(not) Pretty Girl

118 6 0
                                    

"Aku pulang nebeng boleh ya, Cit?" Tanyaku pada Andi teman sekelasku.

"Aduh, gimana ya Izmi lo telat sih, gue udah iyain si Billa nebeng tadi." Sesal Andi. Aku mengangguk paham lantas pergi kembali ke tempatku duduk.

Ini yang malas aku lakukan, penolakan! Mangkanya, disaat aku tidak naik motor ke sekolah aku lebih memilih naik angkot ketimbang nebeng dengan teman yang ujung-ujungnya selalu di tolak dengan berbagai alasan.

Billa itu perempuan paling cantik dikelas ini, jadi maklum saja laki-laki sulit menolak ajakan dia.

Kebayakan laki-laki itu munafik. Mereka hanya memilih membonceng perempuan-perempuan cantik saja. Perempuan sepertiku mereka mana mau. Aku tidak masuk dalam katergori cantik, catat! Miris bukan?

"Nad, nanti nebeng boleh pulang sekolah? Sampai simpang komplek lo aja nggak apa-apa." Sekali lagi, aku mencoba peruntungan. Nadya mengangguk. Alhamdulillah.

"Boleh kok."

Jarakku kerumah itu memerlukan 3 kali angkot. Kebayang saja udah berapa ongkos yang aku keluarkan untuk pergi-pulang saja.

Kadang juga aku memanfaatkan meminta tebengan seperti tadi, dan selalu di tolak dengan berbagai macam alasan.

Tadi pagi ban motorku bocor dan mengharuskan aku menaiki angkutan umum, mau-tidak-mau.

Salahku juga memilih sekolah yang sulit angkot seperti saat ini. Jaraknya tidak terlalu jauh, hanya saja harus turun-naik angkot beberapa kali. Dan semenjak itu, orangtuaku membelikan aku motor matic bekas karna tidak sanggup membeli yang baru. Tapi aku bersyukur.

Aku tipe anak yang ceria, jarang sedih nangis apalagi. Aku tidak pernah dendam sama sekali dengan orang-orang yang pernah nyakitin aku. Entahlah, yang kurasakan saat itu hanya marah, kemudian terlupakan olehku begitu saja. Bego ya? Dan karna itu pula aku sering di tindas dalam artian kata berbeda.

Aku juga nggak bego-bego amat jadi manusia. Tapi, ahh.... entahlah.

"Thanks, Nad. Hati-hati lo di jalan." Ucapku setelah turun dari motor matic beat Nadya.

"Ya, lo juga hati-hati. Gue duluan yaa." Selepas Nadya pergi aku menunggu kembali angkot yang akan membawaku kerumah. Lumayan, ini hanya tinggal satu angkot lagi.

Nadya Permatasari, gadis manis yang baiknya kadang tergantung mood-nya. Mungkin hari ini Nadya lagi dalam keadaan goodmood jadi mau memberikanku tebebgan. Jika dalam unmood. Maka ia akan memberikan seribu alasan bohong, padahal satu jalan aku dengan dia, tidak sampai rumah apalagi aku minta uangnya, tidak. Tapi kenapa mereka semua sangat sulit jika di mintai tolong.

"Dengaren cepat pulang kak?" Tanya Ibu yang sedang menyetrika pakaian. Ibuku ini adalah seorang Guru disalah satu SMP swasta yang tidak jauh dari rumah.

"Tadi nebeng, Bu sama Nadya."

Aku menyalami Ibu, melepas atribut yang ku kenakan.

"Lepas didalam ih kak, nggak malu kalo nanti ayah pulang." Cecar Ibu. Aku hanya berani memakai tanktop dirumah jika ayahku sedang tidak dirumah. Maklum, ayahku satu-satunya laki-laki dirumah ini. Adiku juga seorang perempuan.

"Kan, ayah nggak ada, Bu." Jawabku, Ibu hanya mendengus saja, melipat pakaian yang telah ia strika. Aku membantu membalik pakaian supaya Ibu lebih mudah menyetrikanya nanti.

"Udah sana, ganti baju, makan ya. Ibu masak Cumi goreng kesukaan kakak." Titahnya, aku mengangguk lalu berdiri, kerjaanku membalik pakaian sudah selesai.

"Intan belum pulang Bu?" Kulihat Ibu menggeleng. Anak itu, pasti selalu bermain dengan temannya dulu.

Keluargaku, digolongkan dalam keluarga sederhana tetapi mampu.

OneShootWhere stories live. Discover now