Rasanya membosankan, jika para siswa hanya belajar berjam-jam secara terus-menerus. Analoginya, otak mereka adalah sebuah botol. Botol tersebut tentu akan diisi air hingga penuh dan bahkan tumpah jika diisi secara berlebihan. Begitu pula dengan murid-murid di sekolah, mereka tidak selalu diberi materi pembelajaran saja. Mereka tentu butuh penyegaran untuk otaknya. Mereka juga butuh suasana pembelajaran yang santai dan menyenangkan. Mereka ingin terlepas dari segala tekanan pembelajaran yang ingin mereka rasakan pada umumnya. Satu hal yang pasti, mereka menginginkan suasana yang berbeda.
Pada umumnya, di sekolah siswa belajar selama 6 atau 7 jam, sejak jam 7 pagi hingga jam 2 siang. Umumnya pula, jam istirahat yan diberikan tiap-tiap sekolah kira-kira selama 15-30 menit. Terbatang tidak, bagaimana siswa akan merasa sangat bosan jika terlalu lama di sekolah dengan beban pelajaran yang banyak juga, meski tidak semua siswa merasakan hal itu. Apakah istirahat selama 15-30 menit cukup untuk menghilangkan kepenatan? Pertanyaan itu tidak bisa dijawab dengan mudah. Kita juga tidak dapat menyalahkan sistem pendidikan yang ada. Tidak juga dengan mudahnya kita menyalahkan pihak sekolah dan mengkritik beban pelajaran yang diberikan. Seperti bagaimana seharusnya kita bersikap?
Guru adalah orang yang mendidik kita agar dapat berkembang dalam ilmu pengetahuan. Sebagai seoran guru, mereka tentu harus memiliki bekal berupa kecerdasan intelektual, sikap, serta sebagai keterampilan dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi pembelajaran. Nah, apa yang perlu dilakukan seorang guru untuk mengantisipasi keadaan di sekolah atau bahkan saat pembelajaran yang dikesankan sangat membosankan bagi siswa? Tentu dibutuhkan suatu keterampilan untuk mengatasinya. Kuncinya hanya satu, yaitu perlunya suatu perubahan pada mereka. Oleh karena itu, kemampuan guru sangat dibutuhkan dalam mengelola pembelajaran dan mengelola kelas. Kemampuan dalam bidang strategi pembelajaran harus dimiliki guru agar cara mengajarnya bervariasi. Karena di antara sekian banyaknya guru, yang sadar akan hak ini masih sedikit.
Di satu sisi, memang itulah kewajiban guru. Namun di sisi lain, keluhan para guru yang hanya bergaji kecil akan muncul ke permukaan. Lagi-lagi permasalahan kesejahteraan guru belum terselesaikan hingga saat ini. Seperti fenomena yang ada, banyak dari kalangan guru yang dengan santai berkata "Ah, gaji kita segitu aja lhoo. Ngajarnya gak usah neko-neko. Nyantai aja..." Lihat, lagi-lagi orientasinya gaji. Ya, memang sangat manusiawi. Namun yang perlu dicermati adalah passion, pengabdian, dan niat tulusharus ditanamkan pada diri seorang guru untuk ikut membantu mewujudkan cita-cita bangsa. Mengapa prioritas orientasi terhadap gaji tidak diturunkan sebagai prioritas nonutama? Sulit memang, namun mengapa tidak dicoba dari sekarang?
Sedikit aneh memang, mengapa ada pemikiran semacam itu dari kalangan guru? Apakah karena adanya perbedaan antara guru yang telah tersetifikasi dengan guru honorer? Ya, tentu sangatlah berbeda, termasuk dari sisi finansialnya. Jelas, guru yang telah tersetifikasi akan bergaji lebih tinggi daripada guru honorer. Idealnya, para guru yang telah tersetifikasi pun harus terus mengembangkan pembelajarannya yang bervariasi, begitu pula dengan guru-guru yang sudah PNS. Status dan gaji yang menggiurkan seharusnya tidak lantas membuat mereka dengan mudah lupa akan tanggung jawabnya, melainkan harus mendorong mereka meningkatkan kinerjanya. Ya, tentu semua guru harus terus mengembangkan pembelajarannya . Jelas, semua hal itu tidak akan terwujud tanpa kesadaran dan kemauan untuk berubah dari pribadi guru tersebut. Ya, guru harus menjadi lebih baik dari hari ke hari.
..........
YOU ARE READING
Play and Learn
Non-Fictionsebuah cerita tentang murid-murid sekolah yang bermain sambil belajar....
