#2#

85 7 0
                                    

Sinar mentari terasa menusuk kedua bola mata Reya yang masih terpejam. Reya membuka matanya lalu menutupnya kembali karena silauan cahaya matahari.

Tak lama, pikirannya teringat dengan seorang lelaki tampan yang sempat melamarnya. Tersadarkan akan hal itu, Reya membuka kedua matanya terkejut dan melihat ke arah sekeliling ruangan. Mata Reya bahkan sudah tidak terasa sakit lagi dengan silauan cahaya matahari. Kedua mata Reya sibuk memperhatikan daerah sekitar, serta memastikan bahwa dirinya baik-baik saja.

Reya memperhatikan ruangan ini dengan seksama. Ruangan ini adalah, kamarnya sendiri. Benar, ini adalah kamarnya sendiri. Otaknya masih mengingat bentuk kamarnya dengan sangat baik. Apakah kejadian itu memang betul bunga tidurnya saja?

Reya menghembuskan napasnya dengan sedikit gusar. Kedua tangannya menutup wajahya dan mengusapnya pelan. Bahkan kepalanya kini terasa sedikit pusing.

Mata Reya melihat ke arah jam yang ternyata masih melingkar di tangan kirinya. Apakah dirinya begitu kelelahan semalam? Reya juga lupa mengganti pakaian seragam kerjanya.

Jam menunjukkan pukul 06.00. Lalu ia melihat ke arah jendela. Matahari masih setia menunjukkan sinarnya tanpa malu-malu. Sepertinya pagi ini merupakan pagi yang cerah. Ia harus segera bersiap-siap untuk berangkat sekolah.

Hanya butuh 20 menit lamanya Reya bersiap-siap. Kini Reya sedang melihat pantulan dirinya di depan cermin. Seragam sekolah sudah melekat di tubuhnya dengan rapi. Rambutnya juga sudah terikat dengan rapi. Lalu Reya memandangi pantulannya sedikit lama. Seketika sebuah senyuman terbit di bibirnya.

Bagaimana bisa seorang lelaki tampan, melamar dirinya yang berpenampilan sangat biasa seperti ini? Bahkan wajahnya sangat jauh dari kata cantik. Benar-benar hal yang sangat tidak mungkin bukan?

Langsung saja Reya mengambil tas sekolahnya dan berangkat ke sekolah. Ia tidak mau dirinya nanti terlambat sekolah.

Untuk menuju ke sekolahnya, ia juga hanya tinggal berjalan kaki saja karena letaknya yang tidak terlalu jauh.

Tin....Tin....

Suara klakson yang terdengar nyaring, membuat Reya sedikit terkejut. Matanya melihat terdapat sebuah mobil yang sudah terparkir di depannya. Reya sangat tau pemilik mobil ini.

Seorang laki-laki keluar dari pintu pengemudi mobil. Laki-laki itu berjalan ke arah Reya.

Reya berusaha menatap kesal terhadap laki-laki itu. Ia sudah menduga jika mobil itu adalah pemilik laki-laki itu.

Laki-laki itu tersenyum melihat tatapan Reya kepadanya. "Oh ayolah Reya! Just kidding, okay!"

"Lo tuh bikin gue jantungan aja tau gak sih!" Reya menggerutu.

"Hahaha oke-oke. Gue minta maaf. Gue salah." Laki-laki itu mengangkat kedua tangannya menyerah.

Reya tersenyum. "Oke, lo gue maafin." Lalu kembali melanjutkan langkahnya melewati laki-laki itu.

Namun baru beberapa langkah Reya berjalan, laki-laki itu menarik tangannya dan menahan Reya pergi. "Kita berangkat bareng Rey."

Reya menahan napasnya karena sudah menduga jika Rama~nama laki-laki itu~ akan berkata seperti itu.

Reya membalikkan tubuhnya dan melihat ke arah Rama. "Maaf Ram, gue gak bisa."

Rama juga sudah menduga jika Reya akan menolaknya. Ia tidak tahu kenapa Reya selalu menolaknya. "Sampai kapan lo nolak gue terus Rey. Dan sampai kapan lo pura-pura ngejauh dari gue?"

Deg. Reya tidak menyangka jika Rama menyadari itu. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Jika ia berkata, maka itu akan membuat dirinya semakin tidak enak dengan laki-laki itu. Entah bagaimana caranya Reya untuk kembali menolak permintaan laki-laki itu. Kini Reya tidak mampu berpikir.

Waltz of MemoryWhere stories live. Discover now