31. Realisation

Mulai dari awal
                                        

Riel menganggukkan kepalanya tanda ia mengerti. Dalam hati, ia bersyukur bahwa ada orang yang mengerti kalau ia tidak siap menceritakan apapun mengenai masalahnya. Mungkin ia akan menceritakannya nanti di saat ia sudah berpikiran lebih jernih.

Selesai makan, Riel kembali ke kamarnya dengan alasan ada pr yang belum ia selesaikan. Padahal ia hanya ingin menyendiri dan memikirkan masalahnya dengan Audrey. Dua hari ini ia merasa dirinya masih terus memikirkan ucapan Rachel. Ia tahu seharusnya bahwa ini tidak adil bagi Audrey. Tapi, ucapan Rachel sudah benar-benar menempel di otaknya.

Suara ketukan pintu mendadak terdengar diikuti suara pintu dibuka. Kepala Bev terlihat menyembul dari sela pintu. "Lo dipanggil Papa sama Mama tuh di kamar mereka."

"Pasti lo ngomong aneh-aneh sama mereka kan?" tanya Riel dengan sinis.

Bev memberikan cengiran lebar khasnya. "Gue tuh perhatian tau sama lo. Harusnya lo bersyukur kalo gue seperhatian ini sm lo," ucapnya sambil berjalan masuk ke dalam kamar Riel.

Riel mencibir. "Perhatian sama kepo itu beda sedikit loh."

"Yaampun, lo mah negative thinking banget sama gue. Lagian emang salah kalau gue kepo? Lo kan kembaran gue," balas Bev sambil duduk di ujung tempat tidur Riel. Kedua tangannya terlipat di depan dada.

"Salah dong. Walaupun lo itu kembaran gue, bukan berarti lo boleh kepo."

Bev kemudian terkekeh pelan. "Niat gue baik tau. Lo kan nggak berpengalaman dalam masalah cinta. Dan lo tahu sendiri perjuangan Papa sama Mama dulu. Jadi, apa salahnya curhat dan nanya ke mereka?" tanyanya sambil mengangkat sebelah alisnya.

Riel menghembuskan napasnya dengan berat menyadari kebenaran ucapan Bev. Pertama, ia memang tidak ada pengalaman apapun dalam masalah percintaan seperti ini. Bisa jadi nanti ia malah mengambil langkah yang salah. Kedua, orang tuanya memang memiliki perjuangan yang sangat panjang untuk bersama dulu. Jadi sebenarnya bertanya kepada mereka adalah hal yang tepat.

"Gue bener kan?" Bev tersenyum puas begitu melihat Riel yang tak lagi membalas ucapannya.

Riel memutar kedua bola matanya lalu bangkit berdiri. "Gue ke kamar bonyok dulu." Ia pun berjalan keluar kamar dan meninggalkan Bev sendirian.

Begitu ia tiba di depan kamar kedua orang tuanya. Ia mengetuk pintu beberapa kali sebelum membuka pintu kamar. Kedua orang tua nya menoleh ke arahnya. "Kenapa?"

"Loh? Kata Bev, kalian manggil aku?" tanya Riel dengan heran. Tapi melihat eskpresi kedua orang tuanya, ia kemudian sadar bahwa Bev hanya menjahilinya supaya ia datang menghampiri orang tua mereka untuk bercerita.

"Berarti dia lagi isengin aku. Yaudah, aku mau balik ke kamar aku deh." Riel berbalik badan, hendak kembali keluar dari kamar orang tuanya.

"Tunggu, sini deh kamu," panggil Bianca sambil menepuk tempat tidurnya.

Riel menutup pintu kamar dan berjalan menuju tempat tidur El dan Bianca. Ia yakin kedua orang tuanya pasti akan membuatnya menceritakan masalahnya. Memang seharusnya ia tidak percaya dengan apa yang Bev katakan tadi. Ini sudah seperti masuk ke dalam kandang macan.

"Kamu lagi ada masalah apa sih?" tanya Bianca dengan penasaran. "Mama nggak suka deh liat kamu yang lemes-lemes nggak bertenaga gini."

Lesson To Learn Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang