2

41 2 1
                                    


Selamat pagi. Revan dwi anggara. Lelaki berumur 23 tahun itu berjalan keluar dari kamarnya, sepi. Langkahnya menuju sebuah kamar yang berada tepat disebelah kamarnya.

Ia mengetuk pintu didepannya sebanyak tiga kali, tidak ada sahutan. Ia memutuskan untuk masuk. Di bukanya kenop pintu, terpampanglah sang adik yang masih di alam mimpi dengan gaya tidur yang sama sekali tidak cantik. Tidak perlu dideskripsikan, memalukan.

"Pantes." Ia bergumam seraya memperhatikan adik sematawayangnya masih tertidur pulas, sehingga ketika ia mengetuk pintu tadi tak ada yang menjawab.

Ia melangkah mendekat ke arah dimana adiknya terkapar. Menepuk pipinya pelan beberapa kali. Tidak ada jawaban. Ia mencoba mengguncangkan bahu sang adik, namun hanya sebuah gumaman yang ia dengar. Revan menarik napas dalam, membangunkan adiknya ini memang tak mudah. Harus butuh tenaga dan kesabaran ekstra. Dan kesabaran Revan sudah hampir habis.

"Dek, bangun."

"Adekk."

"Dek, udah jam enam lewat lima loh."

Revan membuang napasnya kasar, cukup. Ia harus menggunakan cara lain.

"LARISSA DWI ANGGRAINI BANGUN WOY, LO MAU TELAT HAH?!." teriaknya menggelegar sampai-sampai Bi Inah -Asisten yang bekerja dirumah mereka- lari pontang-panting menaiki tangga saking paniknya mendengar teriakan anak majikannya tersebut.

"Ada opo toh, Den. Teriak-teriak." Tanya Bi Inah didepan pintu kamar Icha.

"Nggak kok, Bi. Lagi bangunin Icha." Jawab Revan sambil nyengir 3 jari.

"Walaahh bibi kira kenapa toh, Den. Bikin panik aja." Sambil menggerutu Bi Inah berjalan menuruni tangga untuk melanjutkan tugasnya.

Revan terkekeh pelan menyadari teriakannya yang menggelegar seperti itu membuat Bi Inah hampir jantungan. Seperti teringat satu hal, Revan menengok ke arah Icha dan yang membuat Revan menelan ludah adalah Icha yang kini malah semakin mendengkur seakan-akan teriakannya tadi adalah lagu pengantar tidur.

"Astagfirullah, gak kuat akutu kalo kek gini terus." Revan menghela napas kasar lagi.

Seakan mendapatkan ide cemerlang, mata Revan berbinar. Diambilnya gelas kaca berisi air putih yang tersisa setengah itu.

Dicelupkan tangannya ke dalam air, lalu memercikkan sedikit demi sedikit air ke wajah adiknya yang penuh iler itu.

"Jangan, goblok." Icha hanya bergumam pelan dan kembali mendengkur.

"Gak mempan juga, pemirsa." Entahlah, Revan sudah seperti orang gila yang sedari tadi berbicara sendiri di samping ranjang sang adik.

Setelah terdiam beberapa detik memikirkan cara apa yang akan membuat gadis kebo ini bangun, Revan tersenyum licik. Diraihnya kembali gelas air putih tadi yang sebelumnya ia simpan di atas nakas. Dan seketika....

BYURRR!!!

"ANJROTTT!! BANJIR AYAH BANJIRRR." Icha seketika berdiri sambil berlari menuju pintu kamarnya dengan menenteng boneka baymax kesayangannya.

"WOYY BANG REVANN LO DIMANA?! BANJIR OYYY." Icha yang belum sepenuhnya tersadar itu terus berteriak dan berlari sempoyongan menuju pintu kamar.

Seperti ada yang salah, Icha mendengar suara orang tertawa terbahak-bahak dibelakangnya. Seketika dia berbalik.

"Bang?." Dengan wajah cengo Icha memanggil Revan yang masih asik tertawa, bahkan suara tawanya semakin besar melihat wajah pongo adiknya.

Icha masih saja diam ditempat, kakinya seperti kaku melihat kakaknya yang tertawa kencang hingga wajahnya memerah dan membungkuk memegang perutnya yang terasa kram karena terlalu banyak tertawa. Dipikirnya kakaknya itu kesurupan hantu pohon jambu di belakang rumahnya.

Seakan melupakan teriakannya tentang banjir tadi, Icha berjalan ke arah Revan dengan wajah sedikit takut.

"Bang, lo kenapa? Kesurupan penunggu pohon jambu? Kesurupan pohon tomatnya Bi Inah ya? Aneh, tapi pagi-pagi kok ada hantu?." Icha masih berpikir keras hingga tak sadar kakaknya sudah berhenti tertawa dan melihat heran ke arahnya.

"Mandi, habis itu turun sarapan. Udah jam 6.15 tuh." Ujar Revan berjalan menjauh dan keluar dari kamar adiknya.

Icha berpikir keras apa yang terjadi sebenarnya, seketika otaknya bekerja. Ia tahu apa yang terjadi setelah melihat air putih di atas nakasnya yang sudah habis lalu dirinya yang berteriak bak orang kesurupan lalu melihat bajunya yang basah dan yang terakhir kakaknya tertawa kencang layaknya orang depresi.

3.. Revan mulai berhitung dalam hati setelah dirinya turun ke lantai bawah untuk sarapan.

2

1

"REVAAAANNNN DUGOOONGGGG... uhukk uhukkk." Teriak Icha menggelegar sampai terbatuk heboh hingga wajahnya memerah. Sementara di bawah Revan sudah tertawa ngakak.

Icha berdeham sebentar untuk meredakan batuknya lalu melirik jam di nakas yang sudah menunjukkan pukul 6.25.

"Sial." Desisnya lalu segera menuju kamar mandi.

-o0o-

Disinilah dia sekarang, di tengah lapangan dengan matahari yang sangat menyengat pagi ini ditambah harus memberi hormat kepada bendera merah putih.

Karena terjebak insiden keributan dengan Revan tadi pagi, ia terlambat dan tidak sempat sarapan. Hal itu membuat gadis berambut sebahu tersebut merasakan pusing menyerang bagian kepalanya.

Rasa pusing semakin menjalar di kepalanya, membuatnya tak bisa menopang tubuh lebih lama. Setelah itu dia merasa badannya melayang sebelum semuanya gelap.

Sementara diujung koridor kelas sebelas, Aldo memperhatikan seseorang membopong tubuh sahabatnya menuju UKS.

Sedari tadi dirinya menjaga Icha yang dijemur di lapangan karena terlambat. Tanpa di ketahui Icha. Bahkan ia rela membolos pelajaran hanya untuk mengawasi sahabatnya tersebut.

Matanya menangkap jelas bahwa saat ini Icha sedang menahan rasa pusing. Efek belum sarapan. Tadi pagi saat dia sedang duduk di kelas menunggu guru yang belum datang, Revan menghubunginya katanya kemungkinan Icha akan terlambat dan belum sarapan. Maka dari itu dirinya memutuskan keluar kelas menuju kantin membeli roti dan air mineral. Benar saja, saat dia kembali dia melihat Icha yang sedang hormat ke tiang bendera. Dia memutuskan menunggu Icha di ujung koridor yang tidak terlalu jauh dari lapangan. Saat melihat Icha yang sudah sempoyongan, dirinya memutuskan untuk menghampiri sahabatnya itu. Namun, sepertinya dirinya kalah cepat. Karena disana seorang pria sudah membopong tubuh Icha menuju UKS. Aldi, Aldiansyah Julio. Anak basket, degemnya Icha. Itu yang Aldo tahu.

Saat Aldi dan Icha sudah tak terlihat dipandangannya, dia memutuskan untuk kembali ke kelas.lalu merogoh sakunya untuk menghubungi Alika agar menemani Icha. Dia tidak mau Icha hanya berdua saja bersama seorang lelaki didalam UKS. Ia memutuskan untuk menemui Icha setelah gadis itu sadar.

-o0o-

Aldi membopong tubuh Icha menuju UKS. Dia tadi tidak sengaja melihat Icha dilapangan dengan tubuh sempoyongan. Dan akhirnya ia memutuskan menghampiri gadis itu, gadis yang sedang dekat dengannya selama dua bulan ini, namun beberapa hari terakhir mereka tampak renggang entah karena apa.

Baru saja Aldi ingin bertanya ada apa dengan gadis itu, Icha sudah lebih dulu terjatuh, yang dengan sigap ia tangkap. Lalu dengan segera membopong tubuh gadis itu menuju UKS.

Jujur, ia merindukan kebersamaannya dengan Icha yang sekarang menjadi renggang karena ia yang sibuk dengan ekskul basket sedangkan Icha yang tak pernah menghubunginya. Mereka hanya bertemu disekolah. Itupun Aldi yang menyapa atau menemui Icha jika ada waktu luang, sedangkan Icha tampak acuh dengan hubungan mereka. Mungkin benar kata Edo, Icha sudah terlanjur bete dengannya karena hubungan mereka yang terkesan gantung.

-o0o-

Alhamdulillah, selesai chapter 2. Semoga suka ya

Jangan lupa vote dan comment.

Rabu, 21 Juni 2017.

Tasya❤


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 28, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FAR AWAY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang