Buku Perpus Banu (End)

45 2 3
                                    

Pelajaran hari ini terasa begitu cepat bagi Angga. Mungkin karena hari ini guru-guru kelas 12 serempak hanya memberikan motivasi daripada pelajaran. Ditambah Renata yang bersedia menjadi anggotanya di kelompok Sejarah.

Ruang kelas 12 IPS 1 yang berisik membuat Khea ragu untuk mengetuk pintu. Abel di belakangnya hanya mengomel bukan malah membantu.

"Ayo, Khea. Abang gue jemput nih bentar lagi."

Khea mendengus. "Iya, sabar."

Dengan keberanian yang sebanyak mungkin ia kumpulkan, ia mengetuk pintu.

Tidak ada yang merespon. Khea membuka sedikit pintu itu dan mengintip dari luar. Tampaknya tidak ada yang menyadari kehadiran mereka di luar kelas. Khea bisa melihat Angga yang sedang memasukkan buku ke dalam tasnya dari celah kecil. Ia menutup kembali pintu itu dengan perlahan.

"Kita tunggu Kak Angga. Dia bentar lagi keluar kok."

Tidak sampai lima menit, pintu kelas terbuka dari dalam. Geo --yang walaupun cowok tapi mulutnya heboh, terkejut melihat dua cewek yang merupakan adek kelasnya sedang berdiri di depan pintu. Bukan apa-apa, kelas 12 IPS 1 memang jarang didatangi adik kelas karena merasa takut bertemu dengan perusuh-perusuh senior di sekolah. Salah satu perusuh itu ya Geo.

"Wetseh ...ada dua gadis!" teriak Deo berseru ke dalam kelas. Seluruh penghuni kelas menoleh, termasuk Angga. Muka Khea spontan memerah. Abel tidak ada masalah dengan perubahan wajah karena kalau ia malu pasti gigit kuku.

Anak-anak dalam kelas bersorak. Suasana gaduh yang lama-lama menjadi rusuh membuat Renata mengelus dada --memaklumi tingkah teman sekelasnya yang berlebihan.

"Udah woi udah!" ucap Renata dengan suara keras.

Deo terkekeh. Ia mengamati Abel dan Khea yang daritadi berdiri gelisah. "Ada apa mau kesini?"

Nah, gitu kek, batin Khea. Berbeda dengan Abel yang mempunyai suara batin tersendiri.

"A-anu mau ketemu Kak Angga," jawab Khea dengan gugup.

Deo mengangkat sebelah alisnya. Paling-paling minta ajarin matematika, pikirnya.

Ia masuk ke dalam kelas dan memanggil Angga. "Lur, dipanggil dedek."

Deo memanggil semua teman sekelasnya dengan sebutan 'lur' dari kata 'dulur' yang berarti saudara. Ia merasa teman sekelasnya adalah saudara setia baginya.

Angga mengangguk lalu membawa tasnya di bahu kanan. Ia berjalan menuju ke luar kelas lalu tersenyum ramah pada Khea dan Abel.

"Ada apa ya?' tanyanya to the point.

Khea melirik Abel. Ia merasa sungkan untuk bertanya. Apalagi ini Angga --kakak kelas pintar dan mantan anggota OSIS yang disegani. Abel mengangkat bahu tanda tidak mengerti.

"Uhmmm...jadi gini, saya mau tanya soal buku yang Kak Angga pinjam di perpus baru-baru ini," Khea menarik napas lalu menghembuskannya perlahan. "Judulnya 'Perahu Kertas'."

Angga mengerutkan kening. Ia melihat ke langit-langit untuk mengingat buku yang baru-baru ini ia pinjam.

"Sorry nih, tapi gue gak pinjem buku apa-apa. Mungkin lo salah orang," jawabnya.

Sekarang Khea bingung. Baru kali ini ia dibuat bingung oleh buku selain soal Fisika.

"Tapi Kak, di data ada nama Kak Angga sebagai peminjam," Khea berusaha untuk meyakinkan Angga.

Angga menghembuskan napas berat namun tetap bersikap tenang. "Nggak, bukan gue. Minggu ini gue gak ke perpustakaan sama sekali."

Angga melirik kedatangan Banu yang sedang berjalan ke arahnya. "Kartu perpus gue ada di Banu. Coba lo tanya dia."

Kumpulan Cerita PendekWhere stories live. Discover now