"Diare dia weh. Kemarin dia kayaknya makan cabe kebanyakan deh." Levin tertawa mengingat kemarin ia menambahkan sambal yang banyak ke kuah indomie Dodo.
"Ini mah pasti kerjaan lo ya, Vin," tebak Bev yang melihat ekspresi puas di wajah Levin.
"Nggak usah ditanya. Kita semua juga pasti udah tahu," sahut Riel geleng-geleng kepala.
"Abisnya! Siapa suruh dia pake acara taro lem di kursi gue? Dikira nggak susah apa ngebersihin lem di celana?"
Thea mendadak tertawa terbahak-bahak. "OH IYA GUE JADI NGAKAK LAGI INGET ITU."
Audrey menoleh pada Riel. "Kapan?"
"Itu loh, pas hari Jumat kemarin. Pas pulang sekolah itu pada rame kan di koridor?" tanya Riel.
Audrey mengangguk. Memang saat itu, suasana koridor lebih ramai dari biasanya. Tapi karena ia tidak perduli, maka ia tidak mencari tahu apa penyebab keramaian itu.
"Nah, itu lagi pada ketawain celana Levin yang warnanya putih putih gitu," ucap Bev memotong Riel yang hendak menjawab.
Audrey mengangguk-anggukkan kepalanya tanda ia mengerti. "Terus, kondisi dia sekarang gimana?"
Levin mengangkat kedua bahunya. "Nggak tahu. Gue belom nanya dia lagi. Tadi pagi dia cuma sms gue bilang kalau dia nggak masuk."
"Mau dijenguk nggak tuh dia nanti pulang sekolah?" tanya Thea sebelum mengigit roti coklat yang tadi ia beli.
"Nggak usahlah," sahut Riel saat Audrey hendak menjawab bahwa itu adalah ide yang bagus. "Cuma diare doang kan."
"Jahat lo," ucap Bev. "Jenguk aja yuk! Sekalian main ke rumah Dodo. Kan udah lama nggak ke rumah dia."
"Yaudah, yuk! Gue mau ngetawain dia lagi nih." Levin memasang tampang bersemangat.
"Yuk! Ikut nggak, Cel? Diem aja lo daritadi." Thea menyikut Rachel dengan pelan.
Levin mengangguk setuju. "Iya, kenapa lo? Ada masalah?"
"Enggak. Boleh deh ikut, kasian liat Dodo menderita gitu," ucap Rachel sambil terkekeh pelan.
Thea mengacungkan jempolnya lalu menatap Audrey dan Lucas. "Lo berdua ikut juga kan? Awas aja nggak ikutan."
"Iya, ikut kok gue," jawab Audrey dengan yakin. Setelah itu, ia baru teringat akan sesuatu. Ia harus berbicara pada Lucy dan Claire pulang sekolah nanti. Dan ia juga lupa memberitahu mereka. Ia langsung celingak celinguk mencari keberadaan Lucy dan Claire.
Riel yang tahu apa yang terjadi pada Audrey pun menunjuk ke arah meja yang berada tidak jauh di samping meja mereka. "Tuh, mereka di sana."
"Oke. Bentar ya, guys. Gue ada urusan bentar," ucap Audrey sambil bangkit dari kursinya.
Ia berjalan mendekati Lucy dan Claire yang terlihat sedang asik mengobrol. Jantungnya berdetak tidak karu-karuan karena takut akan reaksi yang diberikan oleh mereka berdua. Bagaimana jika mereka berdua sudah tidak mau lagi berbicara kepadanya karena sudah terlalu sering ia tolak? Bagaimana jika mereka berdua sekarang sudah membencinya?
"Eh, Drey, kenapa?" Pertanyaan Lucy sontak menarik Audrey kembali ke realita.
Ia menatap Lucy dan Claire dengan gugup. "Gue ke sini cuma mau nanya, kita bisa ngomong nggak pulang sekolah nanti?"
Kedua mata Lucy maupun Claire membesar seakan-akan tidak percaya bahwa Audrey mau berbicara dengan mereka lebih dari lima menit. Terakhir kali mereka mencoba berbicara dengan Audrey, Audrey berusaha menjauhkan diri dari mereka dan masih terlihat sangat membenci mereka. Namun, kali ini berbeda. Tidak ada sorot kebencian di mata Audrey pada mereka.
"Bisa kan? Sebentar doang kok," ucap Audrey lagi.
"Eh, iya bisa kok. Ketemu dimana?" tanya Claire dengan kaku.
"Di sini juga boleh. Gimana?"
Mereka berdua menganggukkan kepala seperti robot. "Boleh."
Audrey tersenyum lebar karena ternyata mereka berdua masih mau berbicara kepadanya. "Yaudah, see you later!" ucap Audrey sebelum berjalan meninggalkan mereka berdua dengan kekagetan luar biasa.
***
YOU ARE READING
Lesson To Learn
Teen Fiction"When you think everything's going so well but then all of a sudden everything starts to fall apart." ••• Audrey selalu berpikir bahwa hidupnya sudah sempurna. Pacar yang tampan, dua sahabat yang selalu ada bersamanya, dan juga keluarga yang bahagia...
28. Getting Better
Start from the beginning
