Το αίμα και τη θυσία (Blood and Sacrifice)

38 5 0
                                    

Cerita oleh Linellaaa

Το αίμα και τη θυσία
(Re: To aíma kai ti thysía*)

Gelap tawang merundung hati gelisah, mencabik dan mengoyak hingga kekalutan terasa mencekik diri yang terluka. Menyita gegana menyesakkan dada dan mengutuk diri, pasrah. Bahana tabung berongga nan panjang sebagai peringatan pemekak rungu, denting pedang yang beradu, pun teriakan kepedihan, seolah menjadi melodi pengantar baginya akhir-akhir ini.

Ia tak dapat membayangkan bagaimana ini semua terjadi, awal damai yang terjalin hingga pertumpahan darah menyelimuti hari, tak dapat ia tahan lebih lama lagi.

Hamparan ladang indah yang menyapa pandang dan tentramkan jiwa kala embun pagi menyentuh lembut jangat hingga terasa sejuk menenangkan, tak lagi dapat ditemukan. Ladang indah itu kini menjadi lembah curam pemisah dengan dunia luar.

Kedengkian dan sakit hati dengan kausal kecemburuan, memakan habis pelita kasih sayang dalam hati seorang pecinta. Menciptakan jurang nyata sebagai pembalasan, usaha pemisah dua insan dengan kemurnian cinta.

"Mengapa kaulakukan itu? Mengapa kautinggalkan aku sendiri dengan semua kekacauan ini? Aku takut ... a-aku takut. Kembalilah, kumohon." Lirih getir seorang gadis menatap pilu gambar sang terkasih, membawa isak tangis yang lolos begitu saja dari kedua bibirnya. Deraian air mata yang tak terbendung, membawanya dalam roman keterpurukan semakin dalam.

Ia melangkah perlahan, memandang nanar huru-hara yang kian mengeruh. Kepiluan terpancar dalam netranya, netra gelap yang tak lagi bersinar, bahkan lebih redup dari rembulan terdekap mega.

"Ini semua salahku. Akan kuakhiri segalanya dan mendekapmu erat. Bersama selamanya dan tak akan pernah lagi meninggalkanmu. Aku mencintaimu, Jave."

***

- 8 musim berlalu -

Semburat jingga cakrawala menghiasi sore yang nampak manis terbias pada ladang bunga di musim semi. Tatap hangat milik sang terkasih di hadapannya memberikan impresi nyata yang menjalar dalam hati kecil gadis itu, hingga memunculkan lengkung indah dalam raut bahagia yang tak terelakkan. Hari ini, di mana ia membuka kedua matanya kembali dan melihat dunia.

"Areta, apa kamu merindukanku?" Kedua tangannya menggenggam erat sang gadis seolah tak akan lagi melepaskannya. Menyalurkan kerinduan mendalam yang terus menyiksa jiwa dan raganya selama ini.

Areta Byzantiane, seorang gadis dengan surai legam nan panjang dan iris biru layaknya samudera yang dalam, adalah putri dari Kerajaan Byzantiane yang kaya akan keindahan alamnya yang terbentang luas dalam wilayah kekuasaan sang ayah, Daryn Byzantiane. Areta, seorang putri cantik berkepribadian luhur. Tak ayal lagi, kerap kali kita akan melihatnya membantu seseorang dengan kemampuan yang dimilikinya —penyembuhan. Ia sosok yang ceria dan murah akan senyum.

"Sangat, Jave. Aku sangat merindukanmu." Jawaban Areta berhasil membawa kembali titik hangat dalam sudut hati pemuda di hadapannya. Pemuda itu mendekap erat gadisnya, menghirup dalam-dalam aroma yang selama ini begitu ia rindukan.

Javan Anemos, seorang Pangeran dari kerajaan tetangga, Anemos, yang memiliki hubungan begitu dekat dengan kerajaan Byzantiane. Ayah mereka, Balazs Anemos dan Daryn Byzantiane, teman kecil yang begitu akrab. Hingga mereka membuat pusat pelatihan untuk pangeran-pangeran dan putri-putri dari manapun.

"Keputusanmu di hari itu begitu ceroboh, Re. Bagaimana mungkin kau bisa berpikiran untuk melakukan itu? Bahkan tak setetes darah pun yang berasal dari dirimu, rela kukorbankan." Perih di hatinya belum juga hilang, dekapannya mengerat, seolah ia takut akan kehilangan sang gadis kala ia melonggarkan sedikit saja.

Memori menyakitkan di hari itu terus membayangi dirinya, melihat sosok tercintanya harus menorehkan luka pada nadi yang dapat dengan cepat merenggut nyawa sang gadis, di hadapan kedua iris gelap miliknya yang telah berubah berwarna perak, menatap sedingin salju.

"Jangan lakukan itu lagi, Re. Kumohon." Javan memohon dengan lemah, ia benar-benar takut Areta akan melakukannya lagi.

Sang gadis melepaskan dekapan itu perlahan, menatap iris gelap milik Javan dengan penuh kasih sayang. Ia mencoba menenangkan dan meyakinkan Javan melalui tatapan yang diberikan, bahwa ia tak akan melakukannya lagi.

"Maafkan aku, Jave. Maafkan aku. Hari itu, aku tak sanggup lagi melihatmu dan Aldrich berjuang dalam tekanan. Aku tak mau kehilangan dirimu. Kembar bersaudara, Tiernan dan Tieney Cycladic, memang bukanlah lawan yang mudah. Aku tahu, satu-satunya cara tercepat yang dapat dilakukan adalah dengan darahku, darah ini dapat mengatasi semuanya. Darah yang mengalir dari keturunan Asklepius untuk membangkitkan kekuatan yang selama ini tersembunyi dalam dirimu, yang berkamuflase dengan kekuatan mantra kegelapan yang kamu miliki, menutup sempurna kekuatanmu sebagai keturunan Eirene. Agar perdamaian terjadi dan tumpah darah akan segera berakhir." Areta menjelaskan semuanya, rasa sesak yang selama ini menjadi derita untuknya telah meruap sedikit demi sedikit, dekapan Javan dan kausal yang selama ini ia pendam telah ia utarakan.

"Maafkan aku, Re. Aku tak dapat melindungimu dengan benar. Aku selalu menempatkanmu dalam bahaya, dan membiarkanmu melakukan hal-hal yang lebih bahaya lagi karenaku. Maaf."

Air mata jatuh di kedua pipi pemuda itu, menyaratkan kepedihan mendalam di hatinya, rasa bersalah dan menyesal. Hampir di setiap embusan napas, ia merutuki dirinya sendiri, dan semakin parah saat ia melihat sang gadis tercinta, Areta, terbaring lemah di ranjang atas pengorbanan untuk dirinya.

"Tidak, Jave. Kau selalu membuatku bahagia. Sudahlah, lupakan semua hal itu." Areta mendekap lembut bahu Javan yang bergetar lemah, mengusap punggungnya dengan perlahan, menyalurkan ketenangan dan kasih sayang.

"Kau mau melihat bunga di luar sana? Kini lembah terjal yang membentang di antara kastil kita telah berubah menjadi ladang bunga yang sangat indah, penuh dengan tulip biru kesukaanmu, lavender, ranunculus, pink moss dan canola. Bunga-bunga terus tumbuh seiring dengan keadaanmu yang membaik, hingga kini. Aku akan menggendongmu ke sana dan memetikkan bunga terindah untukmu. Ayo!"

Senyum manis keduanya membuat air mata yang semula jatuh tanpa henti, mengering seketika

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Senyum manis keduanya membuat air mata yang semula jatuh tanpa henti, mengering seketika. Kini Areta hanya bersandar pada pundak Javan, menikmati keindahan hamparan bunga nan indah sejauh mata memandang dalam dekapan hangatnya. Keduanya, telah berhasil meneguhkan hati dan berusaha keras untuk terus tegar, meski pengorbanan dan perjuangan berat harus dilalui.

"Liebe ist das Emblem der Ewigkeit, es verwirrt alle Vorstellung
von Zeit, löscht jede Erinnerung an einen Anfang, alle Furcht
vor einem End."
(Love is the emblem of eternity; it confounds all notion of time;
effaces all memory of a beginning, all fear of an end)

FIN

---------------------------------------

Το αίμα και τη θυσία . Re: To aíma kai ti thysía.  Blood and Sacrifice

Kalau boleh jujur, aku gatau mau nulis apa wkwk dan berakhir ngambil ide cerita sedikit dari konsep work baru yg masih tahap penggarapan di wattpad —belom dipublish. Kalau cerpen ini sampe dibaca banyak orang,  aku harap kritik maupun masukannya, dan kasih saran juga, apa aku benar-benar harus buat versi chapternya wkwk
Terima Kasih sudah membaca 😊

KalopsiaWhere stories live. Discover now