6. Pengantin Cantik yang Diselimuti oleh Darah

3 1 0
                                    

Credit : syandagianttara


Part I

***

Malam ini angin bertiup kencang dan rembulan bulat bersinar, gemercik ombak bersautan dengan suara penghuni hutan di sebrang. Yaahh malam ini adalah malam bulan purnama. Aku "Kio" mengobrol dengan seorang teman dekat SMA ku "Riu" di bawah pohon beringin di tepian pantai. Ini bukanlah hal pertama yang kami lakukan, ini tempat kami untuk mengekspresikan diri dan mengisi waktu luang.

Saat masih SMA kami sering bermain di sini bertiga dengan "Mushi" saling mengobrol, bercerita dan bersenda gurau layaknya teman sekolah yang akrab. Banyak hal yang kami lakukan di sini dan banyak pula memperoleh pengalaman misterius di sini.

Sampai akhirnya, aku dan Mushi terlibat dalam pertikaian bisnis elit yang diwariskan oleh keluarga kami. Namun lain hal dengan Riu yang masih berhubungan baik dengan kami berdua sampai saat ini.

Yahhh, aku dan mushi terlibat konflik panas warisan keluarga yang membuat bingkai persahabatan kami retak dan memecah. Aku dan Mushi saling bercerita dan menghujat melalui Riu. Yaaa Riu amatlah baik. Dia hanya pria yang lugu dan polos. Dia tetap baik pada kami berdua apapun yang terjadi. Aku sangat memahaminya.

Aku dan Mushi sudah sangat lama saling bermusuhan semenjak kami menjadi kepala keluarga menggantikan ayah kami dan mulai dari hari itu banyak sekali gejolak pertikaian bisnis kami.

Beberapa kali kami mencoba saling membunuh namun tidak berhasil. Di kota ku, ini merupakan hal yang biasa dalam pertarungan bisnis. Yaaa... pertikaian antar mafia setara dengan nyawa.

Hidup kami sepertinya hanya untuk saling menghancurkan. Sampai akhirnya pada sebuah problema klimaks yaitu kami ingin menikahi wanita yang sama. Aku sering bercerita pada Riu bahwa aku sangat menyukai "Nina" namun tidak dengan Nina. Sepertinya ia mencintai Mushi bukan aku. Yahh.. cinta ku bertepuk sebelah tangan dan aku cukup sadar akan hal itu. Tapi aku memahami Mushi, aku tau persis selera wanita dia saat masih SMA dan itu tidak ada pada diri Nina.

Malam ini udara terasa dingin. Aku pun pergi ke dapur untuk membuat secangkir kopi panas yang akan menemani melewati dinginnya malam. Aku keluar dari kamar dan menyusuri tangga. Ruangan sangat gelap karena saklar lampu berada di lantai dasar.

Kesunyian kegelapan terpecah oleh suara langkah kaki yang halus. Aku pun terkejut dan terdiam memfokuskan diri pada suara itu. Aku berusaha mengendalikan rasa takut ku dan kemudian suara itu menghilang. Aku melanjutkan melangkah menuruni anak tangga namun suara itu pun kembali terdengar. Suara langkah kaki yang semakin jelas dan diikuti seperti suara logam yang tergesek di tembok-tembok. Aku terdiam mendengarkan suara itu. Suara yang semakin mendekat dan terdengar makin jelas sampai kemudian aku sadar bahwa itu adalah suara sebuah pisau yang diseret di tembok.

Aku panik dan berlari ke lantai dasar menuju saklar lampu. Aku berhasil meraihnya. Namun aku terkejut saat melihat sosok seorang wanita misterius. Aku hanya bisa melihat kedua bola matanya yang misterius di balik topeng kupu-kupunya. Aku merasakan sakit di tangan kanan ku. Suara pisau yang kudenger tadi ternyata sudah menancap di balik telapak tangan ku yang terkunci pada saklar lampu dan darah pun mulai terlihat menetes. Dengan reflek aku menendang perut wanita itu lalu menarik pisau yang tertancap pada tangan ku dan melemparnya ke arah wanita itu. Aku pun berlari ke arah dapur. Aku berteriak kesal karena mengingat handphone ku tertinggal di kamar dan berharap seseorang ada yang mendengar teriakan ku. Aku mengambil pisau dapur dan bersembunyi di gudang.

Aku cukup merasa panik. Memang aku sering membunuh orang namun tidak dalam kondisi terluka dan tanpa rencana seperti ini. Aku diam dan bersembunyi di dalam lemari gudang menunggu untuk memastikan apakah wanita itu sudah pergi. Dalam kesunyian aku memfokuskan diri pada suara-suara yang ada. Aku mendengar suarah langkah kaki yang diikuti dengan seretan kaki. Aku pun mulai kebingungan. Namun aku menduga pisau yang ku lempar tadi mungkin melukai kakinya dan jika didengar dari bunyi seretan kaki dan langkah yang terbata-bata luka yang ku hasilkan cukup parah. Namun tangan kanan ku pun belum berhenti mengeluarkan darah. Aku hanya menggumpalnya dengan baju ku. Hanya ini yang bisa kulakukan.

Saat ini aku hanya bisa menunggu. Menanti wanita itu medekati ku dan kemudian menikamnya. Hanya itu yang dapat ku rencanakan di saat seperti ini. Aku kembali memfokuskan diri pada suara-suara. Terdengar seretan langkah kaki yang mulai mendekat diikuti suara pintu yang terbuka. Aku yakin sekali dia mengikuti ku melalui jejak darah yang ku tinggalkan. Aku bersiap siaga dan pasrah mengandalkan pisau dapur dan tangan kiri ku. Suara itu pun semakin dekat dan terasa tepat di samping ku. Dengan reflek aku menendang pintu lemari sekuat tenaga. Wanita itu terlihat jatuh terhempas pintu lemari. Aku melihat topengnya tergeletak di lantai dan berusaha memperhatikan wajahnya. Wanita itu tersenyum. Aku pun terkejut dan terdiam sesaat. Aku tidak pernah membayangkan hal ini akan terjadi. Lamunan ku pun terpecahkan ketika pisau yang dia lempar menancap tepat di dada kiri atas ku, tepat di jantung ku. Aku berteriak sangat keras...

-BERSAMBUNG-

***

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 26, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Another StoryWhere stories live. Discover now