Enna menunjuk wajah Rey, "Kau siapa? Anna?" Lalu Enna menunjuk Anna, "Eh? Dan kau siapa? Mengapa aku tidak bisa membedakan wajah kalian?"

Kakek baya mengerutkan dahi, "Ada apa dengan kalian?" tanyanya heran.

***

"Oh ya ampun.. Ini sungguh aneh sekali, tempat macam apa ini, pasir putih di tengah hutan, rumah iglo di tengah hutan dan wajah berbentuk aneh. Tolong bangunlah Rey dari mimpimu. Sepertinya mimpiku terlalu berlebihan." Racau Rey, matanya melihat ruangan kamar milik Kakek tua. Kamar yang luas dengan tata yang aneh, barang berbentuk aneh, jendela aneh.

"Ini nyata Rey, aku sudah berkali-kali mencubit lenganku sampai merah. Hasilnya tetap aku berada di tempat ini. Ray apakah kau tahu tempat apa ini?" Enna menoleh dari cerminnya sejenak, lalu bercermin kembali.

"Anna apakah mimpimu seperti ini? Saat istirahat kau bercerita tentang mimpimu yang aneh itu" Ray malah bertanya pada Anna yang sedang menatap luar jendela kamar. Anna menoleh, mengangguk. Eksperi wajahnya sangat putus asa. Ia merasa bersalah.

"Sangat mirip sekali Ray, aku tidak menyangka mimpiku menjadi kenyataan seperti ini, dan membawa kalian ke dalam mimpi nyataku ini." Jelas Anna, wajahnya dipalingkan menatap luar jendela, menghembuskan napas berat. Hari ini Anna terlalu banyak berpikir. Tentang hal aneh ini.

"Bagaimana caranya agar kita kembali ke dunia kita Ray?" Celetuk Enna, sedari tadi ia mematut di cermin melihat wajahnya. Awalnya ketika Kakek tua memperlihatkan wajah Ray, Enna menjerit histeris hampir pingsan. Sekarang ia terus melihat wajahnya yang bulat dan aneh, apalagi tangannya jahil meraba-raba wajahnya. Seperti jahil meraba-raba jerawat.

"Mana kutahu." Kesal Ray, "mengapa kalian terus bertanya padaku? Kalian tahu sendiri Anna sudah mengatakan bahwa kita terbawa dalam mimpi ini, tanya saja padanya" Ucapnya lagi, dengan ketus.

Semuanya melirik Ray, ia aneh juga menjadi anak pemarah. Tidak seperti biasanya. Ray memang pintar di sekolah, cerdas juga dalam berlogika, ia orang yang sangat di andalkan di antara Rey, Anna dan Enna.

Enna beranjak berdiri dari duduknya. "Mengapa jadi marah? Aku kan hanya bertanya?" Enna tidak terima.

"Sedari tadi yang ditanyakan Ray kita ada di mana? Mengapa kita ada di tempat ini? Kenapa harus tanya padaku, bukan pada Anna." Ucapnya.

"Jadi menurutmu ini salah Anna? Hey.. ayolah Ray berpikirlah secara logis, tahan emosimu. Di antara kita kau yang berpikiran dewasa." Rey menengahi.

"Lalu pikiran kalian seperti anak-anak? Begitu?" Ray emosinya menaik, nafasnya tidak beraturan.

"Kamu tidak terima berada di tempat ini, tempat aneh dan wajah yang berubah aneh? Seperti anak SD saja." Enna membela, matanya melotot menatap Ray. Tidak terima atas perkataan Ray.

"Ray.. Kamu menyalahkanku?" Anna berucap ketika diam terpaku, terkejut dengan Ray yang berubah. Anna melangkah mendekat pada Ray. Wajah Ray sangat tidak menyenangkan, matanya memerah, nafasnya menderu.

"Sebaiknya kamu jujur saja bahwa sejak lama kamu mempunyai kekuatan di dalam tubuhmu? Ayolah mengaku.. Jika kamu ingin berwisata di dunia lain jangan bawa orang yang tidak tahu apa-apa"

"Jaga mulutmu Ray, jangan sembarang berkata yang tidak-tidak." Enna membela. Ia ingin meremas wajah bulat Ray.

"Ini sebuah bukti bahwa Anna memiliki kekuatan." Ujarnya, matanya menatap Anna dingin.

Tok..tok..

Pintu terbuka. Perdebatan di antara mereka terhenti. Tidak enak dilihat oleh penghuni rumah ini. Rey tersenyum pada kakek tua itu ketika kepalanya muncul di balik pintu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 20, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

RAREWhere stories live. Discover now