hatinya lagi potek, mestinya bawain makanan bergizi biar dia semangat lagi." Gadis mulai cerewet namun tangannya meraih tahu isi dari dalam plastik.

"Memangnya lo kenapa?" Raja mendekatkan wajahnya padaku.

"Lha memangnya lo nggak tahu?" Gadis baru saja akan membuka mulut namun kupelototi. Tidak satupun dari sahabat laki-lakiku yang tahu aku menyukai siapa.

"Gue lagi PMS," sahutku cepat.

"Oh, mau gue beliin pembalut? Yang pakai sayap apa baling-baling?" ledeknya sambil tertawa.

"Nggak lucu!" ketusku. Gadis ikut terbahak dan berjalan kembali ke kubikelnya.

Raja duduk di kursi yang tadinya diduduki Gadis. "Gue lihat, muka lo hari ini emang sepet banget, Nad. Kalau gue jilat pasti rasanya lebih kecut dari jeruk nipis."

Aku mengernyit jijik padanya, namun setelahnya ikut tertawa. Raja hampir tidak pernah gagal menghiburku. Dia adalah orang yang mampu membuatku tertawa terbahak-bahak padahal sedang menangis.

"Cerita dong, Nad ...," bujuknya

"Cerita apa? Gue nggak kenapa-kenapa."

"Nggak bakat lo jadi tukang bohong, jidat lo sekarang kayak ada stempel senggol bacok tahu nggak."

Aku tertawa lagi, kemudian teringat ingin menanyakan sesuatu padanya. "Ja, kalau lo memendam perasaan lama ama seseorang dan akhirnya pengen ngungkapin, apa yang lo lakukan?"

Raja terdiam, kemudian matanya menyipit curiga melihatku. "Nggak mungkin. Gue nggak bisa nidurin lo, Nad."

Kupukul punggungnya. "Bukan lo, Bego. Yang mau ngungkapin juga bukan gue."

Dia terbahak. "Kirain lo diam-diam naksir gue selama ini."

"Kalau lo udah nggak hobi hinggap sana sini, akan gue pikirkan," jawabku asal.

"Mengungkapkan ya? Gue akan ajak dia makan, suasana romantis, terus gue puter lagu kesukaan dia, dan biarkan itu mengalir." Dia menjelaskan dengan penuh semangat.

"Berhasil?"

Raja tertawa. "Kapan gue pernah gagal?"

Sekali lagi kupukul punggungnya. Lebih keras dari sebelumnya.

***

Sekalipun dirimu patah hati, dunia akan terus berputar. Jadi aku tidak mungkin terus bermuram durja menghadapi dunia. Mungkin benar kata Gadis, sudah seharusnya kuungkapkan saja perasaanku. Bukan untuk merebut Satria dari Hanum, namun untuk membebaskan perasaanku sendiri.

Aku ingin mengungkapkan tanpa mengharapkan jawaban. Tapi harus kulakukan agar aku bisa kembali berjalan dan membiarkan Satria hidup bahagia dengan pilihannya. Bukankah hal itu bisa jadi jawaban dari kegelisahan hatiku? Mencintai dalam diam dan patah hati tanpa kata-kata lalu membiarkan semua berjalan seolah baik-baik saja adalah kemunafikan yang paling hakiki. Karena yang kau bohongi adalah hatimu sendiri dan yang kau sakiti adalah dirimu sendiri.

Apakah ini mudah? Tentu saja tidak. Keberanian saja tidak cukup. Untuk kasus sepertiku yang sudah bersahabat cukup lama, ini akan jadi pertaruhan. Setelah ini ada jarak berjudul canggung di antara kami. Tapi bukankah itu lebih baik daripada memendam ini lebih lama lagi?

_______________________________________

 Holaaa...

Tiupin dulu ni lapaknya udah berdebu banget. Maafkan saya yang jarang update dan sekali update cuma sedikit. Setahun ini banyak sekali yang terjadi, jadi setiap ngadep laptop, otak kosong banget nggak tahu mau nulis apa. 

Alhamdulillah semalem bisa update Minori dan hari ini update Nadhira. Oiyaaa sekalian promo ya, Abang Alaric ( Stick With You) coming soon mau terbit. Penerbitnya Gagas Media. Saat ini sudah saya posting dari bab 1- bab 5 yang versi buku. Silakan mampir. bab 6 dan seterusnya ada di buku yaa...

Terima kasih untuk yang setia menanti dan rajin nagih-nagih kapan saya update, Semoga bisa makin rajin main di wattpad biar lapaknya nggak berdebu.

Selamat menikmati weekend yang tinggal beberapa jam lagi, semoga hanya Nadhira yang lagi sedih ;)

Kalau berkenan, jangan lupa vote dan komen yaaa...

Love,

Vy

Single All The TimeWhere stories live. Discover now