Bab 14 - Your 'Ex'

12.6K 1.4K 32
                                    



Mengendarai mobil sambil bersenandung tak pernah Wiga lakukan sebelumnya. Untung saja Eno tidak menjemputnya karena Wiga pagi ini bangun lebih awal dan bersemangat ke kantor. Dengan santai Wiga menyalakan player mobilnya dan seketika suara Ed-Sheeran terdengar seisi mobil. Tangannya mengetuk setir mobil sambil mencoba mengikuti irama atau lirik lagu yang sedikit-sedikit ia hafal. Jika Eno melihatnya pasti Wiga segera dilarikan ke rumah sakit jiwa atau ke rumah Rukiyah agar Wiga kembali disadarkan. Wiga sendiri tak tahu apa yang membuat paginya begitu cerah dan ceria. Yang ia tahu semalam cincin yang ia belikan untuk Hanin akhirnya diterima wanita itu dengan baik. Hanin pun kini perlahan mulai bersikap terbuka padanya. Tak malu mengamit lengannya bahkan mengusap kepala Wiga. Ya.. harinya cerah karena Hanin.

Mobilnya memasuki bangunan ruko yang ia sewa sejak pertama kali membangun bisnis bersama Renggar. Wiga memakirkannya tepat di depan ruko lalu disambut oleh petugas keamanan yang tersenyum mengenalinya. Wiga membeli satu bangunan ruko dengan tiga lantai karena menurut Renggar lebih baik ia punya kantor dengan bangunan sendiri dan mumpuni untuk menghadapi klien-klien besar dan tak sia-sia Wiga mengikuti kemauan Renggar karena ternyata keberuntungan sepupunya itu menular pada Wiga dan bisnis mereka.

Lantai satu dan dua dijadikan studio foto dan bagian administrasi. Sedangkan di lantai tiga khusus untuk ruang rapat, ruangan Wiga dan Renggar. Staf di lantai satu dan dua melambaikan tangannya begitu melihat kedatangan Wiga. Mereka gembira menyambut kepulangan Wiga yang biasanya disertai oleh-oleh. Tapi sayangnya Wiga terpaksa harus mengecewakan mereka karena koper besarnya terbawa oleh Eno dimana koper tersebut adalah tempat ia menyimpan oleh-oleh. Seluruh staf berseru protes saat Wiga menjelaskan kalau oleh-oleh masih ada di Eno.

"Nanti kalo Eno dateng langsung hajar aja, ok?" ujar Wiga lalu semuanya mengangguk semangat. Wiga terkekeh membayangkan Eno diserbu oleh seluruh staf begitu datang nanti.

Wiga masuk keruangannya yang hampir dua minggu ia tinggalkan. Menyalakan televisi, menyeruput kopi yang sudah dibuatkan oleh stafnya. Ini baru yang namanya hidup.

Namun ketenangan Wiga tak bertahan lama saat kakak sepupunya muncul dengan cengiran meledeknya.

"Apa lagi?" tanya Wiga sebelum Renggar sempat berujar. Kakak sepupunya yang jangkung sepertinya berjalan cepat menuju sofa karena tiba –tiba saja pria itu sudah duduk lalu mengganti saluran dengan saluran berita.

"Kau kan punya ruangan sendiri, kenapa harus nongkrong di ruangan saya?"

"Pelit amat sih, gue mau nonton gebetan lu yang lagi diwawancara sama infotainment." Ucapan Renggar membuat kepala Wiga yang tadi sedang asik dengan laptopnya berganti ke televisi. Wajah cantik Hanin yang sedang menjawab pertanyaan para wartawan sambil mendampingi kliennya membuat Wiga diserang rasa kangen tiba-tiba tapi tunggu... tadi Renggar bilang apa? gebetan?

"Gebetan? Udah tua masih kenal kata gebetan kau Bang, sok tahu banget, kapan saya pernah bilang dia gebetan saya."

"Bukan gue yang bilang tapi Instagram lo yang bilang, cumi!!" Wiga dikalahkan telak. Salahkan jempolnya yang gatal meng-upload foto dan isi captionnya yang bak syair lagu dangdut.

"Kayaknya mah bukan gebetan lagi, ini bau-baunya udah jadian." Lanjut Renggar lalu tertawa terbahak meledek Wiga. Yang diledek sudah mulai gerah. Wiga bangkit dari kursinya lalu berpindah duduk di samping Renggar di sofa.

"Nanti kapan-kapan saya kenalin." Sahut Wiga membela diri. Ia tahu kakak sepupunya tak akan berhenti sampai Wiga akhirnya mengaku dan mengenalkan Hanin padanya.

DESPERATE FOR LOVE √Where stories live. Discover now