Chapter 1

5.1K 858 292
                                    

"Astagaaaaaaa!!! Plis deh, berisik banget sumpah!!!"

Dengan kesal Ana berteriak dan mengambil bantal untuk menutupi kedua telinganya. Sudah kesekian kalinya keberisikan di pagi buta membuatnya terganggu. Demi apapun, meskipun Jakarta adalah kota yang macet dan padat, Ana tidak akan menemui suara berisik dari ayam berkokok tetangga sebelahnya seperti saat ini. Tentu saja. Seumur hidup, Ana tinggal di rumahnya yang berada dalam sebuah komplek yang lumayan jauh dari kebisingan. Terutama kokokan ayam yang menjengkelkan.

Jam dinding terus bergerak dan masih menunjukan pukul tiga pagi. Rasa kesal Ana terhadap suara nyanyian sumbang ayam itu seketika mengusir rasa kantuknya.

Yang ada di otaknya adalah; "Gue sumpahin itu ayam nggak lama lagi bakal jadi opor!"

Diliputi rasa kesalnya, cewek berambut pendek sebahu itu pun memutuskan untuk memainkan game di ponselnya. Bermain hingga matanya kembali dikuasai rasa kantuk. Alhasil, pada pukul enam pagi, akhirnya Ana terlelap dan melanjutkan tidurnya yang terganggu sampai siang.

Telah menjadi pemandangan biasa bagi Mama. Ini sudah kesekian kalinya anak gadisnya melakukan itu. Ia hanya tersenyum simpul setelah membuka pintu kamar anaknya. Ana memang belum terbiasa tinggal di Jogjakarta. Apalagi tinggal di perkampungan seperti ini. Untuk sementara, Mama pun mencoba untuk memaklumi kelakuan anak gadisnya tersebut. Belum saatnya untuk menegaskan kembali peraturan ketat yang Mama buat di Jakarta dulu. Setidaknya sampai waktu kuliah Ana aktif kembali, Mama akan memanjakannya. Sebut saja sebagai toleransi atas kesulitan Ana untuk move on dari kota kelahirannya.

Ana tahu matahari sudah meninggi. Suhu panas pun mulai naik kepermukaan dan dia baru saja membersihkan diri. Rambutnya yang pendek terbungkus handuk karena masih basah usai keramas. Keluar dari kamar, cewek itu segera menemui Mamanya yang pasti sudah berada di dapur. Ketika membuka pintu, bau harum masakan paling terlezat di dunia bikinan Mama pun semerbak membahana ke seluruh ruangan rumah yang baru beberapa hari ini dia tempati.

Belum sempat bersuara dan menghampirinya Mamanya, wanita paruh baya itu beceletuk tanpa berpaling untuk menatap Ana.

"Anak perawan Mama satu ini bangunnya siang banget!" katanya seraya mengoseng tumis kangkung kesukaan Ana.

Ana hanya meringis kecil. "Hehe. Ya abis gimana lagi, Ma. Tiap pagi banget tuh ya, tiap jam tiga pagi mungkin, ayam tetangga sebelah berisik banget! Gimana nggak kedengeran kalo kandangnya di sebelah kamar, Ma? Bayangin deh, bayangin. Mana bau banget lagi! Ana sampai ogah buka jendela!" keluhnya panjang kali lebar seperti anak kecil.

Mama hanya geleng-geleng kepala sambil tertawa kecil mendengar keluhan-keluhan Ana.

"Sabar, Sayang. Kamu cuma belum terbiasa," tanggap Mama.

Ana menghela napas, membenarkan.

"Papa nggak bisa nyari rumahnya di komplek aja gitu, Ma? Kayak di Jakarta," tanya Ana sedikit berharap.

Mama mengangkat kedua bahunya. Tersenyum penuh makna pada Ana sesaat sebelum berjalan ke wastafel untuk mencuci tangan.

"Kata Papa, sekali-sekali kamu belajar bersosialisasi sama masyarakat yang tinggal di daerah seperti ini. Jangan cuma yang di komplek aja."

"Tapi kan, Maㅡ"

Mama segera memotong niat Ana yang hendak protes. "Udah, kamu bantuin Mama aja sekarang. Oke?"

Kalau sudah begini, Ana tidak bisa berkutik. Mama akan lebih memilih menyelesaikan kegiatan masak-memasaknya daripada mendengarkan keluhan Ana. Gadis itu pun terpaksa menurut.

"Bantuin apa, Ma?" tanya Ana setengah hati.

"Kamu bikin sambel. Coba cek kantong plastik putih di situ," kata Mama tanpa berhenti memotong-motong bawang bombay.

I Hate Bejo!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang