"Kamu gak punya sekretaris ? Aku mau jadi sekretaris kamu Mon" ucap Bella yang terdengar sedikit memaksa.

"Aku punya sekretaris, tapi sekarang dia lagi gak masuk" ucap Mondy datar.

"Gak masuk ? Ya udah Mon pecat aja, masa' punya karyawan malas-malasan sih" ucap Bella.

Raya terperangah mendengar perkataan Bella. Siapa sebenarnya wanita itu ? Seenaknya aja nyuruh Mondy mecat Raya. Sebelum Mondy pecat juga Raya yang akan mengundurkan diri terlebih dahulu.

Raya jadi kesal dan sakit hati lama-lama mendengar pembicaraan mereka.

Raya masuk ke ruangan Mondy tanpa mengetuk pintu. Mondy sampai terkejut dengan kedatangan Raya, ditambah lagi ada Bella. Mondy jadi merasa tidak enak. Takut Raya berpikir yang macam-macam.

"Raya, kamu kok baru dateng jam segini ?" tanya Mondy.

"Oh maaf, tapi saya kesini hanya ingin mengantarkan ini" ucap Raya memberikan map yang dibawanya kepada Mondy.

Mondy membuka map tersebut dan membacanya. Mondy baru membaca kop surat tersebut tapi matanya sudah melebar.

"Raya ka...kamu mau resign ?" ucap Mondy tak percaya.

"Iya, mulai hari ini saya resign dari kantor ini" ucap Raya santai.
Raya melihat ke arah Bella yang menatapnya penuh selidik dan melanjutkan ucapannya.
"Lagian mbak ini cantik kok, ya cocok lah buat jadi sekretaris/asisten bapak"

Mondy hanya terdiam. Ia tidak ingin Raya mengundurkan diri dari kantornya.

"Ya udah, saya permisi. Selamat siang" Raya melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Mondy.

Mondy memijit pelipisnya pelan. Tiba-tiba rasa pusing menderanya.

"Maaf Bel, kita bicarakan nanti"

Mondy melangkahkan kakinya berusaha mengejar Raya tidak memperdulikan Bella yang masih ada di ruangannya.
Bagaimana pun Raya lebih penting, Mondy tidak ingin Raya resign dari kantornya. Jika itu terjadi, bahkan untuk melihat wajah wanita yang dicintainya pun ia tidak bisa.

"Itu cewek siapa sih ? Pacar Mondy ? Kalau cuma sekretaris kenapa Mondy seakan gak rela kalau dia resign ?" ucap Bella.

"Raya tunggu Ray" Mondy menahan lengan kiri Raya yang membuat Raya meringis sakit saat Mondy tak sengaja menekan lukanya.

"Aww... Lepasin  !"

Mondy melepas tangannya dan terkejut saat melihat tangan Raya terluka.

"Ray kamu kenapa ? Apa terjadi sesuatu sama kamu Ray ?" ucap Mondy panik. Mondy tidak lagi memperdulikan karyawan di kantornya yang tengah menatapnya heran.

Raya tersenyum mengejek melihat respon Mondy. Kemarin bahkan ia menganggap Raya bukan apa-apa tapi sekarang bersikap seolah ia mengkhawatirkan Raya kembali.

"Ya memang terjadi sesuatu dan anda tidak perlu tahu itu" ucap Raya ketus.

Raya melepaskan tangannya yang ditahan Mondy dan akan melanjutkan langkahnya keluar dari kantor Mondy.

Namun lagi-lagi pergelangan tangannya Mondy tahan.

"Jelasin apa alasan kamu resign Ray ?" gumam Mondy.

"Saya punya alasan sendiri dan saya rasa itu bukan urusan anda !" ucap Raya ketus.

Raya mempercepat langkahnya meninggalkan Mondy, segera Raya mencegat sebuah taksi dan berlalu dari kantor Mondy.

**

Raya sedang duduk di atas tempat tidurnya.
Raya mengambil handponenya yang dari semalam tidak ia aktifkan.
Banyak sekali panggilan masuk dari Mondy dan juga beberapa pesan singkat. Raya meletakkan kembali handphonenya di atas nakas tanpa membuka satu pun pesan dari Mondy.

Raya mengintip dari celah jendela kamarnya saat mendengar suara mobil memasuki halaman rumahnya. Itu mobil Mondy.

"Cihh, untuk apa lagi dia kesini ?" Raya berjalan naik ke atas tempat tidurnya dan menutup kedua telinganya dengan bantal.

Tok... Tok... Tok....

Mondy terus mengetuk rumah Raya dan menyerukan nama Raya.
Raya menulikan telinganya, seolah dia tidak mendengar apapun.

"Raya keluar Ray, aku mau ngomong" ucap Mondy berteriak dari luar rumah Raya.

Masih tidak ada tanda-tanda bahwa Raya akan membuka pintu.
Mondy tidak menyerah ia menghubungi hp Raya beberapa kali namun tidak Raya angkat.

"Ray aku mohon sebentar saja" ucap Mondy sedikit nyaring.

Raya masih diam tidak ingin menemui Mondy.

"Ray, aku bakalan nunggu kamu disini sampai kamu mau keluar" teriak Mondy. Setelah itu Raya tidak mendengar bunyi gedoran dan teriakan Mondy lagi.

Akhirnya Raya menyerah, ia akan menemui Mondy dan menyuruhnya pulang saja tidak lebih.

Cklek....

Wajah Mondy berbinar saat Raya membuka pintu rumahnya. Namun Raya hanya menampilkan wajah datar sedatar-datarnya.

"Ngapain lo disini ?" ucap Raya ketus.

"Aku khawatir sama kamu Ray, dan kita perlu bicara" ucap Mondy.

Raya tersenyum sinis mendengar penuturan Mondy yang mengatakan ia mengkhawatirkan Raya.

"Lebih baik lo pergi dari sini, semua omongan lo itu bulshit !" Raya akan menutup pintu rumahnya tapi di tahan oleh Mondy.

"Ray aku gak mau kamu resign aku butuh kamu Ray" gumam Mondy lirih.

"Kenapa Mon ! Bahkan kemarin lo bersikap acuh sama gue dan sekarang lo bilang lo khawatir sama gue dan bilang kalau lo butuh gue ! Apa lo sedang mempermainkan gue Mon ?!" Raya membentak Mondy dan mengeluarkan semua kekesalannya. Mondy terdiam dan menatap Raya sendu. Raya benar ia memang terlihat seperti tengah mempermainkan perasaan Raya. Wajar saja jika Raya marah padanya. Mata gadis itu kini berkaca-kaca.

"Tapi aku... Aku memang membutuhkan kamu Ray" gumam Mondy lirih.

"Cukup Mon ! Lebih baik lo pergi dari sini dan temui pacar lo itu !!!" Raya menutup pintu rumahnya kasar.

Mondy mengetuk keras pintu rumah Raya. Raya salah paham padanya dan Bella.

"Ray buka Ray, kamu salah paham. Aku bisa jelasin"

Raya masuk ke kamarnya dan menangis tanpa memperdulikan Mondy diluar. Hatinya sesak dan sakit.

Setelah lama tidak mendapat respon dari Raya.
Akhirnya Mondy mengalah dan pergi dari rumah Raya. Mungkin Raya butuh waktu sendiri pikirnya.










Setelah buat Raya galau kok aku bingung ya mau ngelanjutinnya wkwkwkwk
Jadinya seperti ini, maafkan kalau gak jelas ya :)

Kisah AkuWhere stories live. Discover now